Nasional

Anggota DPR Sampaikan Kekhawatiran Muslimat-Fatayat NU soal Penulisan Ulang Sejarah RI

NU Online  ·  Rabu, 2 Juli 2025 | 19:00 WIB

Anggota DPR Sampaikan Kekhawatiran Muslimat-Fatayat NU soal Penulisan Ulang Sejarah RI

Anggota Komisi X DPR RI Habieb Syarif Muhammad (tangkapan layar TVR Parlemen)

Jakarta, NU Online

Proyek penulisan ulang sejarah nasional yang digagas Kementerian Kebudayaan menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk organisasi-organisasi perempuan, yakni Muslimat NU, Fatayat NU, dan Aisyiyah.


Mereka menilai proses penulisan ulang ini terlalu tertutup, terburu-buru, dan mengandung potensi penyederhanaan terhadap penderitaan perempuan di masa lalu, termasuk kasus-kasus kekerasan seksual.


Kekhawatiran ini disampaikan oleh Anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad dalam rapat kerja bersama Kementerian Kebudayaan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/7/2025).


Ia mengaku mendapat masukan langsung dari organisasi-organisasi perempuan selama masa reses.


"Sangat keras mereka, ya Muslimat NU, Fatayat, Aisyiyah, dan sebagainya. Dalam diskusi-diskusi, kaum perempuan merasa keprihatinan yang dirasakan oleh mereka seakan-akan seperti disepelekan," ungkap Habib Syarief, sebagaimana ditayangkan di Kanal Youtube TVR Parlemen.


Sumber kekhawatiran itu tak lain berasal dari pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyangkal adanya peristiwa pemerkosaan massal dalam sejarah Indonesia.


Pernyataan itu kemudian menuai kecaman karena dianggap menghapus luka kolektif yang dialami perempuan dalam rentang sejarah bangsa.


"Organisasi perempuan tersebut merasa khawatir bahwa penulisan sejarah ulang justru menyepelekan perempuan," lanjut Habib Syarief.


Lebih lanjut, ia menyampaikan dukungannya terhadap permintaan anggota Komisi X lainnya, Mercy Chriesty Barends agar Menteri Fadli Zon segera meminta maaf secara terbuka kepada seluruh perempuan Indonesia.


"Saya sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Bu Mercy. Nampaknya perlu ada satu kata-kata yang bisa memberikan kesejukan kepada perempuan Indonesia," ujarnya.


Selain desakan permintaan maaf, Habib Syarief juga secara tegas meminta agar proyek penulisan ulang sejarah nasional ini ditunda. Ia menilai prosesnya terlalu tergesa-gesa dan minim partisipasi publik.


"Daripada kontroversial terus berkelanjutan, kami mohon penulisan sejarah ini untuk ditunda. Karena yang pertama, terkesan sangat tertutup," tandasnya.


Seperti diketahui, proyek penulisan sejarah nasional ini rencananya akan menghasilkan 10 jilid buku yang mencakup sejarah peradaban Nusantara, kolonialisme, Orde Baru, hingga Reformasi. Pemerintah menyebut pendekatannya “Indonesia-sentris” dan menunjuk 113 sejarawan dari seluruh Nusantara untuk menyusun proyek tersebut.