Warta

Kiai Ma'ruf: Pemikiran Tanpa Madhab adalah Bid'ah yang Lebih Besar

Sabtu, 2 September 2006 | 11:47 WIB

Jakarta, NU Online
Bermunculannya kelompok-kelompok Islam yang membawa pemikiran keagamaan baru yang kerap menganggap bid'ah (mengada-ada) tradisi ritual kalangan nahdliyyin (sebutan untuk warga Nahdlatul Ulama/NU) ditanggapi oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Rois Syuriah PBNU KH Ma'ruf Amin menegaskan, bid'ah yang lebih besar adalah pemikiran keagamaan yang tidak berlandaskan pada madhab apapun.

"Pemikiran yang tidak menggunakan madhab itulah yang justru merupakan bid'ah yang lebih besar," kata Kiai Ma'ruf dalam sambutannya saat membuka Halaqah Dakwah II yang digelar Pimpinan Pusat (PP) Lembaga Dakwah (LD) NU di Asarama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Sabtu (2/9).

<>

Menurut Kiai Ma'ruf, begitu panggilan akrab kiai yang juga Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ini, hal itulah yang terjadi dewasa ini dalam khasanah pemikiran ke-Islam-an. Marak sekali kelompok yang mengatasnamakan Islam dengan begitu mudahnya mem-bid'ah-kan, bahkan mengkafirkan serta menganggap sesat orang lain.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Demikian juga ia menyinggung bermunculannya gerakan keagamaan yang mengarah pada liberalisme pemikiran. Gerakan itu, katanya, terjadi sebagai akibat dari pemikiran keagamaan yang tanpa menggunakan landasan madhab apapun.

Menurut cucu ulama besar Syeikh Nawawi al Bantani ini, NU, sebagai organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia, bukanlah organisasi yang liar. "NU itu bukan organisasi yang liar, bukan organisasi yang liberal tanpa landasan. Bukan pula organisasi yang konservatif, jumud atau stagnan. Melainkan organisasi yang dinamis," terangnya di hadapan para peserta halaqah yang merupakan para da'i NU.

Dijelaskan Kiai Ma'ruf, meski terdapat sejumlah madhab, tapi NU mencoba untuk selektif menggunakannya. Dalam bidang akidah, NU menganut madhab yang dikembangkan Abu Hasan al Asy'ari (Asy'ariyah) dan Abu Mansur al Maturidi (Maturidiyah). Sementara dalam bidang fikih, mengikuti empat madhab, Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Hambali dan Imam Maliki. Sedangkan dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Ghozali.

Keseluruhan madhab itu yang oleh NU dirangkum dalam fikrah nahdliyyah (landasan berpikir kalangan nahdliyyin), lanjut Kiai Ma'ruf, merupakan bukti bahwa anggapan bid'ah yang kerap diarahkan pada NU adalah keliru. "Ini merupakan 'master' dari pada kerangka berpikir orang NU. Inilah yang menjadi dasar bagi NU dalam berpikir, bersikap dan bertindak," katanya.

ADVERTISEMENT BY OPTAD

Lebih lanjut, Kiai Ma'ruf menjelaskan, fikrah nahdliyyah itu tercermin dalam lima sikap yang menjadi ciri khas NU. Antara lain, tasawuthiyah (moderat), tasamuhiyah (toleran), islahiyah (perbaikan/reformatif), tathohurriyyah (dinamis) dan manhajiyah (metodologis). "NU itu selalu di atas rel dalam cara pikirnya," tandasnya.

Halaqah Dakwah II bertajuk "Menggali Potensi Dakwah dalam Membentuk Masyarakat Bermartabat" digelar selama dua hari, yakni 2-3 September 2006. Acara tersebut diikuti sekitar 200 juru dakwah NU se-Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) serta beberapa peserta dari luar propinsi, yakni Lampung dan Manado. (rif)