Nasional

Pakar Sebut RUU DKJ Berpotensi Langgar UUD 1945 karena Tiadakan Pilkada Jakarta

Kamis, 7 Desember 2023 | 20:00 WIB

Pakar Sebut RUU DKJ Berpotensi Langgar UUD 1945 karena Tiadakan Pilkada Jakarta

Salah satu patung di Jakarta: Monumen Pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Pakar Hukum dari Universitas Lampung (Unila) Prof Rudy Lukman menyebut Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang menjadi inisiatif DPR berpotensi melanggar UUD 1945 karena meniadakan pemilihan kepala daerah (pilkada) Jakarta. 


Pasalnya, di dalam RUU DKJ itu termaktub bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta akan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden RI. Klausul tentang itu terdapat di dalam Pasal 10 ayat 2 bagian IV RUU DKJ.


“RUU DKJ yang mengusulkan penunjukan langsung kepala daerah Jakarta dapat dianggap melanggar prinsip demokrasi yang diamanatkan oleh UUD 1945. Jadi, kalau dilihat dari UUD 1945 tidak memperkenankan penunjukan kepala daerah. Jadi, kepala daerah itu harus dipilih secara demokratis,” ucap Prof Rudy saat dihubungi NU Online, Kamis (7/12/2023).


Ia menjelaskan, UUD 1945 tidak memberikan izin penunjukan kepala daerah dilakukan secara langsung oleh Presiden. Konstitusi Indonesia mengamanatkan agar kepala daerah harus dipilih melalui mekanisme demokratis. 


"Bisa dilihat di pasal 18 ayat 1 UUD 1945 itu. Artinya, undang-undang dalam konteks hierarki hukum harus tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945 sehingga ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan UUD 1945 itu inkonstitusional," jelasnya.


Ketua Lakpesdam PWNU Lampung ini mengingatkan bahwa dalam konteks NKRI, pemerintahan daerah terbagi menjadi provinsi, kabupaten, dan kota. Sementara Jakarta adalah daerah yang berbentuk provinsi, sehingga tetap harus memakai metode pemilihan yang demokratis yang sesuai UUD 1945.


“Ini kan sudah ditentukan oleh konstitusi dan keputusan MK yaitu (pemilihan kepala daerah dipilih) dengan Pilkada langsung maupun oleh DPRD,” katanya.


Walau terdapat cara pemilihan melalui DPRD, tetapi Prof Rudy meyakini bahwa suara yang ditunjuk oleh DPRD langsung hanya bersifat memperhatikan, sehingga dapat terindikasi adanya kecatatan yang berpotensi menyalahi aturan UUD 1945.


"Kalau DKJ ini kan langsung ditunjuk sedangkan suara DPRD-nya hanya memperhatikan sehingga menjadi cacat nantinya berpotensi cacat konsistusional," tegasnya.


Prof Rudy menyadari permasalahan utama Jakarta saat ini adalah karena masih belum jelasnya status Jakarta setelah nanti menjadi Daerah Khusus. Opsi-opsi seperti menjadi provinsi sendiri atau masuk ke dalam kota dari provinsi yang terdekat, seperti Jawa Barat atau pun Banten


"Karena indonesia tidak mengenal yang namanya bentuk kota secara individu tanpa ada lingkup provinsinya kecuali bentuk otoritanya berbeda sekali dengan pemerintahan daerah. Nah diskusinya dari situ dulu. Kalau sudah clear baru bisa masuk substansi-substansi pengaturan lainnya,” ucap Prof Rudy. 


“Misalnya struktur penerintahan maupun pemilihan kepala daerah seperti apa? Tapi yang membingungkan dari DKJ ini adalah Jakarta itu nanti jadi pemerintahan daerah seperti apa?" tutup Prof Rudy dengan pertanyaan retoris. 


Bunyi Pasal 18 UUD 1945

Pasal 18

(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

(5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.


Pasal 18A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.


Pasal 18B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.