Nasional

MK Gelar Sidang Gugatan UU Sisdiknas tentang Tafsir Sesat Sekolah Bebas Biaya

Selasa, 23 Januari 2024 | 15:00 WIB

MK Gelar Sidang Gugatan UU Sisdiknas tentang Tafsir Sesat Sekolah Bebas Biaya

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Mahkamah Konstitusi (MK) menyelenggarakan sidang perdana mengenai gugatan terhadap pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 pada Selasa (23/1/2024). 


Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai UU tersebut jelas menekankan bahwa pendidikan dasar semestinya dilaksanakan secara gratis untuk seluruh masyarakat.


Namun, pasal ini ditafsirkan sepihak oleh pemerintah, yaitu hanya berlaku di sekolah negeri dan bahkan di sana pun tidak sepenuhnya bebas biaya akibat adanya pungutan liar.


“Pasal ini merupakan pasal penting yang menjamin anak-anak Indonesia untuk bisa bersekolah bebas biaya,” ujar Ubaid melalui keterangan tertulis diterima NU Online.


Pasal 34 ayat (2) dalam UU Sisdiknas menegaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah harus menjamin terselenggaranya wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar tanpa biaya. 


Meskipun demikian, fakta di lapangan orang tua yang menyekolahkan anak mereka di sekolah swasta harus merogoh kantong dalam-dalam. Oleh karena itu, agar tidak ditafsirkan setengah-setengah, JPPI menekankan pasal tersebut harus diperjelas redaksinya.


“Apa yang dimaksud bebas biaya, untuk siapa dan untuk sekolah yang mana? Ketidakjelasan tafsir ini membuat sekolah bebas biaya hanya dijadikan dagangan politik dan pencitraan belaka,” tegas Ubaid.


Pihak penggugat dalam perkara ini adalah JPPI bersama dengan sejumlah orang tua yang menjadi korban Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diskriminatif. 


Banyak anak yang tidak bisa diterima di sekolah negeri karena peraturan dan adanya kecurangan. Akhirnya mereka harus masuk sekolah swasta yang berbiaya mahal.


“Mereka sama-sama anak Indonesia, tapi mengapa mendapatkan layanan pendidikan yang berbeda-beda?” kata Ubaid.