Nasional

PHK Massal Terus Meningkat, Menaker Yassierli Sebut Jumlah dan Penyebabnya

NU Online  ·  Selasa, 6 Mei 2025 | 13:00 WIB

PHK Massal Terus Meningkat, Menaker Yassierli Sebut Jumlah dan Penyebabnya

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli saat saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (5/5/2025). (Foto: SS YouTube resmi Komisi IX)

Jakarta, NU Online
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan bahwa jumlah pekerja yang terkena imbas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejak Januari hingga April 2025 mencapai 24.083. Jumlah tersebut meningkat dibanding periode yang sama pada 2024.


Hal itu dikatakan Menteri Yassierli saat saat rapat kerja bersama Komisi IX DPR, di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (5/5/2025). 


"Saat ini sudah terdata itu adalah sekitar 24.000 (orang). Jadi sudah sepertiga dari tahun 2024. Jadi kalau ada yang bertanya PHK year to year yaitu saat ini dibandingkan tahun lalu memang meningkat dan tiga provinsi terbanyak Jawa Tengah, Jakarta, Riau dan tiga sektor terbanyak itu adalah industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, dan aktivitas jasa lainnya," katanya dikutip NU Online dari kanal YouTube resmi Komisi IX pada Selasa (6/5/2025).


Berdasarkan data yang dihimpun, katanya, terdapat sedikitnya 25 penyebab terjadinya PHK, tapi tujuh di antaranya dinilai sebagai faktor dominan. Pertama, perusahaan mengalami kerugian atau bahkan harus tutup karena penurunan permintaan di pasar dalam negeri maupun luar negeri.


Kedua, lanjutnya, adalah relokasi perusahaan sehingga banyak pelaku usaha memindahkan operasional ke wilayah dengan upah tenaga kerja yang lebih rendah demi efisiensi biaya.


"(Ketiga) kemudian ada kasus perselisihan hubungan industrial. Tapi ini biasanya tidak massal dari suatu perusahaan," ujarnya.


Keempat, tindakan balasan dari pengusaha atas aksi mogok kerja. Kelima, soal kebijakan efisiensi perusahaan demi mempertahankan keberlangsungan usaha.


"(Keenam) kemudian ada yang melakukan transformasi perubahan bisnis dan seterusnya. (Ketujuh) Kemudian yang terakhir adalah pailit karena beban terkait dengan kewajiban kepada kreditur dan seterusnya," jelasnya.


Merespons situasi ini, Menteri Yassierli mengaku tengah menyusun peta risiko PHK sebagai langkah antisipasi ke depan sehingga akan ada indikator ketenagakerjaan yang rutin dirilis, tidak hanya data makroekonomi seperti inflasi.


"Berapa jumlah tenaga kerja per bulan meningkatnya atau berkurangnya basis datanya itu integrasi tadi dari lintas K/L (kementerian dan lembaga)," katanya.


Bahkan, sebelumnya saat peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025, Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (K-Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin bahwa Hari Buruh 2025 terbilang paling buruk semenjak lima tahun terakhir.


Menurutnya, banyaknya PHK massal yang terjadi diakibatkan oleh aturan yang dibuat pemerintah dalam Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, meski diniatkan untuk menarik investasi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak ada lonjakan signifikan dalam Foreign Direct Investment (FDI) sejak regulasi tersebut diundangkan. 


"Makanya tidak mengherankan dampak yang bisa kita rasakan saat ini adalah; dalam catatan Sarbumusi misalnya per hari ini ada ribuan basis-basis Sarbumusi di Jawa Timur, Jawa Barat yang menjadi korban PHK," katanya saat ditemui NU Online di Pojok Gus Dur Lantai 1 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Salemba, Jakarta Pusat, pada Rabu (31/4/2025).
Â