Nasional

Nasdem Tolak Putusan MK soal Pemisahan Pemilu, Pakar: Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat

NU Online  ·  Selasa, 12 Agustus 2025 | 12:30 WIB

Nasdem Tolak Putusan MK soal Pemisahan Pemilu, Pakar: Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Partai Nasdem secara tegas menyatakan penolakannya terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menetapkan pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah mulai tahun 2029. Sikap ini menjadi salah satu poin penting yang disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I Partai Nasdem di Makassar, Sulawesi Selatan.


“Komitmen menjadikan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Nasdem dengan lantang menyatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/2024 sebagai ultra vires atau melampaui kewenangan, karena mengubah norma konstitusi adalah domain Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR),” demikian bunyi sikap resmi partai tersebut.


Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Erfandi, menegaskan bahwa dalam ketatanegaraan putusan MK tetap sah dan berlaku. 


“Putusan MK bersifat final dan mengikat," katanya saat dihubungi NU Online pada Selasa (12/8/2025).


Lebih lanjut, ia menyebut bahwa dalam teori perubahan konstitusi, terdapat dua pendekatan yakni amandemen formal dan interpretasi yudisial (judicial interpretation). 


“Secara teoretik bisa saja putusan MK terhadap sebuah UU berimplikasi kepada perubahan konstitusi,” jelas Wakil Dekan Fakultas Hukum Unusia itu.


Erfandi juga menilai bahwa keputusan Rakernas Nasdem merupakan ranah internal partai yang tidak berdampak secara hukum terhadap keberlakuan putusan MK. 


“Rakernas Nasdem itu kan bersifat internal partai, sehingga mengikatnya hanya untuk internal partai. Sehingga kalaupun ada keputusan yang sifatnya eksternal itu hanya berbentuk rekomendasi saja yang tidak bisa merubah Putusan MK no 135 th 2024 tersebut,” jelasnya.


Meski begitu, Erfandi menyarankan agar MK tetap berpegang pada kewenangan yang telah ditentukan dalam UU. 


“MK seyogyanya taat terhadap ketentuan yang sudah diatur oleh UU MK yang kewenangannya untuk menguji UU terhadap UUD bukan secara kontekstual menguji substansi konstitusi itu sendiri.”


Ia pun mengingatkan pentingnya sikap kenegarawanan dari para hakim MK dan legislatif agar tidak terjadi konflik tafsir antara MK dan MPR. 


“Nah kalau terjadi konflik mengenai tafsir antara MPR dan MK ini mengenai pemisahan pemilu nasional dan daerah pada tahun 2029 maka yang dirugikan kan bangsa Indonesia. Di situlah diperlukan kenegarawanan para hakim MK termasuk dari legislatif,” terangnya.