Internasional

Di Pakistan, Hari Santri Diperingati dengan Seminar Kebangsaan

Rabu, 30 Oktober 2019 | 02:00 WIB

Di Pakistan, Hari Santri Diperingati dengan Seminar Kebangsaan

Seminar kebangsaan dengan tema ‘Peran Santri untuk Negeri’ oleh PCINU Pakistan. (Foto: NU Online/Yuniarti Tri Setiawati)

Islamabad, NU Online
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya umat Islam khususnya para santri dan ulama mempunyai andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Melalui Resolusi Jihad yang dipelopori KHM Hasyim Asy'ari 22 Oktober 1945, karenanya tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Santri. 
 
Demikian disampaikan Ketua Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Pakistan Zulkifli Reza Fahmi saat membuka acara seminar kebangsaan dengan tema ‘Peran Santri untuk Negeri’. Kegiatan diadakan dalam rangka memperingati Hari Santri, Ahad (27/10) di aula Khubaib Fondation Sektor I-10 Islamabad. 
 
Menurutnya, sebuah negara yang dahulunya terjajah kemudian merdeka, maka kemerdekaaan tersebut tentunya tidak serta merta datang dengan sendirinya, namun di sana ada usaha bagaimana memerdekakan negara tersebut. 
 
"Maka, melalui seminar ini kita mencoba menggali apa saja yang melatarbelakangi kemerdekaan Indonesia, utamanya peran dari kalangan santri dan kiai," katanya.
 
Acara dihadiri kader NU di Pakistan, pengurus Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) dan perwakilan dari ormas Islam seperti Muhammadiyah, Persis, IKPM dan lainnya.
 
Seminar kebangsaan ini dibagi menjadi tiga sesi. Sesi pertama; Peran Santri dalam Kemerdekaan Indonesia, yang disampaikan Kolonel, Kav. Dody Mukhtar Taufik Kepala Kantor Atase Pertahanan RI KBRI Islamabad. 
 
Sesi kedua yakni, Peran Santri dalam Dunia Diplomasi yang disampaikan Zulfikar Alamsyah selaku pejabat KBRI Islamabad. Dan sesi ketiga, Peran Santri dalam Dunia Wirausaha, yang disampaikan Faishal Agha Farseen, mahasiswa International Islamic University Islamabad (IIUI).
 
Kolonel Dody, dalam pemaparannya menyampaikan bahwa ulama dan santri merupakan tulang punggung mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Puncaknya adalah resolusi jihad dari KHM Hasyim Asy’ari yang membakar semangat mempertahankan kemerdekaan hasil proklamasi. 
 
"Pergerakan kemerdekaan Indonesia bertabur nama besar ulama dan santri pejuang karena memang kesadaran hubbul wathan minal iman diajarkan di pesantren sejak dulu," katanya. 
 
Lebih lanjut ia mengingatkan bahwa sejarah perjuangan ulama dan santri juga dapat dilihat dari munculnya ide Pancasila sebagai ideologi dasar negara Indonesia yang merupakan hasil pemikiran dan perenungan para ulama saat itu.
 
Selanjutnya ia berpesan kepada para hadirin yang mayoritas adalah para santri untuk mengisi kemerdekaan dalam rangka menghormati jasa ulama terdahulu dengan menjaga gaya hidup santri itu sendiri. 
 
"Gaya hidup santri baik itu yang humanis, mandiri, inklusif, sederhana dan toleran. Itu harus senantiasa terpancar dalam kegiatan sehari-hari," ungkapnya. 
 
Hal lain yang harus dilakukan di tengah arus globalisasi ini santri jangan sampai kehilangan jati dirinya sebagai Muslim yang berakhlakul karimah. Juga menguasai teknologi, meningkatkan kompetensi, selalu menjadi penyejuk di masyarakat, dan senantiasa menjaga budaya Indonesia.
 
Di sesi kedua Zulfikar Alamsyah memaparkan tentang langkah sederhana menjadi diplomat, tugas, dan tantangan sebagai diplomat santri.
 
Dan di sesi ketiga, Faishal Agha Farseen menjelaskan tentang dunia usaha yang digeluti, serta tantangan menjadi seorang pengusaha santri. 
 
“Untuk menjadi seorang pengusaha, kita harus menerapkan jiwa santri dengan mencari keridhaan Allah, bukan hanya mencari untung yang banyak," urainya.
 
Acara diakhiri dengan pengumuman hasil lomba menulis opini tentang Peran Santri untuk Negeri yang dimenangkan oleh Faras Abyan Aziz Mahasiswa IIUI Fakultas Ekonomi sebagai juara I, dan Faradilla Rieka Aulia Mahasiswi IIUI Fakultas Ushuluddin sebagai juara II. 
 
 
Kontributor: Yuniarti Tri Setiawati
Editor: Ibnu Nawawi