Warta IMPOR BERAS

Betapa Zalimnya Bulog!

Jumat, 8 September 2006 | 09:33 WIB

Yogyakarta, NU Online
Kinerja pengadaan beras Badan Urusan Logistik (Bulog) mengalami kemunduran dari waktu ke waktu. Anehnya, hal itu justru menjadi alasan untuk mengimpor beras, dan para menteri ekonomi pun sepakat. Akhir September atau awal Oktober ini dipastikan 210 ribu ton beras impor akan mengacaukan harga beras nasional.

Berdasarkan data dari Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) Universitas Gadjah Mada (UGM), pada 2006 stok beras Bulog mengalami penurunan drastis. Untuk Mei 2006 terjadi under stok. Lepas panen raya stok Bulog cuma 1.480.965 ton. Padahal pada 2005 bulog punya cadangan beras sebesar 1.827.388 ton dan pada 2004 sebesar 2.626.867 ton.

<>

“Ini fakta dasar. Bulog sendiri yang kemudian mengusulkan untuk impor, dan para menteri setuju,” kata Peneliti PSPK UGM yang juga Wakil Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta KH. Mochamad Maksum kepada NU Online, Jum’at (8/9).

Hasil kalkulus baru pengadaan beras bulog Januari 2006 sampai Agustus 2006 hanya berhasil 60,14 persen saja. Dari rencana 2.065.000 ton hanya terealisir 1.242.254 ton.

“Masalahnya Jelas. Kinerja pangan disengaja jelek agar pantas akhir 2006 ini dapat legitimasi impor. Ini sangat bodoh. Gagal stok kog malah impor. Begini kog ya ditolelir. Banyak indikasi yang menunjukkan betapa zalim dan bodohnya Bulog," kata Maksum.

Dikatakannya, hal paling ditakutkan para petani adalah dampak psikologisnya impor beras itu di pasaran. Jumlah 210 ribu ton itu tidak seberapa jika dibanding dengan surplus beras di Jawa tengah tahun ini, misalnya, yang berkisar sampai 1,5 juta ton.

“Gara-gara impor yang jumlahnya tidak seberapa itu harga harga beras dimana-mana anjlok. Di beberapa daerah ada yang harganya turun sampai Rp 400-Rp 450 per kg,” kata Maksum.

Selain itu dari pengalaman impor selama ini banyak oknum yang mendompleng kebijakan itu. Jumlah beras impor ilegal yang dimasukkan eksportir yang mendompleng kebijakan itu bisa menjadi beberapa kali lipat dari kuota impor pemerintah.

Begini-ini yang menjadi biang utamanya adalah Bulog. Jadi secra fungsional diragukan managemennya, ya dibubarkan saja atau direformasi lembaganya,” ujar Maksum. (nam)