Warta HALAQOH II PRA-MUNAS DAN KONBES

Betapa Gamangnya Menghadapi Globalisasi

Sabtu, 8 Juli 2006 | 13:01 WIB

Jakarta, NU Online
Globalisasi yang ditandai dengan lintas-batasnya negara-negara, liberalisasi, internasionalisasi dan universalisasi adalah perubahan besar tata dunia. Persoalannya bukan lagi apakah globalisasi sebuah keniscayaan, akan tetapi bagaimana menghadapi itu.

Sesi kedua Halaqoh II Pra-Munas dan Konbes di Jakarta, Sabtu (8/7), membuka kembali perbincangan tentang globalisasi, universalisme dan HAM dalam perpektif NU. Bertindak sebagai pembicara, Guru Besar UIN Qodri Azizi, Ketua PBNU Fajrul Falakh dan KH. Hasyim Muzadi.

<>

Mengawali pembicaraan, Qodri Azizi mengungkapkan, globalisasi adalah proses yang dialami oleh sebuah peradaban besar bernama dunia. Kekhawatiran bahwa globalisasi adalah proyek besar negara-negara Barat sama sekali tidak beralasan.

“Kita tak mungkin bisa setuju atau tidak menghadapi globalisasi. Dan globalisasi itu sebenarnya netral, hanya saja Barat saat ini memang mendominasi. Dalam sejarah sebenarnya globalisasi dimulai oleh Islam pada abad pertengahan,” kata Qodri Azizi.

Fajrul Falah menyoroti beberapa persoalan penting dalam globalisasi seperti terorisme, perdagangan orang dan obat-obat terlarang, penyebaran virus dan penyakit secara mendunia, perdagangan uang dan hak milik intelektual, serta ekspor-impor limbah beracun. Menurutnya, saat ini setiap bangsa panik dengan berbagai isu yang kemudian disebut sebagai isu dunia.

Dikatakan Dosen Fakultas Hukum UGM itu, ada tiga pilihan yang mau tidak mau harus dijalani oleh setiap bangsa yang “kalah” dalam persaingan global.

“Apakah bertahan atau uzlah seperti China dulu menerapkan "tirai bambo", apakah kita beradaptasi dengan kesiapan peralatan jejaring masyarakat sipil global, atau berintegrasi dengan kemungkinan menyerah dan larut, mewarnai, atau memimpin,” kata Fajrul.

Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi berpandangan, globalisasi perlu dihadap dengan filter ketat. Menurutnya, tatanan nilai yang ada menjadi ukuran apakah suatu proses globalisasi dilanjutkan atau tidak.

“Kalau tidak bertentangan ya nggak masalah sebagai bagian dari sebuah perkembangan, bahwa kata Nabi antum a’lamu bi’umuri dunyakum (kalian lebih mengerti urusan kalian sendiri: Red),” kata Hasyim.

Qodri Azizi menyangkal. “Kita jangan berfikir filter dulu,” katanya. Keinginan untuk membuat filter dapat menghambat kemajuan. Menut Qodri, berbicara filter adalah tanda-tanda kalah dalam berkompetisi. (nam)