Nasional FORUM TITIK TEMU

Islam di Nusantara Tekankan Kompromi

Rabu, 10 April 2019 | 16:15 WIB

Islam di Nusantara Tekankan Kompromi

Oman Fathurahman berbicara pada Forum Titik Temu, Rabu (10/4).

Jakarta, NU Online
Guru Besar Filologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman menyatakan bahwa walaupun Indonesia baru merdeka pada 1945, pada dasarnya, akar dan jati dirinya sudah terbentuk sejak lama yang ketika itu bernama Nusantara.

Pria yang mempunyai fokus kajian terhadap manuskrip kuno tentang tasawuf itu kemudian mengemukakan bahwa Islam yang awal datang ke nusantara sangat menekankan aspek titik temu.

"Saya melihat banyak titik temu di dalam ajaran-ajaran tasawuf yang menjelaskan Islam yang datang awal ke Nusantara itu Islam yang sangat menekankan aspek titik temu," kata Oman pada Forum Titik Temu di Hotel Rizt- Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (10/4) siang.

Ia lantas mencontohkan bahwa pada abad ke-17, di Aceh terjadi konflik keagamaan. Satu tragedi keagamaan, hingga dikeluarnya fatwa kafir dari Syekh Nuruddin Ar-Raniry terhadap orang-orang yang berbeda pendapat dengannya.

"Itu betul-betul eksplisit kafir dan boleh dibunuh. Nah, ini kan satu tragedi," ujarnya.

Proses berikutnya muncullah ajaran-ajaran sufistik yang mempertemukan para pihak yang berkonflik, sehingga konflik-konflik yang dapat memicu perpecahan dapat diantisipasi dan dicegah.

Menurutnya, dalam upaya menyelesaikan konflik keagamaan, Syekh Al-Qurani dari Madinah juga mengemukakan pernyataan yang sangat baik, al-jam’u moqaddamun alat-tarjih. Artinya mengkompromikan keragaman itu sebaiknya lebih dikedepankan ketimbang mengunggulkan salah satu (dalil).

Oman menegaskan apa yang diungkapkan Syekh Al-Qurani sebagai titik temu yang sangat tepat dan berdampak besar jika diterapkan. Oleh karenanya, ia menyarankan di forum tersebut agar masing-masing pemeluk agama mereaktualisasi nilai-nilai titik temu yang ada dalam ajaran spiritual masing-masing agama.

Dengan semangat akar dan jati diri spiritualitas, kata Oman, seharusnya Islam di Indonesia menjadi pemimpin di dunia dalam konteks persaudaraan dan kemanusiaan. "Kita jangan lupa dengan jati diri kita yang sejak awal sudah penuh dengan titik temu," harapnya. 

Ia menilai, jika ada kelompok yang ingin mengoyak-oyak persaudaraan sebagai sesama warga negara Indonesia, itu sama artinya dengan menghianati akar dan jati dirinya sendiri. (Husni Sahal/Kendi Setiawan)