Nasional

Kata Gus Yahya soal Hubungan PBNU-PKB: Bukan Urusan Pribadi hingga Peran Dewan Syuro

Jumat, 16 Agustus 2024 | 08:12 WIB

Kata Gus Yahya soal Hubungan PBNU-PKB: Bukan Urusan Pribadi hingga Peran Dewan Syuro

Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf bersama Sekjen PBNU Gus Saifullah Yusuf dalam sebuah konferensi pers di Lobi Gedung PBNU, Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menjelaskan secara panjang terkait hubungan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan PBNU. Belakangan, hubungan antara kedua entitas ini sedang menjadi perbincangan publik.


Gus Yahya mengatakan, persoalan PBNU-PKB bukan tentang urusan pribadi antara dirinya atau beberapa pengurus PBNU dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar maupun anggota dan kader PKB.


Pernyataan Gus Yahya mengenai hubungan PBNU-PKB selama ini adalah pernyataan kelembagaan yang merupakan hasil dari rapat-rapat, pertemuan, maupun mandat rapat pleno yang telah dilakukan oleh PBNU secara keorganisasian.


"Sikap itu menyatakan hasil dari keputusan-keputusan kolektif dari PBNU, keputusan rapat, diskusi-diskusi yang melibatkan semuanya, khususnya melibatkan Rais Aam (KH Miftachul Akhyar) dan jajaran syuriyah PBNU. Kiai Said Asrori (Katib Aam PBNU) menjadi saksi bahwa semua ini adalah sikap kelembagaan," kata Gus Yahya saat melakukan pertemuan secara daring dengan jajaran PWNU dan PCNU se-Indonesia, pada Rabu (14/8/2024).


"Kalau ada kesan ini soal pribadi ya mungkin kita pribadi ya saling kenal, sehingga mungkin ada kesan atau dugaan ini adalah masalah pribadi dalam pergaulan sesama kami. Sekali lagi ini adalah masalah kelembagaan," tambahnya.


Bukan rebutan kekuasaan

Gus Yahya juga menegaskan bahwa PBNU membentuk tim panel untuk meneliti dan mengkaji hubungan dengan PKB, semata-mata bukan karena ingin merebut kekuasaan atau pengalihan kekuasaan atas partai tersebut.


Ia juga menegaskan, gerakan-gerakan tersebut merupakan bagian dari fungsi PBNU dalam melaksanakan tanggung jawab moralnya atas PKB. Lebih spesifik, Gus Yahya mengatakan bahwa hal ini adalah bentuk tanggung jawab NU sebagai jam'iyah (organisasi).


"Jadi, PBNU ini bersikap dan bertindak atas nama jam'iyah bukan atas nama orang-orang yang berkumpul di PBNU saja, tapi atas nama jam'iyah secara keseluruhan. Berarti ini adalah bapak-bapak dan teman-teman semua sebagai keseluruhan pengampu dari organisasi NU saat ini," tegasnya.


"Jadi ini semua upaya menunaikan memenuhi tanggung jawab modal dari jam'iyah NU terhadap warga NU khususnya. Lebih khsuus lagi ulama dan kiai NU dan secara umum warga masyarakat lainnya," imbuh Gus Yahya.


Ia dengan tegas mengatakan, urusan PBNU sebagai organisasi yang mewakili jam'iyah NU se-Indonesia terkait dengan PKB ini, merupakan sebuah ikatan yang mutlak. Sementara partai politik yang lain, kata Gus Yahya, bukan menjadi urusan PBNU.


"Lah bagaimana dulu dengan Masyumi misalnya? Masyumi didirikan sebagai hasil kesepakatan di antara organisasi-organisasi. Jadi bukan NU yang mendirikan. Jadi suatu forum yang didirikan organisasi Islam yang kemudian bersepakat mendirikan Masyumi. Nah ini mirip dengan PPP dulu pada tahun 1973 ketika partai-partai Islam, NU, PSII (Partai Sarikat Islam Indonesia), Jam'iyatul Washliyah kemudian bergabung dengan mendirikan PPP. Jadi bukan NU sendiri tapi kesepakatan antarormas Islam," katanya.


Hal itu, kata Gus Yahya, tentu saja berbeda saat NU menjadi partai politik. Sebab NU sebagai jam'iyah memang bergerak menjadi partai politik, bukan mendirikan partai politik.


PKB satu-satunya partai politik yang didirikan NU

Gus Yahya kemudian berpandangan bahwa satu-satunya partai yang secara langsung didirikan oleh jam'iyah NU adalah PKB.


Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa PKB dideklarasikan pada 23 Juli 1998 oleh tokoh-tokoh dan ulama yang ditunjuk serta mendapat mandat resmi dari PBNU pada waktu itu, sehingga semua proses dan dokumen terkait pendirian PKB telah tersedia sebagai bukti resmi.


"Bahkan sesudah itu, PBNU secara resmi menginstruksikan kepada pengurus wilayah (PW) dan pengurus cabang (PC) sampai ke tingkat kecamatan saya kira, MWC, untuk bekerja dalam mewujudkan struktur sampai nasional. Jelas ada surat instruksinya, jelas ada petunjuk teknisnya, dan sebagainya. Ya memang itu jam'iyah NU yang mendirikan PKB," katanya.


Kemudian setelah berdiri, kata Gus Yahya, PKB dilepas secara struktural. Ia mengatakan bahwa pada waktu itu, NU menyusun berbagai rancangan, termasuk gagasan dasar, nilai-nilai, serta konstitusi dan struktur partai.


Dokumen mengenai pokok-pokok NU tentang reformasi serta mabda siyasi (nilai-nilai dasar) yang menjadi landasan normatif PKB juga telah disiapkan.


Struktur PKB, dewan syuro penentu kebijakan

Lalu PBNU membuat AD-ART untuk PKB sehingga strukturnya dibuat kembar atau mirip dengan struktur PBNU. Di NU, ada struktur jajaran syuriyah dan tanfidziyah. Sementara PKB ada jajaran dewan syuro dan dewan tanfidz.


"Kemudian AD/ART-nya sudah dibuatkan oleh PBNU pada waktu itu, sehingga strukturnya sudah dibuat ini kita tahu dibuat kembar dengan PBNU. Kalau di NU ada syuriyah dan tanfidziyah kalau di PKB ada dewan syuro dan dewan tanfidz," katanya.


Tugas dan wewenangnya pun kembar. Kalau di NU, syuriyah sebagai pemimpin tertinggi, maka di PKB, jajaran dewan syuro menjadi penentu kebijakan.


"Dengan penjabaran wewenang yang juga kembar. Kalau syuriyah di NU sebagai pemimpin tertinggi dirumuskan di dalam PKB itu dewan syuro pemimpin tertinggi. Di NU syuriyah penentu kebijakan, di PKB dewan syuro penentu kebijakan. Kembar semua," jelasnya.


Setelah pendirian PKB, kata Gus Yahya, PKB ini dilepas secara struktural dari NU, sehingga PKB dan NU menjadi dua entitas yang terpisah tanpa saling mencampuri urusan internal masing-masing.

 

Alasan PBNU mempersoalkan PKB

Gus Yahya mengungkapkan bahwa NU telah lama mempersoalkan PKB, sudah sejak lebih dari 15 tahun lalu. Bahkan sebelum adanya persoalan Pansus Haji yang kini menjadi urusan DPR.


"Tapi sekarang (Pansus Haji) sudah menjadi urusan DPR, sudah tidak akan ikut-ikut, tidak akan ikut ganggu, tidak akan itu. Terserah, itu urusan DPR dengan pemerintah, (PBNU) tidak ikut-ikut soal itu," katanya.


Gus Yahya beralasan bahwa PBNU mempersoalkan PKB lantaran NU sebagai pendiri PKB sempat mengampanyekan partai tersebut, sesuai dengan janji yang tercantum dalam dokumen resmi terkait nilai dan struktur PKB.


Dewan syuro tak lagi jadi penentu kebijakan

Dengan demikian, PKB semestinya dapat memenuhi permintaan kiai maupun warga NU. Namun menurut Gus Yahya, saat ini terdapat pergeseran-pergeseran yang membuat PKB semakin jauh, dari rancangan semula.


Misalnya, saat ini kiai-kiai terpinggirkan karena ada perubahan AD/ART yang menjadikan para kiai di dewan syuro tak lagi menjadi pimpinan tertinggi dan penentu kebijakan partai.  


"Ini bukan rahasia, semua orang tahu. Misalnya bahwa kiai-kiai semakin terpinggirkan, bahkan sekarang secara resmi diubah AD/ART PKB itu sehingga dewan syuro, tempatnya kiai-kiai itu, dewan syuro itu tidak menjadi tempat tertinggi. dewan syuro tidak menjadi penentu kebijakan. Dewan syuro hanya punya wewenang mengawasi tanfidz. Ini kan sudah beda jauh dari desain awalnya," kata Gus Yahya.


Lebih lanjut, Gus Yahya menjelaskan bahwa dewan syuro yang diisi kiai-kiai, semula merupakan pemimpin tertinggi dan pengendali kebijakan PKB, tetapi sekarang strukturnya telah berubah. Saat ini, wewenang mutlak berada di tangan ketua umum PKB dengan memiliki hak untuk mengangkat atau memberhentikan siapa saja dan kapan saja sesuai AD/ART terbaru PKB.


Hal ini, kata Gus Yahya, membuat anggota PKB tidak berani melawan keputusan ketua umum, kecuali di forum muktamar nanti, karena ketua umum memiliki kekuasaan absolut. Menurutnya, PKB saat ini ibarat dipimpin raja yang tidak bisa ditentang sama sekali.


"Nah Kita tidak mau dengan janji yang dibikin oleh NU. NU-kan janjinya dulu bikin partai begini, ternyata partainya nggak begini. Nah berarti ini ada masalah moral, artinya masalah tanggung jawab secara moral dari NU untuk meminta akuntabilitas dari PKB dan menuntut perbaikan-perbaikan supaya PKB kembali mengikuti apa yang dulu dijanjikan oleh jam'iyah NU ketika mendirikannya," jelas Gus Yahya.


PBNU tak urusi partai politik lain

Gus Yahya menegaskan, PBNU tak punya wewenang mengurusi partai politik lain. Sebab partai politik lain didirikan oleh individu atau kelompok di luar NU. Sementara PKB didirikan oleh jam'iyah NU sehingga PBNU merasa memiliki tanggung jawab moral terhadapnya.


"Apakah berarti NU ini identik dengan PKB? Ya tidak, karena PKB sudah pisah struktural dengan NU dan NU sudah menyatakan berdiri di atas semua kelompok dan kita tahu kenyataannya program NU sudah ada di berbagai macam partai yang lain. Kita tahu orang NU yang PKB itu cuma sekitar 12 persen, sementara yang lain itu dari partai-partai lain sehingga nggak bisa mengidentikkan dengan PKB, tidak bisa," katanya.


"Tapi NU punya tanggung jawab moral, tanggung jawab moral harus kemudian dimanifestasikan, diwujudkan dengan cara apa? Nah karena jelas bahwa NU secara struktural terpisah dari PKB, merupakan dua entitas yang berbeda sama sekali, maka NU tidak punya wewenang untuk mengurusi internal PKB, thok. NU tidak bisa mengeluarkan SK memecat Muhaimin Iskandar, tidak bisa," tambahnya.


Lebih lanjut, Gus Yahya menerangkan bahwa sekalipun NU tidak memiliki wewenang untuk membatalkan keputusan PKB, tetapi PBNU dapat menyuarakan tuntutan, kritik, dan seruan agar PKB kembali pada perancangan awal sesuai janji jam'iyah NU. Hal Ini seperti masyarakat yang menyuarakan tuntutan kepada pemerintah tanpa dapat memecat pejabat.


"Tempo hari setelah pertemuan para kiai di Jombang itu kemudian ada sejumlah kiai sepuh yang mengadukan hasilnya kepada Rais Aam (KH Miftachul Akhyar) dan meminta Rais Aam untuk menindaklanjuti. Kemudian Rais Aam memerintahkan kepada saya untuk membuat langkah-langkah dinamika lebih lanjut," terangnya.


Atas dasar itu, sebagai Ketua Umum PBNU, Gus Yahya meminta seluruh jajaran kepengurusan PWNU dan PCNU, untuk membantu dalam upaya komunikasi dengan pimpinan PKB. Meskipun pihak DPP PKB hingga saat ini masih enggan berkomunikasi dengan PBNU.


"Saya di tingkat PBNU jelas. Kami berupaya melakukan komunikasi dengan DPP PKB, walaupun sampai sekarang dari pihak DPP PKB masih menolak diundang, tidak bersedia dan lain sebagainya. Mereka sudah terang-terangan tidak mau berkomunikasi dengan PBNU, tapi kami minta, kita terus berusaha tetap kami undang untuk komunikasi itu," ungkapnya.


Hubungan PBNU-PKB seperti orang tua dan anak

Gus Yahya mengatakan, pihaknya ingin PKB kembali ke rancangan awal yang dibuat oleh jam'iyah NU untuk PKB, sehingga nyaris hubungan antara keduanya seperti tanggung jawab orang tua terhadap anak.


"Kenapa? Ya Karena NU yang melahirkan PKB. Walaupun anak ini punya kebebasan untuk masa depannya sendiri, tapi tetap saja orang tua punya tanggung jawab moral untuk menjaga, memelihara supaya anak ini tetap dalam jalur yang semestinya," jelas Gus Yahya.


Menurut Gus Yahya, klaim PKB yang mengalami peningkatan suara pada Pemilu 2024 bukan menjadi masalah utama. Ia menjelaskan bahwa yang dipersoalkan PBNU adalah soal nilai-nilai dan prinsip-prinsip. PKB berhasil atau gagal dalam kontestasi politik dan mengalami peningkatan jumlah suara, sama sekali tidak menjadi fokus bahasan PBNU saat ini.


"Kita tidak persoalkan Muhaimin Iskandar nyalon jadi wakil presiden gagal, kan tidak kita persoalkan. Ya tidak masalah, gagal tidak masalah, soal itu tidak masalah, walaupun misalnya PKB misalnya suaranya naik, misalnya suaranya turun kita tidak akan persoalkan. Kita persoalkan nilai-nilai, prinsip-prinsip," katanya.


"Tapi sekarang kita tidak bisa mengelak dari tanggung jawab moral untuk melakukan sesuatu soal ini. Kalau misal partai lain apa pun itu, menjadi partai yang jelek, kita tidak akan dihisab. NU tidak akan dihisab, tidak akan dimintai pertanggungjawaban. Tapi kalau PKB jadi partai yang bobrok itu hisabnya sampai ke kita, karena yang mendirikan dulu itu jam'iyah NU. Itu masalahnya, saya berulang-ulang mengatakan ini," tutup Gus Yahya.