Balitbang Kemenag

Menengok Kiprah Keagamaan Suku Bugis di Timur Nusantara

Jumat, 17 April 2020 | 14:15 WIB

Menengok Kiprah Keagamaan Suku Bugis di Timur Nusantara

Masyarakat suku Bugis pada sebuah acara. (Foto: indonesia.go.id)

Suku Bugis merupakan salah satu suku yang ada dan cukup terkenal di Indonesia. Suku yang tidak asing lagi ini memiliki karakter yang kuat dalam menjalankan adat-istiadat serta kebudayaannya. Perlu diketahui juga bahwa suku Bugis adalah kelompok etnik yang berasal dari Sulawesi Selatan. Mungkin sebagian orang mengenal suku Bugis dengan uang Panai-nya saja. Padahal, suku Bugis lebih dari itu, karena memiliki banyak kebudayaan yang sangat kental dan kemungkinan tidak semua orang mengetahuinya.
 
Dalam hal berpetualang  atau migrasi, misalnya, suku Bugis memiliki track record yang cukup luas. Katakan saja seperti Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, Australia, Madagaskar, Afrika Selatan, dan kemungkinan masih ada beberapa tempat yang menjadi tempat singgah suku Bugis dalam perantauannya termasuk di Nusantara sendiri. Kepiawaian suku Bugis dalam berpetualang tentu dapat memengaruhi setiap tempat yang disinggahi.
 
Pada penelitian Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2019, ditemukan pengaruh migran suku Bugis di Kawasan Timur Indonesia, khususnya dalam bidang pengembangan pendidikan keagamaan Islam. Objek peneliti adalah komunitas migran Bugis di beberapa desa atau kelurahan yang tersebar di Kawasan Timur Indonesia. Sebut saja Kelurahan Tanjung Selor Hilir di Bulungan, Kalimantan Utara; Kelurahan Bugis, dan Kelurahan Bajang di Berau, Kalimantan Timur. Kemudian, Kelurahan Wosi Kampung Bugis di Papua Barat; Kelurahan Koperapoka di Timika, Papua; Desa Lalowura dan Kelurahan Lampopala di Sulawesi Tenggara; Kelurahan  Pateten I di Bitung, Sulawesi Utara; Kelurahan Pasang Kayu di Sulawesi Barat; dan Kelurahan Namaelo di Maluku.

Para peneliti dalam kajian ini lebih menfokuskan pada sumbangsih migran Bugis di daerah tersebut, baik pendidikan formal maupun non-formal bidang pendidikan keagamaan Islam. Suku Bugis di daerah yang dimaksud adalah suku Bugis asli maupun suku Bugis keturunan yang telah menetap pada daerah tersebut.
 
Pengamatan yang dilakukan peneliti dalam penelitiaan ini merupakan pengamatan langsung, serta wawancara pada penduduk setempat berdarah Bugis. Tentang peran suku Bugis dalam mengelola rumah ibadah yang juga difungsikan menjadi sarana edukasi penyelenggaraan pendidikan keagamaan dalam bentuk mengaji tudang (kajian kitab dengan posisi duduk), pendidikan Al-Qur'an, majelis taklim, dan sebagainya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumen dalam pengumpulan datanya. 
 
Temuan peneliti cukup mencengangkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku Bugis telah berada di daerah kawasan timur Indonesia semenjak puluhan bahkan ratusan tahun yang lalu. Migrasi ini terus berlanjut hingga dalam suatu daerah yang dituju menjadi suatu kawasan komunitas suku Bugis.
 
Mungkin sebagian pembaca menganggap pembentukan komunitas suku di daerah dianggap hal yang biasa. Namun, perlu diketahui bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku Bugis dapat dengan mudah diterima dengan baik oleh masyarakat setempat.
 
Ada beberapa prinsip luhur yang dipegang teguh oleh suku Bugis; yakni lempu (jujur), warani (keberanian), sipakatau (saling menghargai), dan reso (keuletan dalam berusaha). Empat prinsip tersebut merupakan hal dasar yang ada di setiap jiwa suku Bugis. Sehingga, suku Bugis dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan yang dituju menggunakan prinsip yang tertanam dalam diri migran suku Bugis.
 
Prinsip-prinsip tersebut menjadi modal utama suku Bugis untuk mengembangkan pola plural (beragam) yang Islami, adaptif serta komunikatif. Dampaknya, penerimaan suku Bugis di daerah-daerah tersebut terhadap warga lokal menjadi hal yang niscaya. Hal tersebut juga membuat masyarakat lokal menjadi nyaman hidup beriringan dengan suku Bugis. Walaupun, dalam suku maupun budaya terdapat perbedaan. 
 
Pada umumnya suku Bugis banyak bergerak di bidang perdagangan. Tapi, perlu diketahui bahwa migran Bugis juga berprofesi sebagai petani, pekebun, nelayan, pengembangan infrastruktur, bahkan menjadi PNS dan aparat penegak hukum. Hal demikian membuat suku Bugis semakin eksis di daerah yang berimplikasi pada pengembangan keagamaan Islam di daerah tujuan migrasi.
 
Kesuksesan suku Bugis dalam bidang perekonomian memberikan dampak yang baik pada pengembangan keagamaan Islam. Hasil penelitian mengungkap bahwa suku Bugis menjadi penggerak utama pengembangan keagamaan Islam di daerah migrasi. Banyak peran yang dipegang oleh suku Bugis di daerah, seperti sebagai fasilitator, motivator atau eksekutor, dan bahkan menjadi ketiganya sekaligus dalam pembinaan pengembangan keagamaan Islam di daerah.
 
Salah satu rekomendasi dari penelitian ini adalah bahwa keturunan suku Bugis yang berada di perantauan perlu terorganisir, agar harapan yang ingin dicapai menjadi sukses. Peneliti juga menambahkan bahwa daftar desa yang membutuhkan mubaligh Bugis perlu diteruskan ke Ikatan Mesjid Mushalla Indonesia Mutthahidah (IMMIM) dan lembaga dakwah lainnya.
 
Penulis: Nury Khoiril Jamil
Editor: Kendi Setiawan