Nasional FIQIH PERADABAN

Bicara Peradaban Dimulai dari Kebersihan 7 Kamar, Kamar Apa Saja?

Rabu, 5 April 2023 | 13:30 WIB

Bicara Peradaban Dimulai dari Kebersihan 7 Kamar, Kamar Apa Saja?

Seminar Nasional bertema “Menafsirkan Kembali Gagasan Fiqih Peradaban dalam Perspektif Geopolitik Islam" di Gedung Prof Soenarjo, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (4/4/2023). (Foto: Dok. UIN Suska)

Jakarta, NU Online

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Siswanto Masruri menyampaikan bahwa peradaban dimulai dari kebersihan di setidaknya tujuh kamar atau ruang. Hal itu disampaikan saat Seminar Nasional bertema “Menafsirkan Kembali Gagasan Fiqih Peradaban dalam Perspektif Geopolitik Islam" di Gedung Prof Soenarjo, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (4/4/2023).


Melandasi pikirannya itu, ia mengutip dua ayat Al-Qur’an, yakni Surat al-Muddatstsir ayat 4 dan 5, “Dan pakaianmu bersihkanlah, dan dosamu tinggalkanlah.” Sebab, menukil KH Hasyim Muzadi, kebersihan melahirkan kebesaran.


“Kebersihan inilah, kalau bicara fiqih, kita kan selalu bicara thaharah,” katanya.


1. Kamar mandi

Kemajuan peradaban dimulai dari peradaban kamar mandi. Bagian ini, menurut Siswanto, harus bersih, wangi, dan modern. Melihat Jepang, ia berpikir bahwa salah satu kemajuan negara berjuluk Matahari Terbit itu barangkali dimulai dari kamar mandi atau toiletnya yang bersih, wangi, dan modern di semua tempat, baik di rumah, instansi, maupun fasilitas publik.


“Ketika berhadapan masyarakat Indonesia, selain berpikir muluk, kita lihat masing-masing rumah kita, kamar mandi kita. Apa sudah bersih? Wangi? Modern? Sedap dipandang mata?” katanya.


Bukan hanya perguruan tinggi, tapi seluruh lembaga pendidikan dan institusi, serta fasilitas publik, jika kamar mandinya sudah bersih dan wangi itu sudah satu peradaban diraih.


2. Kamar spiritual

Kamar spiritual yang dimaksud ialah mushala. Baik mushala di rumah, langgar, ataupun masjid. Dari sini, lahir sifat shidiq (jujur), amanah (tepercaya), tabligh (menyampaikan), dan fathonah (cerdas). “Terutama dari sisi kejujuran,” ujar Siswanto.


3. Kamar makan

Di kamar makan, menurut Siswanto, tidak sekadar bersih, tapi harus halal dan tayib, sehat dan berkualitas.

 

4. Kamar belajar atau kerja

Umat Islam harus dapat membaca fenomena, situasi di ruang kerja, dan lingkungan kerja.


5. Kamar istirahat

Ada kamar tidur, santai, dan ruang bercengkerama yang semuanya harus bersih lahir batin.

 

6. Kamar tamu

Kebersihan di kamar tamu penting sebagai bentuk menghormati orang lain.


7. Kamar sosial kebangsaan

Di ruang ini, umat manusia harus saling sapa, menegur, saling kolaborasi dan resiprositas. Kelompok satu membutuhkan dan berbagi. “Di dunia tidak mungkin menyelesaikan masalah tanpa kolaborasi,” kata Siswanto.


Sementara itu, Sunardi, pengajar di Universitas Sanata Dharma, menyampaikan bahwa pilihan yang diambil NU adalah jalan budaya dan intelektual. bukan politik. Ini merupakan pilihan yang sangat sulit karena harus menelusuri jalan sunyi.


Sunardi menegaskan bahwa fiqih peradaban yang digagas KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), perlu diperkuat dengan geofilosofi. “Fiqih Peradaban yang digagas Pak Kiai ke depannya harus ditopang dengan bukan hanya geopolitik, tapi geofilosofi,” ujarnya.


Dengan begitu, ia meyakini Indonesia akan menjadi pusat peradaban baru yang dapat meneruskan Abbasiyah. “Kalau geofilosofi diangkat, Indonesia bisa menjadi penerus Abbasiyah, jadi Damaskus,” katanya.


Selain keduanya, hadir pula Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof Al Makin, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fatkhul Wahid, dan Mohtar Mas’oed dari Universitas Gadjah Mada (UGM).


Pewarta: Syakir NF

Editor: Fathoni Ahmad