Warta

Menyambung Benang Merah Hubungan Indonesia-Kamboja (1)

Kamis, 13 Maret 2008 | 22:03 WIB

Phnom Penh, NU Online
Indonesia memiliki hubungan khusus dengan Kamboja sejak masa perjuangan kemerdekaan 1953 hingga penyelesaian perang saudara 1978. Selain masalah politik, Indonesia juga memiliki peran besar dalam bidang kebudayaan yakni dalam program restorasi Candi Angkor Wat yang lapuk dimakan zaman dan rusak akibat perang. Hubungan di bidang kebudayaan ini perlu diperbesar, mengingat kedua bangsa memiliki kesamaan kultur.

Kepala bagian Kerjasama Hubungan Bilateral Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) Danan Jaya Axioma memimpin delegasi Indonesia ke Kamboja, 3-5 Maret 2008 lalu, bersama Ketua Pucuk Pimpinan Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) Abdul Mun'im DZ dan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) NU Sastrow el-Ngatawi. Kunjungan diharapkan dapat merajut kembali hubungan kultural kedua negara.<>

Indonesia dan Kamboja telah memiliki hubungan sejak abad VIII, sekitar tahun 750 M. Peningkatan hubungan budaya dengan sendirinya akan memperkuat peran politik dan pengembangan ekonomi kedua negara, termasuk untuk memperbesar hubungan persahabatan atara masyarakatnya, sehingga turisme antar kedua bangsa ikut meningkat.

Masyarakat Islam Indonesia yang tinggal di lingkungan Borobudur sangat menghormati tempat ibadah umat Budha adalah mayoritas NU yang terkenal sangat toleran. Pengalaman dan sikap ini perlu ditularkan kepada masyarakat Kamboja baik yang Budhis maupun Muslim agar bisa saling menghormati, bisa saling menghargai tempat ibadah yang kebanyakan masuk kategori cagar budaya. Kehidupan rukun dan harmoni serta kesejahteraan akan mampu menjaga keutuhan benda budaya tersebut.

Kesadaran itu akan muncul jika masyarakat diperkenalkan dengan perkembangan sejarah hubungan kedua negara. Sejak abad itu mataram menguasai seluruh Asia Tenggara termasuk Champa. Di tengah Kejayaannnya itulah Mataram mendirikan Candi Borobudur dan Mendut. Kemegahan candi ini diakui oleh seluruh dunia, maka tidak aneh kalau kemudian Raja Jayawarman II dan anaknya Suryawarman II dari Kamboja pada tahun 770 M menimba pengalaman dari Mataram untuk membangun Candi Angkor Wat yang sangat megah. Kalangan sejarawan seperti David Chandler, menganggap bahwa Angkor Wat itu merupakan pasangan dari Candi Borobudur.

Melihat kesejarahannya itu maka tidak aneh kalau pemerintah Indonesia memberi bantuan dalam restorasi Angkor Wat, termasuk mendidik para arsitek Kamboja untuk merekonstruksi bebatuan yang berserakan menjadi bangunan yang utuh indah dan megah. Negara lain tidak meiliki pengetahuan dan pengalaman ini karena tidak memiliki candi. Karena itu bangsa Indonesia bisa berbagi pengalaman dengan kamboja dalam pemeliharaan candi. Indonesia sendiri perlu mempelajari kecermatan pengelolaan candi yang dilakukan pemerintah Kamboja yang dilaksanakan secara sinergis antar berbagai departemen.

Kalangan pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) seperti disampaikan oleh Concellor KBRI Kamboja R Eko Indiarto R berharap hubungan Indonesia Kamboja tidak hanya bersikap politik antara negara, tetapi bisa berimbas pada buhungan antar masyarakat kedua negara. Justru di negara yang baru bangkit ini Indonesia bisa berperan besar dan akan memperkuat hubungan politik dan ekonomi di masa depan.

Bahkan Second Secretary KBRI Rahendro Witomo telah jauh melangkah dengan membuka Pusat Kebudayaan Indonesia dengan program kursus bahasa Indonesia, tari dan drama, diikuti oleh puluhan warga Kamboja. Mereka menunjukkan minat yang besar terhadap kebidayaan Indonesia. Masyarakat Indonesia diharapkan membantu dalam melakukan diplomasi kebudayaan ini. Selain itu Witomo juga berharap masyarakat Islam Indonesia khususnya bisa memberikan beasiswa bagi para siswa Muslim Kamboja, terutama yang berada di Kampong Cham.

Bagaimanapun Kamboja berpenduduk kecil tetapi sangat penting bagi Indonesia secara geopolitik dan kultural, termasuk bagi pengembangan ekonomi. Untuk itu Rahendro berharap dengan tersambungnya benang merah sejarah ini investasi Indonesia semakin banyak yang masuk ke Kamboja, apalagi keamanan dan peluang usaha sangat kondusif. Peningkatan kerjasama politik, militer, ekonomi dan kebudayaan akan terus dikembangkan. (mdz)