Nasional

Cegah dan Kenali Karakteristik Kekerasan Seksual 

Ahad, 4 Agustus 2024 | 12:00 WIB

Cegah dan Kenali Karakteristik Kekerasan Seksual 

Seminar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual pada Sabtu (3/8/2024). ​​​​​​(Foto: Unusia)

Jakarta, NU Online
Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) bekerja sama dengan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) menggelar Seminar Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual bertajuk Sayangi Dirimu: Kenali, Cegah, dan Laporkan Kekerasan Seksual  pada Sabtu (3/8/2024). ​​​​​​


Tenaga Ahli Psikolog Klinis Pusat Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA), Norida Weningsari yang menjadi salah satu pembicara pada seminar ini menjelaskan karakteristik kekerasan seksual yaitu, persetujuan, grooming, quid pro quo, dan gaslighting.


"Ketika seseorang mampu memutuskan dengan bebas akan terlibat dalam aktivitas tertentu kalau misalnya dia diisolasi kemudian dia diajak untuk melakukan aktivitas seksual dan karena dia takut, maka bisa dikatakan bahwa itu bukan persetujuan," ujar Norida.

 

Menurutnya, persetujuan itu terjadi ketika dia punya pilihan, bebas menentukan dan tidak dalam keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikologis untuk terlibat dalam suatu aktivitas. 


Kemudian Norida juga menjelaskan mengenai grooming, yaitu suatu upaya membangun kedekatan secara emosional menumbuhkan kepercayaan untuk kepentingan seksual yang biasa terjadi secara online melalui media sosial. 


Ia pun menjelaskan Quid pro quo yaitu suatu upaya timbal balik untuk mendapatkan suatu jabatan, atau mendapatkan suatu hal yang memang ditawarkan atas aktivitas seksual. 

 

Sedangkan gaslighting, Norida menjelaskan sebagai proses pikiran seseorang dimanipulasi sehingga merasa bersalah yang akan menimbulkan dampak multi-sektoral mulai dari perilaku sosial dan kesehatan reproduksi secara psikologi juga secara fisik. 

 

Norida menyampaikan, kondisi interaksi korban dengan lingkungan serta perlindungan hukum menjadi hal yang penting dalam menyikapi seseorang yang mengalami kekerasan seksual. 

 

“Kalau kita berbicara kekerasan seksual, maka ada kebutuhan kebutuhan yang perlu dipenuhi sebenarnya pada korban, mulai dari medis, dukungan-dukungan emosional, kemudian keamanan perlindungan serta hukum dan keadilan," ujarnya pada seminar yang berlangsung di Aula Unusia Lantai 4, Jalan Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta Pusat.

 

Norida juga menegaskan bahwa hak yang perlu dimiliki dari korban kekerasan seksual adalah hak kebenaran atas pengakuan bahwa korban mengalami kekerasan seksual dan hak hukum ketika korban mendapatkan keadilan atas peristiwa yang terjadi. 

 

Menurut Databoks 2020, kekerasan seksual sering kali terjadi dilakukan oleh orang terdekat. Data juga menyebutkan pelaku kekerasan seksual terbanyak dilakukan oleh pacar dengan 1.320 kasus. Ayah kandung turut menjadi pelaku korban kekerasan seksual dengan 618 kasus; berikutnya ayah tiri/angkat dengan 469 kasus. 


Sementara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindugan Anak (KPPPA) dari Januari hingga Agustus 2024 terdapat 14.459 kasus kekerasan dengan jenis kekerasan tertinggi adalah kekerasan seksual sebesar 8.503 kasus dengan mayoritas korban adalah perempuan sebanyak 12.572 dan lingkungan keluarga menjadi lingkungan tertinggi kasus kekerasan seksual terjadi.