Nasional

Pidato Lengkap Gus Yahya di Unugiri tentang Wali Songo dan Kerangka Kerja Intelektual

Kamis, 22 Agustus 2024 | 08:00 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya di Unugiri tentang Wali Songo dan Kerangka Kerja Intelektual

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat memberikan pidato pengarahan pada pelantikan Rektor Unugiri, Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu (21/8/2024). (Foto: tangkapan layar kanal Youtube Unugiri TV)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) didaulat memberi pidato arahan dalam Pelantikan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (Unugiri) Bojonegoro, Jawa Timur, pada Rabu, 21 Agustus 2024.

Berikut adalah transkrip pidato lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut:

***

Assalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh. 

Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillāh Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillah, wa 'alā ālihi wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.


Yang saya hormati, Bapak Menteri Sekretaris Negara, Prof Dr Pratikno. Pak Pratikno ini dulu Rektor UGM, Universitas Gadjah Mada Jogja, tapi lalu frustrasi, terus jadi Mensesneg [Hadirin tertawa]. Setelah jadi Mensesneg lalu jadi ingat Bojonegoro lagi. [Hadirin tepuk tangan]. Alhamdulillah.
 

Yang saya hormati, Saudara Sekjen, Gus Saifullah Yusuf. Saudara Faisal Aminuddin, Sekretaris LPTNU. Yang Mulia Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Bojonegoro, Kiai Ahmad Maimun. Yang saya hormati Ketua Tanfidziyah PCNU Bojonegoro, Dr Ubed. Yang saya hormati Ketua BP3TNU (Badan Pelaksana Penyelenggara Perguruan Tinggi Nahdlatul Ulama) Pak Saifuddin Idris, dan Rektor (Unugiri) Pak Jauharul Ma’arif. Yang saya hormati, saya muliakan para kiai, para pengasuh pesantren yang hadir dan juga seluruh hadirin sivitas akademika Universitas (Nahdlatul Ulama) Sunan Giri. Alhamdulillah.


Sunan Giri ahli fiqih di antara Wali Songo

Sunan Giri itu adalah faqīhul auliyā’. Beliau ini adalah ahli fiqih di antara Wali Songo. Artinya, di antara Wali Songo ini yang memang punya otoritas akademis mengenai syariat itu adalah Sunan Giri atau Raden ‘Ainul Yaqin. Karena beliau ini adalah pemegang otoritas dalam syariat dengan kapasitas akademik yang beliau memiliki tentang syariat itu, maka beliau ini menjadi rujukan dari para wali-wali yang lain untuk mendapatkan kerangka syariat yang legitimate bagi berbagai macam gagasan yang diinisiasi oleh para wali tersebut, termasuk wayang, misalnya.


Sunan Kalijaga punya gagasan untuk mengembangkan seni wayang, seperti yang kita kenal sekarang ini. Wayang itu disebut juga ringgit. Ringgit itu jarwa dhosok. Ada jarwa dhosok-nya, ringgit itu, kayak kerikil: keri ning sikil (geli di kaki), misalnya. Ringgit juga begitu. Ringgit itu artinya Sunan Giri sing nganggit, Sunan Giri yang membuat. 


Kenapa? Karena ketika Sunan Kalijaga menggagas wayang, beliau kemudian berkonsultasi dengan Sunan Giri tentang bagaimana membuat wayang yang tidak melanggar syariat. Karena diketahui bahwa kita punya syariat yang membatasi penggambaran makhluk hidup, misalnya. Maka karena Sunan Giri adalah otoritas faqīh, ini dikonsultasikan kepada Sunan Giri, dan Sunan Girilah yang kemudian mendesain bentuk wayang itu sedemikian rupa, sehingga membangkitkan imajinasi tentang orang, tapi bukan menggambar orang, sehingga tidak bisa diharamkan. Karena di dalam sejumlah literatur fiqih, menggambar makhluk hidup secara utuh itu tidak diperbolehkan, maka Sunan Girilah yang kemudian mendesain wayang ini supaya tidak sampai melanggar syariat atau melanggar apa yang menjadi ketentuan di dalam rujukan-rujukan fiqih itu. Jadinya seperti wayang sekarang ini. Kita tahu wayang itu jelas bukan gambar manusia, tapi membangkitkan imajinasi tentang manusia.


Kerangka kerja intelektual

Bapak Ibu, Saudara-saudara sekalian, yang saya hormati.

Kita melihat pola yang sama dari inisiasi peradaban sepanjang sejarah. Sebetulnya, kalau dipikir, Sunan Kalijaga itu ketika menggagas wayang sebagai media dakwah, beliau bisa saja langsung mengeksekusi gagasan itu dengan imajinasi apa pun yang beliau miliki, tanpa harus repot-repot mencari kerangka fiqih untuk gagasan tentang wayang itu. Tapi toh Sunan Kalijaga memerlukan, mementingkan diri untuk berkonsultasi dengan Sunan Giri mengenai hal ini. Kenapa? Karena para para wali – pada waktu itu Wali Songo – memang punya kesadaran bahwa yang sedang mereka perjuangkan bersama itu adalah inisiasi suatu peradaban baru di Nusantara ini.

Dan di dalam pola bangkitnya satu peradaban sepanjang sejarah, di mana saja, zaman Makedonia, Babilonia, Romawi kuno, sampai pada masa-masa peradaban Islam, kita selalu melihat pola bahwa peradaban itu bangun di atas pondasi yang salah satu komponennya adalah kerangka kerja intelektual atau intellectual framework. Selalu ada.


Di masa lalu biasanya intellectual framework itu dikaitkan atau diberi label dengan nuansa-nuansa agama. Kerangka intelektual itu lalu dilabeli sebagai, praktis, adalah agama. Walaupun mungkin sebetulnya produk secara komprehensif dinyatakan sebagai sistem nilai yang membentuk agama. Tetapi dalam praktik berfungsi seperti agama. Kita melihat itu sejak zaman Yunani kuno sampai dengan, saya kira, masa kini. 


Ketika kita melihat sejarah Daha Kediri, Majapahit, kemudian Demak, Mataram, kita melihat pola yang sama: ada intellectual framework yang dijadikan bagian dari fondasi peradaban yang hendak dibangun. Itu sebabnya kita kenal tokoh-tokoh seperti Jayabaya, kita kenal tokoh seperti Mpu Tantular, di sini. Dan di zaman para khalifah yang awal, pada era Dinasti Abbasiyah, khususnya pada zaman khalifah al-Makmun, upaya untuk membangun konstruksi intelektual dilakukan melalui proyek besar-besaran dengan impor atau internalisasi warisan intelektual dari zaman Yunani Kuno, sehingga Abbasiyah tumbuh sebagai peradaban yang sangat maju secara ilmu pengetahuan dan bahkan teknologi. Pola ini selalu kita temukan di dalam sejarah bangkitnya peradaban-peradaban di seluruh dunia ini.


Potensi Kabupaten Bojonegoro

Bapak Ibu yang saya hormati.

Pada tahun 2000-an, waktu itu saya menjadi salah satu orang terkuat di Indonesia ini [Hadirin tepuk tangan]. Karena waktu itu saya itu jadi keponakannya temannya Presiden [Hadirin tertawa], sekaligus temannya keponakannya Presiden, dan saya menjadi Juru Bicara Presiden Kiai Abdurrahman Wahid pada waktu itu. Saya mendampingi Presiden menerima Direktur Utama Pertamina, waktu itu. Saya lupa nama beliau. Dan Presiden menerima laporan dari Direktur Utama Pertamina itu bahwa telah ditemukan ladang minyak baru di Bojonegoro yang kandungannya disebutkan sekian miliar, dan kapasitas untuk eksploitasinya kalau digenjot secara penuh bisa sampai 300.000 barel per hari. Itu yang saya ingat dari laporan Dirut Pertamina waktu itu.


Apa yang waktu itu masih berupa laporan, sekarang sudah direalisasi. Tadi Pak Mensesneg menyebutkan bahwa APBD Bojonegoro ini lebih dari 8 triliun [Hadirin tepuk tangan]. Jadi Bojonegoro ini sudah tidak mikir nyari duit, tinggal mikir caranya belanja [Hadirin tertawa]. Bagaimana caranya menghabiskan uang 8 triliun itu. Ini masyaallah.


Di satu sisi, panjenengan semua, orang-orang Bojonegoro ini, memiliki kapasitas yang luar biasa besar dengan kekayaan yang ada di Bojonegoro ini. Tetapi di sisi lain Bojonegoro menghadapi tantangan yang luar biasa penting untuk menentukan bagaimana rancang bangun Bojonegoro di masa depan dengan modal, dengan kapital yang dimiliki sekarang ini, Bojonegoro ini mau jadi apa nantinya. Ini tanggung jawab yang luar biasa. Maka saya bisa katakan bahwa Bojonegoro ini sebetulnya sedang menghadapi tantangan untuk membangun peradabannya di masa depan. 


Nah, sebagaimana pola dari bangkitnya suatu peradaban, – seperti yang saya singgung tadi – maka Bojonegoro memerlukan satu pusat intelektual yang bisa menyediakan kerangka intelektual bagi desain masa depan Bojonegoro itu sendiri.


Alhamdulillah sekarang kita punya Universitas NU Sunan Giri, yang tadi sudah diceritakan Pak Saifuddin capaiannya sudah luar biasa, dan lebih-lebih lagi terus “ketiban” Mensesneg. Di tempat lain itu kalau ketiban rezeki besar ketiban ndaru, ini Unugiri ketiban Mensesneg. Alhamdulillah.


Saya bilang tadi, ini rektor yang frustasi, tapi lalu jadi Mensesneg [Hadirin tertawa]. Saya tahu betul, beliau ini punya banyak gagasan, punya banyak mimpi tentang pengembangan perguruan tinggi. Ketika menjadi rektor beliau menghadapi macam-macam kesulitan, sehingga makin lama makin pusing sendiri. Maka kemudian sesudah menjadi Menteri, itu beliau berburu universitas-universitas yang bisa diotak-atik sendiri. Alhamdulillah.


Di Jogja beliau minta kepada saya untuk mengambil UNU Jogja. Saya bilang, “Ya sudah, pokoknya saya terima jadi saja. Terserah mau sampean apakan.” Alhamdulillah sekarang sudah hampir jadi. Maka saya bilang sama Pak Saifuddin tadi, “Sudah, sampean tidak usah ikut mikir, serahkan Pak Pratik saja.” [Hadirin tertawa dan tepuk tangan]. Karena beliau ini sebetulnya punya banyak gagasan tentang bagaimana membangun perguruan tinggi modern, dan itu akan sangat bermanfaat bagi masyarakat kalau ada wahana mewujudkannya.


Alhamdulillah selama ini, sejak tahun 2019, Pak Pratik sudah terlibat untuk pengembangan Unugiri ini. Cuma saya kok (berpikir): Yahono yahene (sedari dulu) ingat Bojonegoro baru tahun 2019, lho, Pak Pratik [Hadirin tertawa], karena keasyikan di Jogja. Satu hal yang juga orang Bojonegoro tidak tahu, ini orang Bojonegoro tahunya Pak Pratikno NU itu sejak kapan, coba? Belum lama, kemungkinan. Tidak tahu kalau ini sebetulnya pengurus NU. Padahal beliau ini jadi pengurus PWNU Jogja sudah lama [Hadirin tepuk tangan], sejak tahun berapa itu, sekarang baru tahu kalau ternyata orang NU. 


Alhamdulillah. Tentu saja Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menitipkan harapan-harapan besar kepada Universitas NU Sunan Giri ini, bukan saja untuk pengembangan lembaga, institusi Unugiri ini saja, tapi juga untuk kepentingan masa depan Bojonegoro secara keseluruhan.
 

Apalagi kalau nanti, di samping ngotak-atik Unugiri, Bojonegoro diotak-atik sekalian supaya klop [Hadirin tepuk tangan]. Itu malah lebih luar biasa. Saya kira nanti impac-nya akan luas, seluruh Jawa Timur ini. Mudah-mudahan. Ini momentum. Momentum begini ini tidak bisa dicari, kadang-kadang itu tiba-tiba muncul begitu saja. Momentum macam-macam. Ada momentum pengembangan Bojonegoro seperti ini. Momentum Nusantara baru. Momentum gelut, dan sebagainya itu, memang ada. Ini kalau sudah datang jangan dilewatkan supaya bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sekarang ada momentum di Bojonegoro ini. Mari kita gunakan momentum ini sebaik-baiknya untuk pengembangan Unugiri ini, untuk pengembangan Bojonegoro, yang pasti kalau berhasil impact-nya akan sangat luas, bukan hanya bagi Kawasan Jawa Timur ini saja, tapi juga untuk seluruh Indonesia. Insyaallah. Amin.
 

Saya ucapkan selamat kepada Pak Jauharul Ma’arif sebagai rektor yang baru dilantik. Mudah-mudahan melaksanakan tugas dengan baik. Sampeyan pasti harus kemringet (berkeringat) nanti ngikutin Pak Pratikno ini, karena permintaannya banyak. Jadi harus siap-siap jungkir balik juga, supaya semua peluang yang ada ini tidak lewat sia-sia.


Terima kasih. 


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.
Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.


*Ditranskrip oleh Ahmad Naufa, wartawan NU Online.