Nasional

Nyai Sinta Nuriyah: Di Indonesia, Orang Bisa Hidup Bersama sebagai Satu Bangsa

Rabu, 18 September 2019 | 11:30 WIB

Nyai Sinta Nuriyah: Di Indonesia, Orang Bisa Hidup Bersama sebagai Satu Bangsa

Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid berbicara pada Forum Titik Temu di DoubleTree Hilton Hotel Jakarta, Rabu (18/9). (Foto: NU Online/Husni Sahal)

Jakarta, NU Online
Nyai Hj Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid menegaskan bahwa keberagaman merupakan kenyataan yang harus diterima oleh warga bangsa Indonesia. Sejak lahir di dunia, setiap warga bangsa harus menghadapi berbagai perbedaan, seperti etnis, agama, bahasa, tradisi, dan kondisi sosial yang berbeda.  
 
“Di Indonesia lah, orang bisa hidup bersama sebagai suatu bangsa,” kata Sinta Nuriyah saat berbicara pada Forum Titik Temu di DoubleTree Hilton Hotel Jakarta, Rabu (18/9).
 
Ia mengatakan, Indonesia tidak sekadar taman sari, yakni tempat tumbuhnya berbagai macam bunga dan pepohonan yang berbeda, di mana setiap bunga berhak tumbuh dan hidup bersama mengembangkan keindahan dan keharuman. Lebih dari itu, Indonesia merupakan sebuah danau peradaban atau tempat dapat menampung sekaligus menjadi titik temu dari berbagai jenis mata air. 

Baca juga: Presiden Jokowi Resmi Buka Forum Titik Temu
 
“Berbagai etnis dengan ragam tradisi dan budaya yang dimiliki adalah sumber mata air yang bermuara di danau Indonesia,” kata istri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid ini.
 
Sebagai danau peradaban yang menjadi titik temu berbagai mata air yang beragam, sambungnya, Indonesia harus kokoh, lapang, dan dalam. Sebab jika tidak demikian, maka akan mudah jebol dan meluap karena tidak mampu menampung berbagai keragaman tersebut.
 
“Ini artinya bangsa Indonesia harus memiliki jiwa yang kokoh, hati yang lapang, dan pemikiran yang dalam agar bisa hidup bersama saudara sebangsa yang berbeda dengan tulus dan ikhlas,” jelas Sinta Nuriyah.
 
Ia menyatakan kompleksitas keragaman di Indonesia tidak bisa hanya diselesaikan melalui kelembagaan di luar diri manusia, seperti hukum, politik, dan ekonomi. Karena, semua perangkat kelembagaan ini berlaku umum dan universal. Sedangkan, kondisi masyarakat Indonesia sangat beragam dan unik, sehingga terkadang kelembagaan itu tidak mampu menjangkaunya. 

Baca juga: Forum Titik Temu Terilhami Majelis Reboan Gus Dur-Cak Nur
 
Menurut dia, pada kondisi demikian diperlukan obat yang jelas berupa kearifan agar penerapannya bisa berjalan secara efektif. Tanpa kearifan, bangsa Indonesia akan mudah rapuh dan mengancam persatuan dan persaudaraan. “Inilah pentingnya membangun dan mengembangkan kearifan dalam diri setiap warga bangsa Indonesia,” tandasnya.
 
Sebaliknya, kata dia, kini hukum, politik, dan ekonomi tidak lagi menjadi alat pemersatu. Tetapi, menjadi ajang kontestasi yang justru mengancam keutuhan. Masing-masing kelompok tidak memandang kelompok lain yang berbeda sebagai mitra. Tetapi sebagai kompetitor yang harus disingkirkan.
 
“Semua ini (ancaman retaknya keutuhan) akan hilang jika ada kearifan dalam diri manusia karena kearifan akan memberikan ruang atas perbedaan,” jelas ibu empat anak perempuan ini.
 
Kearifan, lanjut dia, merupakan kekuatan yang menjaga titik temu dari berbagai keragaman, sehingga bisa menjaga keberagaman. Kearifan juga sebagai kekuatan membangun danau peradaban yang menjadi temu berbagai kebudayaan warga bangsanya.
 

Pewatra: Husni Sahal
Editor: Musthofa Asrori