Nasional

Dapat Ijazah Amalan dari Medsos, Bolehkah Diamalkan?

Jumat, 23 September 2022 | 08:00 WIB

Dapat Ijazah Amalan dari Medsos, Bolehkah Diamalkan?

Di era modern saat ini, para ulama banyak yang menyampaikan kajian ilmu agama melalui betrbagai platform media sosial. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online 
Di era modern saat ini, para ulama banyak yang menyampaikan kajian ilmu agama melalui berbagai platform media sosial. Hal ini merupakan langkah untuk memudahkan dan memaksimalkan dakwah, karena efektif dan efesien dalam menjangkau masyarakat.

 

Para ulama terkadang juga memberikan sebuah ijazah atau amalan dalam dakwahnya di medsos. Lalu, apakah boleh mengamalkan ijazah atau amalan yang disampaikan ulama melalui media sosial?


Pengasuh Pesantren Tegalrejo KH Yusuf Chudlori (Gus Yusuf) menyebut bahwa hal itu diperbolehkan selama ulama yang menyampaikan tersebut jelas silsilah keilmuannya. Media sosial seperti Youtube, Facebook, WhatsApp, dan juga buku hanya merupakan media. Yang terpenting adalah isi yang bisa dipertanggungjawabkan.


“Anda boleh belajar lewat Youtube. Asal jelas (guru dan sanadnya),” tegasnya melalui kanal YouTube Gus Yusuf yang diakses NU Online pada Jumat (23/9/2022).

 
Gus Yusuf menjelaskan bahwa salah satu tradisi Ahlussunnah wal Jamaah adalah menjaga dan melestarikan sanad atau silsilah keilmuan antara murid dan guru. Setiap individu harus memahami dari siapa ilmu itu didapat dan juga harus memperhatikan gurunya mendapatkan ilmu dari siapa yang silsilahnya menyambung sampai dengan Rasulullah saw sebagai sosok yang menjadi sumber ilmu agama Islam.


Mata rantai silsilah keilmuan inilah yang menurut Gus Yusuf merupakan sumber keberkahan. Bisa saja seseorang mendapatkan ilmu tanpa sanad namun dari sisi keberkahan patut dipertanyakan. 


“Sanad secara bahasa adalah tempat kita berpijak. Pijakan-pijakan seperti anak tangga,” jelasnya.


“Sanad ini diperlukan untuk menentukan kevalidan sebuah ilmu, sebuah informasi, khususnya informasi tentang agama,” imbuhnya.


Pentingnya sanad keilmuan ini, lanjut Gus Yusuf, Syekh Ibnu Mubarak menegaskan bahwa sanad adalah bagian dari agama. Andaikan tidak ada sanad keilmuan, maka niscaya orang akan mengatakan tentang agama semaunya sendiri tanpa pertanggung jawaban.


Sehingga Gus Yusuf mengingatkan masyarakat untuk membedakan antara ilmu dan informasi. Ilmu hanya didapat melalui guru yang jelas sanad keilmuannya, sementara informasi bisa didapat kapan saja dan dari sumber siapa saja. Jika ilmu bisa dipastikan kebenarannya, sedangkan informasi belum jelas kebenarannya. 


Tiga Jenis Sanad

Dalam artikel NU Online disebutkan bahwa ada tiga jenis sanad agama di masa sekarang. Pertama, Sanad Riwȃyah atau Ijȃzah. Sanad dalam kategori pertama berupa ijazah dari seorang guru kepada muridnya suatu kitab atau ilmu sebagaimana diperoleh dari guru sebelumnya. Sanad tersebut sangat penting untuk menghindari tadlȋs (keterputusan sanad secara tersembunyi). Selain itu sanad ini dengan kategori seperti ini juga sering digunakan dalam tabarrukan (memperoleh keberkahan) dan menjaga ketersambungan riwayat ulama-ulama kontemporer dengan tokoh-tokoh ulama di masa lalu.


Ulama yang menggunakan sanad kategori pertama ini biasanya dari kalangan ahli qira’at, hadits, dan musnid (kompilator sanad) dengan suatu shigat atau kalimat dari guru kepada murid. Kalimat yang biasanya dipakai adalah “Ajaztu laka”, “Saya ijazahkan kepadamu”.


Kedua, Sanad Fikrah. Sanad dalam kategori ini diaplikasikan dengan talaqqi (belajar langsung) baik secara formal seperti sekolah, kampus, pesantren maupun informal seperti seminar, pengajian atau kursus. Bahkan untuk memperoleh sanad fikrah dapat dilakukan secara otodidak. Kendati demikian, fikrah yang didapat melalui talaqqi lebih kuat dan mantap dibandingkan otodidak.


Sanad Tarbiyah dan Sulȗk (rohani dan akhlak). Sanad Tarbiyah atau dapat disebut juga dengan suhbah (صحبة), yaitu interaksi langsung antar murid dan gurunya sehingga mewarisi kualitas spiritualnya. Sanad dengan jenis seperti ini dapat dijumpai pada ahli-ahli kalbu seperti ahli tarekat atau pesantren tradisional. Sanad dalam kategori ini lebih baik dari kategori sebelumnya, sebab dengan sanad inilah seseorang dapat mengubah akhlaknya sebagaimana akhlak Nabi, para sahabat, dan ulama salaf al-shalih.


Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin