Warta

Jenazah KH Ilyas Ruhiyat Dimakamkan Pagi Ini

Rabu, 19 Desember 2007 | 00:08 WIB

Tasikmalaya, NU Online
Almarhum KH Ilyas Ruhiyat, mantan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), urung dimakamkan Selasa (18/12) malam. Berdasarkan kesepakatan keluarga, jenazahnya akan dimakamkan Rabu (19/12) pagi ini, pukul 08.00 WIB, di belakang komplek pondok pesantren (ponpes) yang dipimpinnya; Ponpes Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat.

"Berhubung masih banyak alumni serta beberapa sanak famili dan kerabat yang ingin melihat Almarhum, maka, diputuskan pemakaman besok saja. Kami akan melaksanakan pengajian sampai besok siang," ujar Abdul Chobir, menantu Almarhum, Selasa malam.<>

Kiai Ilyas—begitu panggilan akrabnya--meninggal pada pukul 16.15 di rumahnya setelah menderita sakit selama kurang lebih tiga bulan lamanya akibat menderita penyakit komplikasi dan sempat dirawat di RS Hasan Sadikin, Bandung.

Komplek Ponpes Cipasung di Jalan Raya Singaparna, Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya, dipadati para pelayat yang berasal dari para santri, alumni. Tampak pula beberapa pejabat dari lingkungan Pemkab dan Pemkot Tasikmalaya.

Suasana berduka mendalam menyelimuti wajah ketiga anak yang ditinggalkannya, yakni, Acep Zamzam Noor, Ida Nurhalida, dan Enung Nursaidah, yang secara langsung menyaksikan wafat Ayahandanya.

Kiai Ilyas bukan hanya dikenal sebagai pimpinan sebuah Ponpes Cipasung, melainkan juga ulama dan pemimpin yang kharismatik dan disegani. Almarhum mengawali karir organisasinya sebagai Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar NU Tasikmalaya pada 1954.

Konferensi Besar NU di Lampung, 1992, menetapkan Kiai Ilyas sebagai pejabat pelaksana rais aam, hingga pada Muktamar Cipasung tahun 1994 ditetapkan sebagai rais aam PBNU.

Keteguhan prinsip dari seorang ulama kerap kali diperlihatkan anak dari pasangan KH Ruhiat (alm) dan Aisyah (alm) dalam perjalanan hidupnya, seperti melakukan penolakan menjadi anggota MPR pada tahun 1992 serta menolak calon presiden yang bertamu ke rumahnya.

Kebijakan dan pemikirannya seringkali menjadikan obat penenang bagi kader NU yang beberapa kali sempat terjadi pertikaian dan pertentangan dalam penyelenggaraan musyawarah.

Acep Zamzam Noor, putra Kiai Ilyas, mengatakan, sejak sakit, komunikasi dengan ayahandanya sedikit terganggu dan setiap saat selalu dijaga keluarga dan santri-santrinya. Kebutuhan makan dan minum pun dilakukan dengan menggunakan infus. "’Kan, sempat dirawat dulu di RSHS selama dua bulan, kemudian dipindahkan ke rumah. Sampai saat ini, sudah dua bulan lamanya-lah, sedangkan dari waktu Ibu meninggal, kira-kira enam bulan lamanya," jelasnya. (okz/din)