Nasional

Hentikan Kekerasan di Myanmar, Presiden Jokowi Dorong Pertemuan ASEAN

Jumat, 19 Maret 2021 | 08:15 WIB

Hentikan Kekerasan di Myanmar, Presiden Jokowi Dorong Pertemuan ASEAN

Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/3) mengenai situasi terkini di Myanmar. (Foto: BPMI Setpres)

Jakarta, NU Online

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mendesak agar Myanmar menghentikan penggunaan tindak kekerasan karena telah banyak korban yang berjatuhan. Ia mendorong pertemuan negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) untuk segera melakukan pertemuan dan membahas situasi Myanmar.


“Indonesia mendesak agar penggunaan kekerasan di Myanmar segera dihentikan sehingga tidak ada lagi korban berjatuhan,” tegas Jokowi dalam keterangan resmi yang disampaikan dari Istana Kepresidenan Bogor, Jumat (19/3), dikutip NU Online dari situs resmi presidenri.go.id.


Dalam rangka menghentikan krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar hingga saat ini, Jokowi mengaku akan segera melakukan pembicaraan dengan Ketua ASEAN Jenderal Sultan Haji Sir Hassalan Bolkiah Mu’izzaddin Waddaulah.


“Saya akan segera melakukan pembicaraan dengan Sultan Brunei Darussalam sebagai Ketua ASEAN untuk segera dimungkinkannya penyelenggaraan pertemuan tingkat tinggi ASEAN yang membahas krisis di Myanmar,” tegas Jokowi.


Ia menyampaikan dukacita dan rasa simpati kepada para korban dan keluarga korban yang berguguran akibat tindak kekerasan yang terjadi di sana. Sebab keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas bagi penanganan konflik di Myanmar.


“Atas nama pribadi dan seluruh rakyat Indonesia, saya menyampaikan dukacita dan simpati yang mendalam kepada korban dan keluarga korban akibat penggunaan kekerasan di Myanmar. Keselamatan dan kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama bagi penyelesaian dan penanganan situasi di Myanmar,” urainya.


Penyelesaian dan penanganan itu mesti dilakukan melalui jalur dialog. Karena itu, pemerintah Indonesia mendesak berbagai pihak agar segera menggelar dialog dan rekonsiliasi. Hal tersebut untuk memulihkan demokrasi, perdamaian, dan stabilitas di Myanmar.


“Indonesia mendesak pihak-pihak terkait agar dialog dan rekonsiliasi dapat segera dilakukan untuk memulihkan demokrasi, perdamaian, serta stabilitas di Myanmar,” katanya.


Konflik di Myanmar jadi batu ujian ASEAN


Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar mengatakan, konflik yang terjadi di Myanmar menjadi ujian bagi negara-negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Menurutnya, jika konflik masih terus terjadi maka Myanmar berpotensi terkena sanksi internasional yang berdampak pada ASEAN.


“Bayangkan, negara-negara Uni Eropa akan mengatakan tak akan berhubungan dengan Myanmar dan ini akan berdampak ke ASEAN. Ketika ASEAN berhubungan dengan Uni Eropa serta negara barat dan mereka mengatakan tidak mau berhubungan kalau ada Myanmar,” katanya, dilansir Kompas.


Namun, penyelesaian konflik di Myanmar tidak mudah dilakukan dan membutuhkan kesabaran. Sebab negara-negara ASEAN tidak bisa melakukan intervensi, tetapi setidaknya dapat memberikan alternatif.


“Kita, masyarakat ASEAN itu (bisa) memberikan alternatif kepada Myanmar tapi konflik domestik hanya bisa diselesaikan secara domestik. Jika Indonesia ingin menjembatani konflik di Myanmar maka harus siap untuk dikritik,” terangnya.


“Karena di pihak NLD (Partai Aung San Suu Ki) tidak suka ASEAN berbicara dengan militer, Bu Retno (Menteri Luar Negeri) didemo, tetapi saya sampaikan ke Menlu kalau Indonesia jadi jembatan maka siap diinjak-injak," pungkasnya.


Situasi dan kondisi di Myanmar saat ini masih memanas karena terjadi aksi kudeta oleh militer. Akibatnya, banyak korban berjatuhan karena melakukan aksi protes. Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, kini tengah ditahan pihak militer yang menuduh Komisi Pemilihan Umum Myanmar (UEC) gagal menangani ketidakberesan besar dalam pemilu yang digelar pada November 2020 lalu.


Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad