Nasional

Beredar Video Pembakaran Kitab Tafsir, Logika Pelaku Perlu Diluruskan

Kamis, 8 September 2022 | 22:45 WIB

Beredar Video Pembakaran Kitab Tafsir, Logika Pelaku Perlu Diluruskan

Ilustrasi kitab Tafsir.

Jakarta, NU Online
Baru-baru ini beredar di media sosial sebuah video pembakaran Kitab Tafsir Al-Qur’an yakni Tafsir Ibnu Katsir dan Risalah Qusyairiyah.


Dalam video terlihat seorang pemuda berambut pirang beretorika, "Ini saya bawa kitab, dua kitab tafsir Al-Qur’an. Tafsir Ibnu Katsir dan Risalah al-Qusyairiyah. Sebenarnya, Al-Qur’an itu harusnya dipelajari langsung. Nanti kita belajar langsung kepada ke Al-Qur’an, kita langsung belajar kepada Allah melalui Al-Qur’an dan sunnah."


Pemuda berambut pirang itu melanjutkan, "Kitab-kitab seperti ini ndak perlu ada. Kitab-kitab seperti ini menyesatkan umat. Kenapa saya bilang menyesatkan umat. Jadi menurut pribadi-pribadi seseorang. Ini tafsir Ibnu Katsir, ini Risalah Qusyairiyah," ujarnya.


Pemuda itu juga menyampaikan kitab-kitab yang menjelaskan tentang Al-Qur’an seperti ini sebenarnya kitab iblis. Dia beralasan orang-orang yang membukukan membuat kitab seperti ini seolah-olah menetapkan kalau makna Al-Qur’an itu seperti ini. Seolah-olah dia menetapkan seperti itu. Padahal, kata pemuda itu, setiap manusia itu berbeda.


Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Aswaja NU Center PWNU Jatim, Faris Khoirul Anam menegaskan logika anak-anak muda itu perlu ditata, pemahaman mereka harus diluruskan.


"Mereka perlu memahami bagaimana kedudukan Al-Qur’an dan Sunnah, serta hubungannya dengan tafsir dan fiqih," tegas Faris dalam keterangan tertulis kepada NU Online, Kamis (8/9/2022).


Pihaknya juga menyampaikan bahwa Al-Qur’an, tafsir, dan fiqih itu tidak saling bertentangan, namun saling terkait. Al-Qur’an dan as-Sunnah itu ibarat pohon. Tafsir Al-Qur’an dan syarah hadits itu ibarat buah yang belum masak. Sedangkan kitab-kitab fikih itu ibarat buah yang sudah masak.


Orang yang hanya sibuk dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah dan tak mengindahkan tafsir dan fiqih, seperti orang yang hanya perhatian pada pohon, tapi tak mau pada buahnya. Bahkan, mengambil hukum langsung pada kitab-kitab tafsir Al-Qur’an dan syarah hadits pun masih belum ideal, karena ibarat makan buah sebelum masak.


Sedangkan anak-anak muda dalam video itu mengatakan “Al-Qur’an itu harusnya dipelajari langsung. Nanti kita belajar langsung kepada ke Al-Qur’an, kita langsung belajar kepada Allah melalui Al-Qur’an dan sunnah.”


Koordinator Bidang Pendidikan Aswaja LP Ma’arif NU Kabupaten Malang itu mengatakan Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam al-Fatawa al-Haditsiyah mengingatkan, dalam Al-Qur’an dan hadits itu ada yang lafalnya bersifat umum, tapi maknanya khusus atau sebaliknya.


Ada pula yang menghapus (nasikh) dan terhapus (mansukh). Ada yang tak dapat diamalkan. Ada yang musykil yang makna lahiriyahnya menyebabkan tasybih (penyerupaan dengan makhluk), seperti hadits ‘Tuhan kita turun… dst.’ Pihak yang dapat dapat mengetahui makna ini hanya para ulama, utamanya fuqaha atau para yuris.


Ia mempertanyakan, secara praktis siapa yang bisa langsung merujuk kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah? “Anak-anak muda itu terpapar slogan ‘Kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah’, yang bisa saja ideal secara teoritis, namun bermasalah dalam praktik,” lanjut Fariz.


Hal yang ang menarik dari NU, lanjut Anggota Komisi Fatwa MUI Jawa Timur itu, ialah tak berani langsung kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Tetapi kepada pendapat atau aqwal para ulama. NU membagi umat menjadi dua, mujtahid dan muqallid.


“Yang muqallid tidak bisa langsung kembali ke Al-Qur’an dan Sunnah, karena untuk sampai kepada keduanya harus melalui proses yang hanya bisa dilakukan oleh mujtahid,” imbuhnya.


Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Musthofa Asrori