Warta

Ngaku Berpaham Aswaja, Tapi Praktek Tak Sesuai

Rabu, 30 Agustus 2006 | 08:57 WIB

Jakarta, NU Online
Warga nahdliyyin (sebutan untuk warga Nahdlatul Ulama/NU) diminta waspada atas munculnya kelompok-kelompok yang membawa paham keagamaan baru yang marak belakangan ini. Pasalnya, tidak sedikit dari kelompok tersebut mengaku menganut paham Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja), akan tetapi dalam praktek keagamaannya sama sekali tidak mencerminkan paham yang dikenal moderat tersebut.

Demikian diungkapkan Ketua Umum Pengurus Pusat Lembaga Nahdlatul Ulama (PP LDNU) KH Nuril Huda saat membuka acara Silaturrahim Pimpinan Majelis Taklim di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (30/8).

<>

Acara bertajuk “Optimalisasi Peran Majelis Taklim dalam Memantapkan Paham Ahlussunnah Wal Jama’ah” itu digelar hasil kerja sama PP LDNU dengan PP Muslimat NU. Hadir sebagai narasumber tokoh muslimah yang juga Presiden Asosiasi Perempuan Muslim (WML) Amerika Serikat Tiye Multazim, Kepala Biro Perencanaan Departemen Agama Drs Ahmad Junaidi MBA dan Ketua PP Muslimat NU Mahfudloh Ali Ubaid.

Menurut Kiai Nuril, demikian panggilan akrabnya, kelompok-kelompok tersebut berkarakter mudah sekali menganggap bid’ah (mengada-ada), sesat, bahkan kafir terhadap nahdliyyin yang ritual keagamaannya dianggap berbeda. Padahal ritual keagamaan tersebut telah menjadi tradisi nahdliyyin yang selama ini.

“Ada yang ngaku Jama’ah Salafiyah, tetapi prakteknya keluar dari apa yang diajarkan oleh ulama-ulama salaf. Ulama-ulama salaf itu kan sangat menghargai perbedaan madzhab dalam bidang ubudiyah. Tapi golongan ini tidak mengakui (perbedaan madzhab) itu, sehingga mudah sekali mem-bid’ah-kan bahkan mengkafirkan orang lain,” terang Kiai Nuril kepada para pimpinan majelis taklim.

Oleh karena itu, lanjut Kiai Nuril, NU harus segera dilakukan upaya peneguhan kembali pemahaman sekaligus implementasi dari paham Aswaja di masyarakat. Hal itu, katanya, sangat penting agar kelompok-kelompok tersebut tidak mengusik kelestarian pemikiran dan budaya yang dikembangkan nahdliyyin melalui ajaran Aswaja.

Dalam kesempatan itu, Kiai Nuril juga mengungkapkan, kelompok-kelompok yang mengaku berpaham Aswaja itu tidak hanya berupaya mengganti tradisi keagamaan nahdliyyin. Masjid-masjid yang didirikan dan selama ini dikelola serta takmir masjidnya diisi oleh nahdliyyin mulai diambilalih dengan alasan syarat dengan ajaran bid’ah.

“Kita harus membentengi simbol-simbol NU, seperti masjid-masjid serta tradisi keagamaan NU dari upaya kelompok-kelompok lain yang mau menggeser dan menggantinya,” ungkap Kiai Nuril.

Oleh karenanya, imbuh Kiai Nuril, acara tersebut diharapkan dapat menjadi media perekat dan komunikasi antar-majelis taklim yang berbasis pemikiran dan kultur NU. (rif)