Warta

STPDN Harus Ditata Ulang atau Dibubarkan

Selasa, 23 September 2003 | 14:59 WIB

Jakarta, NU.Online
Reaksi keras masyarakat terhadap keberadaan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) semakin santer. Masyarakat meminta, sekolah yang mencetak para birokrat Indonesia, itu dibubarkan. Desakan agar STPDN dibubarkan juga bergema di parlemen Indonesia. Tidak urung Ketua DPR Akbar Tanjung, dengan bahasa yang masih halus,  meminta keberadaan STPDN untuk ditata ulang. Penataan itu, agar STPDN menghasilkan Pamong Praja yang mampu memimpin dengan baik tanpa kekerasan.

"STPDN ke depan harus ditata ulang dan penataannya harus dikaitkan dengan IIP (Institut Ilmu Pemerintahan)," ujar Akbar kepada waratwan di gedung DPR/MPR di Jakarta, Selasa (23/9).

<>

Menurut Akbar, penataan tersebut bukan berarti pemerintah lepas tangan dari tanggungjawab atas kasus kekerasan yang terjadi di STPDN. Akbar menyerahkan sepenuhnya tindakan kepada pemerintah. “Ya kita percayakanlah masalah ini kepada pemerintah untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini depdagri harus bisa menuntaskan kasus tersebut dengan baik. Yang penting unsur kekerangan harus dihilangkan supaya menghasilkan pamong praja yag baik,” pinta Akbar.

Meski begitu, dirinya menyatakan STPDN belum perlu dibubarkan. Tapi ia setuju pemimpin STPDN harus dicopot dari jabatannya. Akbar menginstruksikan, Komisi II DPR RI yang menangani bidang hukum agar memanggil pimpinan STPDN untuk mengklarifikasi dan mempertanggung kasus kekerasan yang menyebabkan kematian yang sebenarnya sudah berlangsung lama di sekolah itu.

Hal senada dikemukakan Wakil Ketua DPR RI AM Fatwa. Menurutnya, sebenarnya sejak tahun 1999 sudah ada rencana merger antara STPDN dan IIP namun entah mengapa hal itu sampai sekarang belum juga dilakukan.

“Peleburan STPDN dengan IIP adalah jalan terbaik. Jadi secara keseluruhan pemerintah dapat mengevaluasi lagi model sekolah-sekolah binaan departeman, agar melahirkan para birokrat yang baik,”  ujar Fatwa menerima seorang staf pengajar STPDN Inu Kencana Syafei di gedung MPR/DPR Selasa (23/9). Namun sebelum itu, kata Fatwa, tindakan pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah mencopot Ketua STPDN Sutrisno bukan membentuk caretaker.  “saya pikir, pencopotan pimpinan STPDN  itu langkah yang baik,” katanya.

Fatwa juga meminta, kegiatan citivis akademika di STPDN untuk sementara dihentikan. Hal itu agar terdapat suasana tenang di STPDN. “Sekarang ini kuliah jadi tidak tenang karena ada pro dan kontra," paparnya. Selain itu penghentian sementara perkuliahan itu dimaksudkan agar tidak terjadi penghilangan jejak atau bukti oleh pimpinan maupun mahasiswa terkait kasus kekerasan yang sedang dalam penyelidikan aparat itu.

Selain dijajaran pimpinan DPR, tidak ketinggalan para anggota DPR juga menyetujui ketua STPDN Sutrisno agar mundur. Sutrisno dinilai telah gagal dalam mengelola STPDN. Sebab hampir setiap penyelenggarakan ospek (orientasi perkenalan kampus), terjadi tindak kekerasan oleh para praja senior sekolah itu.

Di tempat terpisah, KH. Nuril Huda dari FKB berpendapat, terjadinya aksi kekerasan di lembaga pendidikan, itu disebabkan karena minimnya pendidikan agama yang diberikan sekolah kepada siswa didik.  "Mereka yang suka berkelahi itu karena mereka tidak mendapatkan pendidikan agama. Kalau agamanya mantap, insya Allah tidak terjadi apa-apa," urai ketua PP Lembaga Da'wah Nahdlatul'Ulama ini.

Pendiri PMII ini mencontohkan, di Indonesia ada ribuan pesantren, dan santrinya juga diasramakan, namun tidak pernah terjadi kekerasan. "Karena itu saya mengusulkan perlu adanya pendidikan agama di STPDN. Jika memang sudah ada, maka praktek beragama juga harus ditekankan dalam kehidupan sehari-hari," tandasnya. (Cih/S_by)