Nasional

Peradaban Dunia Dimulai dari Rumah

Jumat, 27 November 2020 | 14:15 WIB

Peradaban Dunia Dimulai dari Rumah

Orang tua wajib mendampingi anak untuk membantu kepribadian yang baik di masa depan.

Jakarta, NU Online
Pakar Tasawuf KH M Luqman Hakim menuturkan bahwa dunia pendidikan sangat penting karena menjadi salah satu upaya untuk mengantarkan generasi penerus di kemudian hari. Pada 50 atau bahkan satu abad mendatang, peradaban dunia bergantung pada dunia pendidikan hari ini.

 

Dikatakan Kiai Luqman, para orang tua di rumah harus memiliki keberanian membangun satu peradaban dari dalam rumah. Sebab, pendidikan di dalam rumah menjadi penentu dalam menyiapkan seluruh cara pandang bagi anak.

 

Ia mengutip hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa seorang anak harus diperintahkan untuk shalat pada usia tujuh tahun. Hal ini menjadi salah satu tonggak dari pelajaran pendidikan bagi anak di dalam rumah yang sudah jauh-jauh hari diteladankan Nabi Muhammad.

 

“Itu (anak-anak) sudah harus diperintah shalat walaupun di usia yang belum wajib shalat. Tapi pendidikan shalat harus dimulai sejak anak berusia tujuh tahun,” kata Kiai Luqman dalam webinar bertajuk Pandemic Parenting: Merasakan Perang Orang Tua di Masa Pandemi. 

 

Rasulullah, sebagaimana dikutip Kiai Luqman, memerintahkan agar anak hendaknya dipukul jika pada usia tujuh tahun tidak mau shalat. Namun tentu saja pukulan tersebut jangan sampai menyakiti atau bahkan melukai tubuh sang anak.

 

“Jangan kau pukul anakmu sebelum usia 10 tahun. Artinya, di usia 10 tahun itu usia pra-baligh. Usia pra-baligh ini boleh dipukul yang penting tidak melukai. Karena jangan sampai anak ketika sudah baligh dengan sebuah karkater yang terbentuk tidak bagus,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, Kiai Luqman menegaskan bahwa jika anak sudah mencapai usia baligh atau saat masa-masa pubertas mulai terbentuk, sekitar 10 sampai 15 tahun, akan sangat sulit diubah. Oleh karena itu, pendidikan di rumah terutama mengenai shalat harus dimulai dari usia tujuh sampai 10 tahun.

 

“Nah usia tujuh sampai 10 tahun ini ibarat adonan yang masih bisa dicetak. Karena itu tidak boleh dipukul tapi tetap diarahkan. Kalau dipukul dan menyakiti, anak akan trauma di kemudian hari. Namanya adonan kan lembut, maka harus dicetak dengan cara yang lembut juga. Tapi kalau dipukul maka adonannya akan rusak,” jelas Pengasuh Pesantren Raudhatul Muhibbin, Caringin, Bogor, Jawa Barat ini.

 

Menurut Kiai Luqman, itulah yang harus diperhatikan orang tua dalam proses-proses awal pendidikan bagi anak. Peran orang tua sangat berpengaruh bagi tumbuh-kembang si anak pada rentang usia tujuh sampai 10 tahun. 

 

“Maka disebutkan kullu mauludin yuladu ‘alal fitrah. Artinya, fitrah itu sesuatu yang sangat netral, bersih semuanya. Tapi bagaimana membangun karakter cara pandang hidup anak ke depan adalah tugas kedua orangtuanya. Karena mereka adalah lingkungan terdekat bagi si anak,” paparnya.

 

Kemudian Kiai Luqman menyampaikan bahwa ada seorang peneliti Belanda yang melakukan riset soal siapa yang membentuk karakter pemimpin Islam di Indonesia? 

 

“Rupanya dari hasil penelitian itu ditemukan bahwa yang membentuk adalah kiai-kiai langgar, kiai-kiai mushala, bukan universitas atau pesantren-pesantren besar. Ketika anak-anak itu belajar iqra, belajar alif-ba-ta, belajar ngaji itu di usia 7-10 tahun itu yang membentuk karakteristik watak kepemimpinan seseorang,” pungkasnya.

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan