Israel Klaim Izinkan Bantuan Lewat Udara, Kematian Anak-Anak Gaza karena Kelaparan Terus Melonjak
Senin, 28 Juli 2025 | 15:30 WIB
Jakarta, NU Online
Militer Israel mengklaim bahwa pasukan mereka telah memulai dan mengizinkan pengiriman bantuan terbatas melalui udara ke Jalur Gaza pada Sabtu malam.
"Malam ini, IDF akan melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan melalui udara, sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk memungkinkan dan memfasilitasi masuknya bantuan ke Gaza," tulisnya dalam postingan akun X Israeli Air Force, dikutip NU Online pada Senin (28/7/2025).
Pihaknya mengatakan bahwa operasi pengiriman bantuan kemanusiaan melalui udara akan dilakukan dengan koordinasi bersama organisasi bantuan internasional dan IDF, dipimpin oleh COGAT dan IAF. Pengiriman bantuan tersebut mencakup tujuh palet bantuan yang berisi tepung, gula, dan makanan kaleng yang disediakan oleh organisasi internasional.
Melansir Anadolu, pernyataan Israel itu keluar di tengah meningkatnya tekanan regional dan internasional terhadap Tel Aviv untuk mengizinkan bantuan masuk ke daerah kantong tersebut, karena semakin parahnya kelaparan di Gaza dan peringatan akan kematian massal yang mengancam lebih dari 100 ribu anak-anak.
Sebelumnya pada Sabtu, Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini menyebut gagasan pengiriman bantuan melalui udara ke Gaza sebagai pengalihan perhatian dan tirai asap untuk mengalihkan perhatian dari skala sebenarnya bencana kemanusiaan tersebut.
Dilansir BBC, Lazzarini mengatakan bahwa pengiriman bantuan melalui udara mahal, tidak efisien, dan dapat membunuh warga sipil yang kelaparan jika tidak berjalan sesuai rencana.
Ia juga mengatakan bahwa organisasinya memiliki setara 6.000 truk di Yordania dan Mesir yang menunggu untuk memasuki Gaza, dan mendesak Israel mencabut pengepungan, membuka gerbang, serta menjamin pergerakan yang aman serta akses yang bermartabat bagi orang-orang yang membutuhkan.
Seorang pria yang tinggal di wilayah utara Jalur Gaza, yang tidak berkenan disebut namanya, menyebut bahwa proses tersebut tidak aman dan menyebabkan banyak tragedi ketika upaya bantuan serupa dicoba tahun lalu.
"Ketika bantuan dijatuhkan dari udara, risikonya jatuh langsung di tenda, dan berpotensi menyebabkan cedera serius, termasuk cedera atau bahkan kematian," ujarnya.
Konsesi Israel tersebut menyusul diterimanya rencana Yordania dan UEA, yang didukung Inggris, untuk mengirimkan bantuan melalui udara ke Gaza.
Namun, lembaga-lembaga bantuan mengatakan langkah-langkah tersebut tidak akan banyak membantu meringankan kelaparan warga Gaza.
Kematian bayi di Gaza
The Associated Press memberitakan, seorang ibu memberikan ciuman terakhir kepada putrinya yang berusia 5 bulan dan menangis tersedu-sedu. Bayi Esraa Abu Halib kini beratnya lebih ringan dibandingkan saat ia lahir.
Di jalan yang cerah di Gaza yang hancur, bungkusan berisi Zainab Abu Halib merupakan kematian terbaru akibat kelaparan setelah 21 bulan perang dan pembatasan bantuan Israel.
Esraa, sang ibu, mengatakan berat badan bayi perempuannya itu lebih dari 3 kilogram (6,6 pon) saat lahir. Sementara saat meninggal, berat badannya kurang dari 2 kilogram (4,4 pon).
Zainab adalah salah satu dari 85 anak yang meninggal akibat malnutrisi di Gaza selama perang, menurut data terbaru yang dirilis Kementerian Kesehatan wilayah tersebut pada Sabtu. Secara keseluruhan, 127 orang meninggal akibat malnutrisi, dengan kematian orang dewasa dihitung hanya dalam beberapa minggu terakhir.
Kepala Departemen Pediatrik Ahmed Al-Farah mengatakan bahwa kedatangan anak-anak yang menderita malnutrisi telah melonjak dalam beberapa minggu terakhir. Departemennya, dengan kapasitas delapan tempat tidur, telah menangani sekitar 60 kasus malnutrisi akut. Mereka telah menyediakan kasur tambahan di lantai.
Klinik malnutrisi lain, yang berafiliasi dengan rumah sakit tersebut, menerima rata-rata 40 kasus setiap minggu.
"Kecuali jika penyeberangan dibuka dan makanan serta susu formula bayi diizinkan masuk untuk segmen masyarakat Palestina yang rentan ini, kita akan menyaksikan jumlah kematian yang belum pernah terjadi sebelumnya," ujar Al-Farah.
Para dokter dan petugas bantuan di Gaza menyalahkan pembatasan Israel terhadap masuknya bantuan dan pasokan medis. Para pakar keamanan pangan memperingatkan akan terjadinya kelaparan di wilayah berpenduduk lebih dari 2 juta orang tersebut.
Setelah mengakhiri gencatan senjata terakhir pada Maret, Israel menghentikan sepenuhnya pasokan makanan, obat-obatan, bahan bakar dan pasokan lainnya ke Gaza selama 2,5 bulan, dengan mengatakan bahwa hal itu bertujuan untuk menekan Hamas agar membebaskan sandera.
Sebelumnya, pada Sabtu (26/7/2025), dalam eskalasi tajam krisis kemanusiaan di Jalur Gaza yang terkepung, Perusahaan Penyiaran Israel (KAN) telah mengonfirmasi bahwa militer Israel menghancurkan puluhan ribu paket bantuan, termasuk sejumlah besar makanan dan obat-obatan, yang ditujukan bagi penduduk daerah kantong yang kelaparan.
Mengutip sumber militer Israel, laporan itu mengungkapkan bahwa lebih dari 1.000 truk bantuan kemanusiaan sengaja dihancurkan.
"Ada ribuan paket yang tertinggal di bawah sana, dan jika tidak diangkut ke Gaza, kami terpaksa menghancurkannya," ungkapanya dilansir dari Palestine Chronicle.
Meskipun tekanan internasional semakin meningkat untuk memfasilitasi pengiriman bantuan, otoritas Israel mengklaim penghancuran tersebut disebabkan oleh dugaan kegagalan dalam mekanisme distribusi bantuan di Gaza.
Kini, setelah krisis kemanusiaan melanda, dalam sebuah pernyataan di akun X, Israel membantah dan berkilah bahwa tidak ada kelaparan di Jalur Gaza. Isu kelaparan tersebut disebut sebagai kampanye palsu Hamas. Mereka juga menyatakan bahwa distribusi makanan ke Gaza bukan tanggung jawab mereka.
"IDF menegaskan bahwa tidak ada kelaparan di Jalur Gaza; ini adalah kampanye palsu yang dipromosikan oleh Hamas. Tanggung jawab untuk distribusi makanan kepada penduduk di Gaza berada di tangan PBB dan organisasi bantuan internasional," tulisnya, Senin (27/7/2025).