Nasional

Kiai Said: Saat Hijrah, Nabi Muhammad Membangun Negara Berasaskan Kesatuan Umat​​​​​​​

Rabu, 28 Agustus 2019 | 16:00 WIB

Kiai Said: Saat Hijrah, Nabi Muhammad Membangun Negara Berasaskan Kesatuan Umat​​​​​​​

Kiai Said dalam sebuah acara di UIN Jakarta

Tangerang Selatan, NU Online

 

Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya berhijrah ke Kota Yatsrib (kelak dikenal dengan Kota Madinah), 485 KM dari Makkah. Di kota yang dibangun oleh cicit Nabi Nuh itu, Nabi Muhammad mendapati masyarakat yang plural.

 

Melihat pluralitas itu, Nabi Muhammad SAW tidak lantas mendirikan negara Islam, namun Nabi Muhammad mendirikan sebuah negara yang berlandaskan kesatuan visi dan misi di antara umat yang beragam.

 

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj saat mengisi Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) dengan tema “Terwujudnya Mahasiswa Akademis Kritis Inovatif dalam Mengamalkan Nilai-nilai Keislaman” di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

 

"Nabi Muhammad tidak pernah mendeklarasikan negara Islam, tapi negara Madinah," jelas Kiai Said di Ciputat, Rabu (28/8). Konsep Negara Madinah yang dimaksud adalah sebuah negara yang berhasil membangun budaya, karakter, dan ekonomi penduduknya.

 

Oleh karena itu, Nabi mendirikan negara bukan dengan dasar agama ataupun suku, tapi kesatuan visi misi dan kesatuan umat. "Ini ketetapan Muhammad asalkan satu visi misi satu cita-citanya, sesungguhnya adalah satu umat," jelasnya.

 

Kala itu, kata Kiai Said, di Madinah terdapat kaum Muslim pendatang yang disebut Muhajirin. Dalam Al-Qur'an, kaum Muhajirin merupakan sekelompok orang yang melakukan hijrah untuk mencari rida Allah SWT.

 

"Karakternya diabadikan dalam Al-Qur'an, mereka meninggalkan tanah kelahirannya, kekayaannya, kemapanannya, mencari keutamaan dan rida Allah," terangnya.

 

Di samping kelompok Muhajirin, ada juga kelompok Yahudi yang terdiri dari tiga suku, yakni Qoinuqo, Nadir, dan Quraidah, yang merupakan orang-orang yang berpindah dari wilayah Mesir. Lalu ada pula masyarakat asli Yatsrib yang terdiri dari dua suku, Auz dan Khazraj yang sangat terbuka menerima kehadiran masyarakat luar yang datang di wilayahnya.

 

"Karakter penduduk mereka sangat welcome dan sangat senang kedatangan para Muhajirin dan sekaligus mendukung Islam," jelas Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta Selatan itu.

 

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Amany Burhanuddin Umar Lubis, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Sururin, dan Ketua Jurusan Hukum Pidana Islam (HPI) KH Qosim Arsyadani.

 

Pewarta : Syakir NF

Editor : Ahmad Rozali