Nasional

Rawan Dikorupsi, ICW Minta Dana Hibah Pilkada Diawasi

Senin, 5 Agustus 2024 | 21:00 WIB

Rawan Dikorupsi, ICW Minta Dana Hibah Pilkada Diawasi

Surat surat dalam pilkada (Foto: NU Online Jatim)

Jakarta, NU Online
Indonesian Corruption Watch (ICW) mengungkapkan kekhawatiran terkait potensi korupsi dalam pengelolaan dana hibah untuk pemilihan kepala daerah (pilkada). Berdasarkan pemantauan ICW, pada tahun 2023, terdapat 17 kasus korupsi yang ditangani oleh aparat penegak hukum, sebelas di antaranya melibatkan korupsi dana hibah pilkada dengan total kerugian mencapai Rp 38,2 miliar.


"Kasus korupsi dana hibah pilkada marak terjadi. Negara berpotensi merugi hingga miliaran rupiah dan integritas pilkada tercoreng. Perlu ada pengawasan yang ketat," tulis keterangan ICW (https://antikorupsi.org/id/dana-hibah-pilkada-rawan-korupsi-pengawasan-harus-diperketat) dikutip NU Online, Senin (5/8/2024).


ICW menekankan perlunya pengawasan ketat terhadap anggaran pilkada, terutama menjelang pilkada serentak 2024 yang diperkirakan akan menghabiskan anggaran publik sebesar Rp 41 triliun. Anggaran ini hampir dua kali lipat dibandingkan biaya pilkada sebelumnya yang mencapai Rp 20,4 triliun pada 2020, Rp 15,15 triliun pada 2018, dan Rp 5,9 triliun pada 2017.


"Dana hibah Pilkada sendiri dialokasikan melalui APBD masing-masing daerah. Sesuai ketentuan Pasal 166 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, dinyatakan bahwa pendanaan kegiatan pilkada dibebankan kepada APBD dan dapat didukung oleh APBN," jelas ICW. 


Ia menambahkan, pendanaan yang berasal dari APBD itu dituangkan dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dengan alokasi pendanaan pilkada masing daerah berasal dari tahun anggaran 2023 sebesar 40% dan tahun anggaran 2024 sebesar 60 persen.


Lebih lanjut, ICW menerangkan bahwa dana hibah tersebut disalurkan kepada KPU dan Bawaslu provinsi untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, serta KPU dan Bawaslu kabupaten/kota untuk pemilihan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota. 


Hingga pertengahan Juli 2024, ICW melansir realisasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi NPHD sudah mencapai 76,9% dengan total dana sebesar Rp 22,11 triliun dari 541 daerah. Dana hibah untuk Bawaslu daerah mencapai Rp 6,31 triliun, sementara untuk TNI disalurkan sebesar Rp 567,43 miliar dan untuk Polri sebesar Rp 1,71 triliun.


ICW mengingatkan bahwa anggaran publik, terutama yang berjumlah besar, sangat rawan terhadap penyalahgunaan. Kasus-kasus korupsi anggaran publik sering melibatkan banyak pihak dan dapat membuka ruang bagi konflik kepentingan, terutama dari kepala daerah atau pejabat yang berwenang dalam pengelolaan anggaran.


"Kerentanan ini patut disikapi serius, terlebih telah ada banyak kasus penyelewengan anggaran pilkada pada tahun-tahun sebelumnya," tulis ICW lebih lanjut.


Praktik korupsi, Lanjut ICW, dalam pemilu dapat merusak kualitas penyelenggaraan pemilu dan menghilangkan kepercayaan publik terhadap pejabat yang terpilih. Selain itu, praktik korupsi pada masa pemilu dapat memicu mata rantai korupsi yang lebih luas.


Malahan, ICW menegaskan bahwa praktik korupsi dalam pemilu akan menggerus kualitas penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Sehingga, praktik lancung itu berpotensi menghilangkan kepercayaan publik terhadap pejabat yang dihasilkan melalui kontestasi tersebut.


"Oleh karena itu, penting untuk mendorong komitmen dan integritas seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pilkada termasuk pemerintah daerah, KPU dan Bawaslu di daerah. Selain itu, peran pengawasan dan dorongan transparansi anggaran Pilkada perlu dilakukan oleh aparat penegak hukum, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dan publik luas."