Nasional

Data BPS: Jumlah Penduduk Miskin Turun, Kemiskinan di Perkotaan Justru Naik

NU Online  ·  Jumat, 25 Juli 2025 | 13:45 WIB

Data BPS: Jumlah Penduduk Miskin Turun, Kemiskinan di Perkotaan Justru Naik

Ilustrasi ketimpangan. Permukiman di pinggir rel kereta, kawasan Pejompongan Raya, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Jumlah penduduk miskin di Indonesia terus menunjukkan tren penurunan. Namun, data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa kemiskinan di wilayah perkotaan justru mengalami kenaikan.


Per Maret 2025, jumlah penduduk miskin nasional tercatat sebanyak 23,85 juta jiwa, atau turun 200 ribu orang dibandingkan dengan posisi pada September 2024.


Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono mengungkapkan bahwa persentase penduduk miskin juga mengalami penurunan menjadi 8,47 persen, angka terendah sejak pandemi melanda.


"Jumlah penduduk miskin di Indonesia 23,85 juta orang atau turun 0,2 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024. Dari sisi persentase penduduk miskin dari total populasi mencapai 8,47 persen, atau jika dibandingkan dengan September 2024 yang lalu turun 0,10 persen poin," ungkapnya dalam rilis resmi statistik yang disiarkan melalui Kanal Youtube BPS Statistics, pada Jumat (25/7/2025).


Penurunan ini melanjutkan tren positif sejak Maret 2023. Ateng menjelaskan bahwa sebelumnya sempat terjadi lonjakan angka kemiskinan pada 2022 akibat inflasi pascapandemi.


"Pada September 2022 dibandingkan dengan Maret 2022, kemiskinan mengalami peningkatan 0,03 persen poin. Tapi sejak Maret 2023 sampai dengan Maret 2025, kemiskinan berangsur mengalami penurunan," jelasnya.


Tak hanya angka kemiskinan secara umum, jumlah penduduk miskin ekstrem juga mengalami penurunan signifikan. Per Maret 2025, persentase penduduk miskin ekstrem tercatat sebesar 0,85 persen atau setara 2,38 juta orang. Angka ini turun dari 0,99 persen pada September 2024 dan jauh lebih rendah dibandingkan 1,26 persen pada Maret 2024.


"Jika dibandingkan setahun lalu, mengalami penurunan 1,18 juta orang. Dari persentase, penduduk miskin ekstrem pada Maret 2025 mencapai 0,85 persen, atau turun 0,14 persen dibandingkan September 2024, dan turun 0,41 persen dibandingkan Maret 2024," papar Ateng.

​
Foto: NU Online/Suwitno


Kemiskinan di perkotaan

Meski secara nasional angka kemiskinan menurun, BPS mencatat adanya peningkatan jumlah penduduk miskin di perkotaan. Dalam enam bulan terakhir, angka kemiskinan di kota naik 220 ribu orang, dengan persentase naik dari 6,66 persen menjadi 6,73 persen.


Sebaliknya, penduduk miskin di perdesaan mengalami penurunan sebanyak 430 ribu orang. Persentasenya pun turun dari 11,34 persen menjadi 11,03 persen.


Garis kemiskinan sebagai acuan BPS juga mengalami kenaikan seiring meningkatnya kebutuhan dasar masyarakat. Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), garis kemiskinan Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, atau sekitar Rp20.000 per hari.


"Yang dinamakan penduduk miskin adalah pada saat pengeluarannya berada di bawah garis kemiskinan," jelas Ateng.


Kenaikan garis kemiskinan ini dipicu oleh inflasi pada kebutuhan dasar, terutama bahan pangan dan kebutuhan non-makanan, yang antara lain adalah perumahan, kesehatan, dan pendidikan.


Secara regional, Papua Pegunungan masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi, mencapai 30,03 persen, jauh di atas rata-rata nasional. Sementara Kalimantan mencatat tingkat kemiskinan terendah, hanya 5,15 persen, dengan jumlah penduduk miskin kurang dari satu juta orang.


Pulau Jawa menyumbang lebih dari separuh total penduduk miskin nasional, yakni sebanyak 12,56 juta orang.