Daerah

Kiai Khairudin: Pancasila, Wujud Moderasi Islam di Indonesia

Sabtu, 25 Januari 2020 | 11:30 WIB

Kiai Khairudin: Pancasila, Wujud Moderasi Islam di Indonesia

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung KH Khairuddin Tahmid saat menjadi pembicara pada Akademi Dai Wasathiyah angkatan ke-1. (Foto:NU Online/Faizin)

Pringsewu, NU Online
Pancasila telah menjadi moral bangsa yang memberikan suplemen kekuatan dan fondasi sebagai acuan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Manfaat besar yang dapat diambil dari eksistensi Pancasila di antaranya adalah mampu meredam gesekan dan konflik di tengah keragaman yang merupakan sunnatullah. 
 
Pancasila adalah motivator bagi bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan himmah (cita-cita) dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air. Namun di tengah optimisme bangsa yang berlandaskan Pancasila, masih saja ada oknum-oknum yang merongrong dan menebarkan pesimisme terhadap konsep pandangan hidup bangsa ini.
 
Hal ini dijelaskan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung KH Khairuddin Tahmid saat menjadi pembicara pada Akademi Dai Wasathiyah angkatan ke-1 yang diselenggarakan oleh MUI Kabupaten Pringsewu di Aula Kantor NU Pringsewu, Sabtu (25/1).
 
Oknum ini melihat Pancasila hanya dijadikan sebuah simbol semata dan mencoba mempengaruhi warga negara untuk beralih kepada pandangan hidup lain. 
 
"Saat ini bisa kita nilai sendiri bagaimana beberapa kelompok memanfaatkan isu-isu keagamaan untuk memecah belah bangsa demi tujuan dan kepentingan mereka. Masyarakat disuguhi dengan ide-ide bernada sentimen dan pesimistis untuk mengubah tatanan yang sudah diwariskan oleh para pendiri bangsa," jelasnya.
 
Padahal Pancasila menjadi bukti nyata dari moderasi Islam di Indonesia. Karena sejatinya sejak Indonesia merdeka pada 1945, para ulama yang merupakan bagian penting dari pendiri negara Indonesia, telah sepakat bahwa Indonesia bukanlah wilayah perang (daar al-harb) melainkan merupakan wilayah damai (daar as-sulhi), wilayah aman (daar as-salam) dan wilayah dakwah (daar ad-dakwah).
 
"Pancasila dan agama (Islam) bukan untuk dipertentangkan, bukan untuk dipisahkan. Pancasila itu dasar negara, agama (Islam) itu aqidah yang harus kita pedomani," katanya.
 
Tantangan Dakwah di Era Keterbukaan
Pasca reformasi tahun 1998, kebebasan menyampaikan pendapat dan berekspresi di Indonesia semakin longgar. Tumbuhnya iklim keterbukaan di masyarakat, baik dalam menyampaikan dan menerima pendapat dan informasi.
 
Kebebasan tersebut memiliki dampak positif sekaligus negatif. Dampak positifnya, masyarakat semakin maju dan bisa beradaptasi dengan perubahan yang sangat dahsyat bila masyarakat memiliki filter informasi yang diterima. 
 
"Dengan filter tersebut masyarakat akan semakin matang dan kuat dalam melakukan internalisasi nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan," lanjutnya Rais Syuriyah PWNU Lampung ini.
 
Dampak negatifnya, iklim kebebasan akan menjadi pasar bebas beredarnya gagasan, ideologi, pemahaman keagamaan maupun informasi negatif lainnya, seperti masuknya paham radikal.
 
Ini menjadi tantangan sendiri agar para dai dapat memahami peta perkembangan zaman sehingga mampu membuat formulasi yang tepat untuk menghadapinya. 
 
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Syamsul Arifin