Warta KEBANGKITAN BUDAYA

Slamet Rahardjo Mengajak NU Ikut Membangkitkan Kembali Film Nasional

Selasa, 6 Mei 2008 | 01:40 WIB

Jakarta, NU Online
Dalam sebuah perbincangan di sanggar Teater Populer sebelum dimulai diskusi perfilman nasional yang diselenggarakan oleh Lingkar Imajika (Linki) akhir pekan ini, Slamet Rahardjo Djarot bintang film dan sutradara terkenal itu berbincang panjang dengan NU Online, tentang gagasananya untuk membangkitkan film nasional yang mulai runtuh sejak beberapa dasawarsa lalu.

Menurut Slamet, Teater Populer setelah ditinggal oleh pendirinya Teguh karya mengalami masa surut, padahal dulunya merupakan tempat penggalian ide-ide besar tidak hanya kalangan teater, tetapi juga kalangan film, tari, penyair, eseis dan sebagainya.<>

Kalau dulu dengan semangat perjuangan yang hebat, semua bisa memajukan seni budaya di tanah air, tetapi setelah zaman yang sangat pragmatis ini, menuurut Sutradara terkenal itu tidak ditemukan lagi orang yang mau mengabdi untuk seni budaya, apalagi hanya kumpul-kumpul untuk diskusi, menguji dan mengasah ide. Kondisi ini yang membuat kegiatan di Sanggar Teater Populer terhenti.

“Tetapi syukur Alhamdulillah di tengah masa vakum suwung ini tiba-tiba Malaikat mengirimkan seorang penyelamat pada saya” kata Slamet. “ Siapa orang itu tanya teman-teman seniman lama yang mengerumuninya. “Lha ini orangnya disamping saya” jawabnya, sambil menunjuk Arif Mudatsir Mandan. “Ini orang NU ” Slamet memperkenalkan pada teman-temanya.

“Karena itu saya berharap dia bisa menjadi seperti Djamaluddin Malik yang juga dari NU yang mempu membangkitkan film nasional di awal kemerdekaan. Pak Djamal selain kreatif juga kaya dan dermawan itu yang penting seperti Mas Arif ini ” tambah Slamet.

Penerus Teguh Karya ini memang prihatin terhadap kemerosotan mutu film nasional dewasa ini yang tidak lagi mengindahkan nilai-nilai budaya, moral dan teknis, sehingga tidak jelas karakter keindonesiaannya.

Akibatnya film Indonesia tidak ada yang mampu menggambarkan kehidupan riil masyarakat Indonesia. Padahal untuk membuat film perlu penggalian total terhadap tema yang digarap, sehingga bisa menemukan roh dari tema yang digarap, baru bisa menjadi film yang mendalam dan indah dan bermutu.

Semua ketentuan perfilman sejak dari pembuatan tema sampai penggarapan teknis saat ini sama sekali tidak dihiraukan oleh sutradara dan produser film saat ini. Karena semua ini membutuhkan waktu dan dana, sementara film saat ini maunya hanya untung tidak mau investasi dalam menggodok tema serta menyediakan saran teknik yang canggih secara teknik dalam membuat film, sehingga menarik dan enak ditonton.

Untuk itu Slamet mengajak lembaga kemasyarakatan seperti NU juga ikut meningkatkan apresiasi masyarakat pada film, seperti tahun 1960-an masyarakat NU dibawah pimpinan Idham Cholid dan KH Wahab Chasbullah bisa menempatkan para sineas besar seperti Djamaluddin Malik, Usmar Ismail dan Asrul Sani sebagai penggerak film di NU melalui Lesbumi. Sebagai orang yang berlatar belakang NU Slamet mengaku banyak berguru pada para tokoh Lesbumi dan maestro film nasional tersebut.

Strategi kebudayaan memang harus dirumuskan kembali agar semua komponen bangsa Indonesia bisa memajukan bangsa ini melalui bidang masing-masing sehingga bangsa ini bisa menjadi bangsa yang besar dan terhormat memiliki harga diri.

Slamet Rahardjo optimis langkahnya untuk membangkitkan film nasional melalui Linkar Imajika itu berjalan, kerana didukung oleh semua pihak, dari kalangan seneas sendiri maupun kalangan usaha dan politisi. (mdz)