Oleh: A. Mustofa Bisri
Sebagai orang yang dibesarkan di pesantren, sama sekali saya tidak kaget mendengar pesantren dikait-kaitkan oleh pejabat tinggi negeri ini dengan teroris. Kita maklum belaka kebiasaan berpikir lugu kebanyakan petinggi kita yang gampang mengait-ngaitkan masalah dan suka dengan spontan menunjuk-nunjuk pihak lain. Inilah cara yang paling sederhana untuk menghindar dari dan sekaligus menunjukkan tanggung jawab. Bahkan saya tidak kaget kalau spontanitas sederhana pejabat tinggi itu kemudian menjadi semacam kebijaksanaan yang diikuti membabi-buta oleh bawahan-bawahannya. Saya juga tidak kaget kalau pada gilirannya pers meramai-kembangkan hal itu.
<>Boleh jadi petinggi yang bersangkutan memang mendengar pengakuan salah satu atau beberapa pelaku teror yang tertangkap, atau melihat dokumen yang ditemukan yang menunjukkan bahwa ada tersangka teroris yang mengaku jebolan pesantren. Apalagi bila pejabat tinggi itu termasuk yang termakan opini bahwa sumber teror adalah dari pemahaman ajaran Islam, maka pesantren yang diketahui merupakan tempat pendidikan agama Islam akan tampak logis dijadikan kambing hitam.
Saya yakin semua orang tahu bahwa saat ini jenis pesantren banyak sekali. Bahkan āseiring banyaknya kiai tibanā banyak pula pesantren tiban. Dan pesantren yang disebut āsalafā ākatakanlah pesantren yang āasliāā baik yang kemudian menamakan diri sebagai pesantren modern atau yang disebut orang tradisional, sudah memiliki jati diri sendiri yang tidak mudah dikagetkan oleh kepanikan orang --termasuk pejabat-- yang panikan.
Sejak mula pesantren āsalafā meyakini suatu akidah pemikiran ahlussunnah wal jamaah yang bercirikan tawassuth wal iātidaal, tengah-tengah dan jejeg, dengan missi melanjutkan missi Rasululullah SAW rahmatan lil āaalamiin, menebar kasih sayang ke semesta alam. Pesantren yang masih merupakan mayoritas ini, masih dipimpin dan diasuh oleh kiai-kiai ādengan sedikit pengecualian-- yang yanzhuruuna ilal ummah bi āainirrahmah, yang memandang umat dengan mata kasih sayang. Bersikap lemah lembut kepada sesama seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.
Ajarannya juga masih tetap Addiinu annashiihah liLlahi walikitaabihi walirasuulihi waliaimmatil muslimiin waāaammatihim, berlaku baik terhadap Allah dengan membenarkan keyakinan dan ikhlas beribadah kepadaNya; berlaku baik terhadap kitabNya dengan mempercayai dan mengamalkan isinya; berlaku baik terhadap rasulNya dengan mempercayai risalahnya dan mengikuti ajaran dan perintahnya; berlaku baik terhadap para pemimpin dengan mentaati mereka dalam kebenaran dan menasehati mereka bila nyeleweng; berlaku baik terhadap umumnya umat dengan menunjukkan kebaikan kepada mereka dalam urusan dunia maupun akherat.
Namun kalangan pesantren ātermasuk organisasinya seperti RMI dan NUābisa mengambil hikmah dari dikait-kaitkannya pesantren dengan terorisme ini. Minimal hal ini dapat menyadarkan mereka bahwa ketika dunia dikuasai āideologi-ideologiā ekstrem seperti sekarang, āideologiā mereka yang tawassuth wal iātidaal berasaskan kasih sayang sangat sangat dibutuhkan. Dan pada gilirannya mendorong mereka untuk lebih menampilkan jati diri mereka sebagai pelopor pemikiran dan sikap jejeg dan tengah-tengah, menebarkan rahmatan lilāaalamiin; serta lebih aktif menjelaskan pemahaman yang benar tentang ajaran Rasulullah SAW melalui lisan, tulisan, maupun tindakan, tidak saja kepada pihak luar, tapi juga kepada kalangan sendiri yang masih belum benar-benar bisa memahami samhatal Islam, kelapangan Islam.
Kalangan pesantren mesti mengkaji ulang dan memperbaiki cara mereka mulang dan memberi pengajian. Karena ternyata belakangan banyak konsep-konsep keliru yang laris manis justru karena dikemas dan diajarkan dengan cara yang canggih. Soal ājihadā misalnya. Ternyata istilah yang sudah āmaālumun fiddiini bidhdharurahā di kalangan pesantren ini, kini masih ada yang mempersoalkan atau dipersoalkan lagi akibat adanya pemahaman baru yang bukan saja merusak maknanya, tapi juga merusak citra Islam itu sendiri.
Bukan saja jihad diartikan hanya sebagai qitaal, perang, tapi jihad dan qitaal itu sendiri sudah tercerabut dari gandengannya yang tidak boleh dipisahkan: fii sabiiliLlah. Qitaal āfii sabiiliLlah sekalipun-- yang tidak mengikuti jalan Allah, sama saja dengan teror! Sama dengan amar-makruf-nahi-munkar yang seharusnya dilakukan secara makruf, kini sudah ada yang melakukannya dengan cara yang mungkar; demikian juga jihad sudah ada yang melucuti sabiiliLlah-nya. Berjuang di jalan Allah tanpa mengindahkan jalan Allah. Jihad dengan Quran --sebagaimana difirmankan Allah āWajaahidhum bihi jihaadan kabiiranā ,āBerjuanglah terhadap mereka dengannya (Quran) dengan jihad yang besarā (Q. 25: 52)ā yang me
Terpopuler
1
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
2
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
3
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
4
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
5
PBNU Terima Audiensi GAMKI, Bahas Isu Intoleransi hingga Konsensus Kebangsaan
6
Kisah Di Balik Turunnya Ayat Al-Qur'an tentang Tuduhan Zina
Terkini
Lihat Semua