Jakarta, NU Online
Konsep negara Islam atau khilafah islamiah yang diusulkan oleh sebagian kelompok Islam di Indonesia tidak menjamin dapat meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Jika dipaksakan, konsep ini malah menyebabkan kemajemukan di Indonesia semakin kontraproduktif. Para pemimpin Islam bertanggungjawab untuk mengelola Indonesia dalam arti yang sesungguhnya.
<>Demikian disampaikan Ketua Kajian Timur Tengah Pasca Sarjana Universitas Indonesia Dr. Luthfi Zuhdi di Pesantren Ciganjur asuhan KH Abdurrahman Wahid, Ahad (2/4). Menurutnya, negara Islam malah dapat menjauhkan umat Islam dari cita-tita agung agama Islam.
"Kalau pun nanti ada khilafah Islamiah, seperti yang diinginkan Hizbut Tahrir, nanti pemerintahan juga juga bisa ngglamor. Lihat juga bagaiman Utsman dengan khilafah islamiyahnya menempatkan keluarganya dalam posisi-posisi yang starategis di pemerintahan, sehingga membuat umat Islam yang lain merasa cemburu. Ini malah menyebabkan perpecahan umat Islam," katanya.
Luthfi menyontohkan, di Malaysia terdapat Pan Islam sa-Malaysia (PAS/Partai Islam Malaysia). Saat ini, PAS berkuasa di negara bagian Trengganu dan Kelantan dan menerapkan syariat Islam di sana. Menurutnya, Syariat Islam yang diterapkan ala negara Islam di sana tidak membawa perubahan. Umat Islam Malaysia mayoritas lebih tertarik dengan Mahathir bin Muhammad, mantan Perdana Menteri Malaysia (1981-2003) yang merupakan repsesentasi dari United Malay National Organization (UMNO). Mahathir disebut-sebut sebagai perumus peradaban Malaysia.
Lebih dari itu, demikian Luthfi Zuhdi, perbedaan persepsi di kalangan para pemuka Islam di Indonesia mengenai Islam dan Negara dapat menjadi awalan yang baik untuk merumuskan semacam peradaban Islam Indonesia. Menurut Luthfi, organisasi-organisasi Islam di Indonesia baik yang politik maupun sosial-keagamaan tidak perlu berkumpul menjadi satu untuk merumuskan program bersama.
"Kita juga tidak perlu merumuskan musuh bersama. Paling-paling itu hanya berujung pada pernyataan sikap bersama. Produktif dalam menyikapi perbedaan itu tidak harus dengan statemen. Yang penting semua pihak bergerak dan melakukan sesuatu untuk menciptakan peradaban Islam. Malaysia maju itu bukan karena statemen," kata Luthfi. (nam)
Terpopuler
1
Fadli Zon Didesak Minta Maaf Karena Sebut Peristiwa Pemerkosaan Massal Mei 1998 Hanya Rumor
2
Mendesak! Orientasi Akhlak Jalan Raya di Pesantren
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
LD PBNU Ungkap Fungsi Masjid dalam Membina Umat yang Ramah Lingkungan
5
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
6
Orang-Orang yang Terhormat, Novel Sastrawan NU yang Dianggap Berbahaya Rezim Soeharto
Terkini
Lihat Semua