Nasional

Soal Survei PPIM, Ini Kata Yayasan Cahaya Guru

Rabu, 17 Oktober 2018 | 08:45 WIB

Jakarta, NU Online
Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu menilai, hasil penelitian yang dilakukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta tentang sikap dan pandangan keagamaan guru di Indonesia merupakan sebuah peringatan bagi dunia guru. Namun, ia juga menegaskan, masih ada banyak guru di seluruh pelosok Indonesia yang moderat. 

“Terima kasih kita sudah diingatkan bahwa ada pelita (guru) yang meredup. Sebaliknya, saya juga ingin menegaskan bahwa ada di pelosok sana ada pelita-pelita yang masih bersinar terang. Tugas kita semua adalah untuk menemukannya,” kata Henny di sela acara Peluncuran Survei PPIM 2018: Pelita Yang Meredup, Potret Keberagamaan Guru di Indonesia di Jakarta, Selasa (16/10).

Terkait survei PPIM ini, Henny mengaku tidak hendak menyangkalnya karena survei tersebut dilaksanakan dengan metode yang ilmiah dan akademik sehingga dapat dipertanggungjawabkan.


Bagi Henny, yang terpenting adalah bagaimana melakukan upaya-upaya untuk mengimbangi hasil survei tersebut agar guru-guru di Indonesia bersikap moderat, dan terhindar dari sikap intoleran dan radikalisme. 

Henny menyebutkan, ada beberapa langkah yang harus ditempuh. Pertama, mengingatkan penyelenggara pendidikan tentang prinsip-prinsip menyelenggarakan pendidikan. Dalam Pasal 4 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa para penyelenggara pendidikan harus menjunjung tinggi hak asasi manusia, tidak diskriminatif, demokratis, menjunjung nilai-nilai keagamaan, serta menjunjung kemajemukan dan budaya bangsa.

“Pertanyaannya adalah apakah para penyelenggara termasuk guru-guru pernah diajak melihat kembali pasal ini,” katanya.

Dia menuturkan, kalau seandainya guru diajak untuk kembali ke pasal tersebut maka hasil survei PPIM bisa diantisipasi dan diimbangi. Semua orang termasuk guru memiliki potensi untuk bersikap intoleran, namun jika mereka memahami pasal tersebut dengan baik maka intoleransi bisa ditekan.


Henny menambahkan, untuk mengimbangi hasil survei tersebut maka guru-guru harus dipertemukan dengan pemeluk agama lain untuk berdiskusi dan berdialaog langsung. Sehingga penilaian mereka terhadap pemeluk agama lain didasarkan pada pengalaman sendiri, bukan pada sumber yang valid kebenarannya. 

Tidak hanya itu, lanjut Henny, narasi tandingan yang bernuansa Islam moderat juga harus dimasifkan. Islam sangat menjunjung kemanusiaan, di atas perbedaan agama, ras, budaya, dan lainnya. Oleh karenanya, seorang Muslim harus menghormati dan menoleransi ‘yang lain.’

“Kita perlu membangun narasi-narasi ini. Kita perlu menggunakan terminologi yang tepat dan bersahabat pada para guru,” urainya.


PPIM mengadakan survei tentang sikap dan pandangan guru di Indonesia dalam rentang waktu antara 6 Agustus hingga 6 September 2018. Total sampel guru yang disurvei mencapai 2.237 orang dari 34 provinsi di Indonesia. Target populasi survei adalah guru Muslim di sekolah atau madrasah pada tingkat TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. 

Hasil survei menunjukkan sebanyak 63,07 persen guru di Indonesia memiliki opini intoleran terhadap pemeluk agama lain (IAT). Sementara, dari data kuesioner ada 56,90 persen guru yang beropini intoleran. Sementara itu, sebanyak 37,77 persen memiliki intensi aksi intoleran terhadap pemeluk agama lain jika ada kesempatan.

Sementara dalam hal opini radikal, survei menunjukkan kalau 46, 09 persen guru memiliki opini radikal terhadap non-Muslim. Dan sebanyak 41,26 persen guru berkesempatan melakukan intensi aksi radikal jika ada kesempatan. (Muchlishon)