Sosialisasi Pengaturan Menstruasi Dorong Seks Bebas
NU Online · Senin, 2 April 2007 | 12:52 WIB
Jakarta, NU Online
Pimpinan Pusat (PP) Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menolak upaya pemerintah yang akan melakukan sosialisasi pengaturan menstruasi (menstrual regulation/MR) pada para remaja. Meski sosialisasi itu dilakukan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, upaya itu bisa mendorong berkembangnya budaya seks bebas.
“Kalau disampaikan, ya pada orang yang sudah berkeluarga, pada selected person (orang-orang tertentu, Red) atau selected area (kondisi lingkungan tertentu, Red). Tapi kalau diseminarkan, lebih banyak orang yang mungkin memahaminya secara luas daripada orang yang memahaminya secara proporsional,” kata Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa kepada NU Online di Jakarta, Senin (2/4).
<>MR adalah sebuah tindakan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dengan pemberian obat tertentu sehingga perempuan yang sudah telat masa menstruasinya bisa mendapatkan kembali haidnya.
Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan itu berpendapat, sosialisasi dalam bentuk berbagai seminar dengan target kalangan remaja merupakan bentuk yang sangat halus dalam upaya mengembangkan pergaulan bebas di kalangan remaja. Selain MR, sejumlah lembaga swadaya masyarakat pendukungnya juga mengembangkan berbagai model pencegah kehamilan lainnya seperti penggunaan alat kontrasepsi darurat (morning pill) dan mendorong aborsi sebagai salah satu bentuk KB.
“Kalau itu disosialisasikan secara terus-menerus, gimana? Nanti kan timbul pandangan, Anda berzina tak apa-apa. Nanti kan bisa minum obat kalau sudah hamil. Supaya kita bisa sama-sama menjaga, jangan sampai seks bebas itu akhirnya menjadi sesuatu yang biasa-biasa saja,” papar Khofifah, begitu panggilan akrabnya.
Upaya pengesahan aborsi saat itu juga tengah getol diperjuangkan oleh sekelompok yang sama dalam revisi Undang-undang (UU) Kesehatan. Dalam UU itu, aborsi boleh dilakukan dengan syarat yang berat, yakni jika kandungan mengganggu nyawa ibu dan jelas di situ ada suami. Pelanggaran bisa dikenai denda Rp 500 juta.
“Kalau alasannya daripada bunuh diri, kan repot. Daripada mereka melakukan aborsi yang tidak aman karena kehamilan yang tidak diinginkan? Akar masalahnya kan bukan di situ, tapi seks bebas itu. Ini disebabkan aturan-aturan mengenai pornografi, pornoaksi, ini yang belum kita tata,” terang Khofifah.
Karena keprihatinan itu, Muslimat NU mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-undang Antipornografi dan Pornoaksi. Muslimat NU juga memberikan pembekalan kepada para juru dakwah agar mendapatkan informasi yang proporsional sehingga ketika mereka ketemu dengan tokoh masyarakat, bisa menjawab.
“Jangan malu mendukung RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi karena dianggap konservatif,” tandasnya. (mkf)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
4
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
5
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
6
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
Terkini
Lihat Semua