Nasional

Hukum Niat Ihram Bagi Jamaah Haji Wanita dalam Kondisi Haid

NU Online  ·  Sabtu, 3 Mei 2025 | 11:00 WIB

Hukum Niat Ihram Bagi Jamaah Haji Wanita dalam Kondisi Haid

NIat ihram bagi jamaah haji yang haid atau nifas. (Foto: NU Online/Freepik)

Jakarta, NU Online

Jama'ah haji Indonesia yang berangkat ke tanah suci diharuskan melakukan ihram. Umumnya jama'ah haji Indonesia bila langsung menuju Makkah maka melakukan niat ihramnya saat pesawat terbang memasuki daerah Qarnul Manazil atau Yalamlam.
 

Ihram adalah berniat dalam hati untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah haji atau umrah. Dalam niat ini, disunnahkan melafalkan bacaan niat dan membaca Talbiyah setelahnya.
 

Jamaah juga bisa mengambil miqat lain setelah mendapat penjelasan dari petugas pesawat udara yang bersangkutan. Terpenting, ihram tidak mensyaratkan harus suci dari haid. 


Untuk memudahkan pelaksanaannya, dianjurkan agar para jamaah memakai pakaian ihramnya sejak dari lapangan terbang Indonesia tanpa niat terlebih dahulu. Kemudian niat baru dilakukan pada waktu pesawat terbang memasuki daerah miqat. Namun, jika para jamaah ingin sekaligus niat ihram di Indonesia, itu pun diperbolehkan.


"Orang yang sedang haid atau nifas tetap boleh berihram," tulis Muhammad Masruhan dalam artikel Hukum Niat Ihram dan Miqat bagi Wanita Haid atau Nifas yang dikutip NU Online, Jumat (2/5/2025). 


Menurut Masruhan, dalam berbagai hadis disebutkan ada sahabat nabi yang sedang ihram dan dalam kondisi haid. Dalam hadits Riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa ketika Sayyidah Aisyah haid di Sarif (tempat sejauh 10 km dari Makkah), Rasulullah bersabda:


"Lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang haji hanya saja engkau jangan tawaf."


Dalam hadits yang lain, diceritakan bahwa Asma binti Umais ketika perjalanan sampai Dzilhulaifah melahirkan Muhammad binti Abi Bakar. Kemudian ia mengirim orang untuk bertanya kepada Rasulullah mengenai apa yang dilakukan. Saat itu Rasulullah saw menjawab:


"Mandilah, balutlah dengan kain, dan ihramlah." (HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah).


"Berdasarkan hadits-hadits di atas jelas bahwa haid tidak menghalangi untuk ihram. Bahkan bagi mereka tetap disunnahkan mandi sebelum ihram. Mandi ini tetap sah meski sedang haid atau nifas karena bukan berfungsi untuk menghilangkan hadats namun membersihkan badan," paparnya. 


Niat ihram tidak diharuskan dalam kondisi suci diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Abu Dawud dari Abdullah bin Abbas ra. Imam Suyuthi dalam Jamius Shaghir memberi status hadits ini dengan hadits Hasan.


"Orang yang haid dan nifas bila telah sampai waktu (yang sah untuk ihram) maka mereka mandi, berihram, dan melakukan semua amalan haji umrah selain tawaf mengelilingi Baitullah."


Walau demikian, kata Masruhan, bila memungkinkan sebaiknya orang yang sedang haid atau nifas menunda ihram hingga suci seperti keterangan di Hasyiyah ala Manhajit Thullab yang ditulis Syekh Sulaiman al-Jamal.


"Yang lebih baik bagi keduanya adalah mengakhirkan ihram sampai suci bila memungkinkan bagi mereka untuk berdiam di miqat supaya ihram mereka terlaksana dalam kondisi yang paling sempurna."


Sementara itu, berkaitan tawaf, ia menegaskan bahwa hal tersebut harus dilaksanakan dalam keadaan suci. "Satu-satunya amalan haji atau umrah yang harus dalam kondisi suci adalah Tawaf. Ia harus menunggu suci dulu untuk melakukan tawaf atau setidaknya melakukannya di saat darah tidak keluar dengan mengikuti pendapat sebagian ulama madzhab Syafi'i bahwa masa berhenti di antara darah haid dihukumi suci," tegasnya. 


Dikatakannya, logika sederhana, ihram dalam haji atau umrah ibarat niat berbarengan dengan takbiratul ihram dalam shalat. Dengan melakukan niat dan takbiratul ihram berarti seseorang telah shalat sehingga harus melakukan segala rukun shalat dan meninggalkan segala larangannya. 


Begitu juga dengan haji atau umrah. Dengan melakukan ihram berarti sudah masuk dalam rangkaian ibadah haji atau umrah sehingga harus menjauhi segala hal yang dilarang bagi orang ihram.


"Ihram harus dilakukan di miqat atau sebelum memasukinya. Bagi orang yang berkehendak haji, tapi belum berihram hingga melewati miqat maka harus membayar dam kecuali ia kembali lagi ke miqat kemudian memulai ihram dari sana," tutupnya.