Nasional

Pidato Lengkap Gus Yahya soal Tanggung Jawab Pengurus NU pada Pembukaan Konfercab PCNU Kota Serang

Kamis, 29 Agustus 2024 | 17:30 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya soal Tanggung Jawab Pengurus NU pada Pembukaan Konfercab PCNU Kota Serang

Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan pidato arahan dalam Pembukaan Konfercab IV NU Kota Serang, pada 24 Agustus 2024. (Foto: akun Facebook Yahya Cholil Staquf)


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) didaulat memberi pidato arahan dalam pembukaan Konferensi Cabang (Konfercab) IV Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Serang, Banten, di Hotel Wisata Baru, Sabtu, 24 Agustus 2024.


Berikut adalah pidato arahan lengkap Gus Yahya dalam kesempatan tersebut:


***


Assalāmualaikum wa rahmatullāhi wa barakātuh.

Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillah, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.


Yang saya hormati, jajaran Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang hadir, ada yang terhormat Khatib 'Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Akhmad Said Asrori, dan salah satu katib, Kiai Sarmidi Husna. Ini dulu waktu dia lahir bapaknya minta nama ke kiai, dikasih nama pakai tulisan Arab. Sebetulnya, kiainya maksudnya itu Sarmada. Tapi alif-nya itu pakai alif bengkong, terus ayahnya dikira Sarmidi, [Hadirin tertawa] salah seorang katib syuriyah. Biarpun begini, ini salah seorang andalan PBNU untuk bahtsul masail, karena beliau sekretaris LBM sebelumnya, sekarang naik pangkat jadi katib. Alhamdulillah.


Ada Kiai Matin Syarqowi, a'wan. Ini kalau di Jawa Tengah disebutnya sisa-sisa Laskar Pajang. [Hadirin tertawa]. Ini tokoh lama yang masih terus aktif dan tidak mau berhenti untuk Nahdlatul Ulama, sampai titik darah yang penghabisan. [Hadirin tepuk tangan]. Alhamdulillah, Nahdlatul Ulama punya tokoh-tokoh seperti ini.


Ada saudara Silahuddin, salah seorang wakil sekjen yang sekarang diberi tugas untuk menjadi Sekretaris PWNU sementara Provinsi Banten. Helmi bilang harusnya dia yang ngasih sambutan atas nama PWNU Banten. Tapi tidak berani dia, karena ada Katib 'Aam dan ada saya. Jadi takut kualat. Maka dia suruh Nuri supaya kalau kualat-kualat, biar Nuri yang kualat.


Yang saya hormati para pejabat pemerintahan yang hadir, ada Pak Wakil Wali Kota, ada Wakil Ketua DPR, ada Pak Wakil dari Kodim, dan lain-lain. Yang saya hormati, jajaran Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Serang beserta para MWC, dan juga tamu dari cabang yang lain. Tadi katanya ada dari Kabupaten Tangerang. Alhamdulillah.


Saya kira tanggal Konferensi Cabang ini hasil konspirasi, sepertinya, antara teman-teman PCNU dengan Kapolresta Serang, karena Kapolresta-nya ini, hari ini punya hajat, karena masih punya hubungan famili dengan saya dan Kiai Said. Beliau undang kami supaya kami sungguh-sungguh datang, diatur-atur supaya konferensinya hari ini juga. [Hadirin tertawa dan tepuk tangan]. Ini kalau di TNI-Polri namanya cipta kondisi.


Alhamdulillah, ini pertama kalinya saya sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hadir dalam pembukaan Konferensi Cabang, dan mudah-mudahan satu-satunya, jangan lagi-lagi, soalnya tidak cukup 5 tahun disuruh datang di 548 cabang, bagaimana caranya?


Pertumbuhan NU dari waktu ke waktu

Bapak Ibu yang saya hormati.

Tadi disebutkan bahwa tema konferensi ini adalah meneguhkan khidmah abad kedua. Dan memang, yang pertama-tama, harus kita bangkitkan dalam diri kita di dalam memasuki abad kedua ini tentu adalah syukur bahwa Nahdlatul Ulama ditakdirkan untuk terus bertahan hidup, dan bahkan berkembang luar biasa sampai melampaui satu abad usianya. Ini semua tidak lain adalah fadlun minallāh, bahwa Nahdlatul Ulama dalam satu abad perjuangannya dipikul oleh kader-kader, oleh pemimpin-pemimpin, pejuang-pejuang yang ikhlas, sehingga amal-amal dari para pendahulu itu menjadi amal-amal yang sungguh-sungguh barakah.


Nahdlatul Ulama pada waktu-waktu didirikan itu hanya hasil rapat dari 33 orang kiai, tanggal 31 Januari 1926. Ketika pada Pemilu tahun 1955 NU menjadi partai politik, perolehan suaranya 18 persen. 18 persen pada waktu itu dari sekitar 70-75 juta penduduk, mungkin hanya sekitar 15 juta warga Nahdlatul Ulama, pada waktu itu. Dan sesudah itu kita tidak tahu NU mengarungi sejarah yang penuh dengan dinamika; ada pergolakan, ada konflik, ada benturan-benturan, ada represi dari pemerintah selama waktu yang lama, dan seterusnya.


Dan kemudian belum lama ini kita mendapatkan laporan dari salah satu lembaga survei yang terpercaya, LSI, Lingkaran Survei Indonesia, kalau tidak salah, yang dipimpin oleh Pak Denny JA. Beliau mengumumkan bahwa LSI tahun 2005, dulu, 19 tahun yang lalu, LSI melakukan survei dan menemukan data bahwa 27 persen dari penduduk Indonesia mengaku sebagai orang NU. Tahun 2005. Kemudian tahun 2023 yang lalu, LSI melakukan survei kembali, dan hasilnya 56,9 persen penduduk Indonesia mengaku sebagai orang NU. [Hadirin tepuk tangan].


Ini pertumbuhan yang luar biasa cepat. Bagaimana mungkin dalam waktu 18 tahun, mulai 2005 sampai 2023, NU berkembang menjadi lebih dua kali lipat ukurannya, dari 27 persen menjadi 56,9 persen? Sampai sekarang saya masih bertanya-tanya: Ini orang yang baru masuk NU antara tahun 2005 sampai 2023 ini orang NU macam apa? Dan kalau kita hitung, 56,9 persen dari seluruh penduduk Indonesia yang jumlahnya sekarang kira-kira 285 juta, itu berarti jumlah warga NU di Indonesia ini tidak kurang dari 160 juta. Ini luar biasa. Maka, ini adalah karunia yang sebetulnya mungkin tak terbayangkan oleh siapa pun bagaimana NU bisa berkembang begitu cepat, menjadi sedemikian besarnya saat ini.


Tapi karunia itu juga berarti tanggung jawab, karena nikmat itu ada tanggung jawabnya, nikmat itu ada hisabnya. Tsumma latus'alunna yauma'idzinanin-na‘īm (QS At-Takatsur: 8). Kita sudah dikaruniai nikmat seperti ini, bagaimana pertanggungjawaban kita nanti? Maka yang perlu kita pikirkan dengan memasuki abad kedua Nahdlatul Ulama ini, setelah bersyukur, yang kedua adalah tanggung jawab, bagaimana tanggung jawab kita atas Nahdlatul Ulama ini – setelah melewati satu abad.


Tanggung jawab pengurus NU

Bapak ibu, saudara sekalian yang saya hormati.

Menjadi pengurus NU itu tidak wajib. Ini perlu saya ingatkan sekarang, mumpung belum pada pemilihan. Jadi, menjadi pengurus NU itu tidak wajib. Kalau sampean tidak mau jadi pengurus NU tidak dosa. Tidak ada dosanya, karena tidak wajib. "Enggak mau ah, malas." Tidak wajib. Tidak apa-apa. Tidak dosa. Tapi kalau sampean kok sudah berani-berani menjadi pengurus NU, maka sampean harus ingat bahwa di situ ada tanggung jawab yang wajib yang tidak boleh dihindari, dan ada hisabnya.


NU ini bukan soal bagaimana sampean bergaul berbaik-baik dengan Kiai Matin Syarqowi saja. Sampean jadi pengurus NU itu nanti dihisab di hadapan Allah subhanahu wa ta’ālā mengenai tanggung jawab kita. Ini harus diingat sejak awal, maka dipikir lagi ini. Kalau sudah terlanjur jadi pengurus kok kelihatannya takut, ya mundur saja, sudah. Kalau tidak berani, sudah, tidak usah minta jadi pengurus, karena ada tanggung jawabnya, dan itu harus dipertanggungjawabkan di hadapan hisab Allah subhanahu wa ta’ālā.


Padahal tanggung jawab kita ini sekarang berganda. Yang pertama, kita sekarang punya tanggung jawab untuk lebih memahami lagi kenyataan NU hari ini, yang pasti berbeda dari anggapan-anggapan kita tentang NU di masa lalu. Terutama karena apa? Karena tadi, 18 tahun tambah jadi dua kali lipat lebih. Ini ada orang-orang NU baru yang kita harus pahami, mereka ini orang macam apa?


Kalau sebelumnya, mungkin sampai tahun 90-an, sampai awal 2000-an, potongannya orang NU itu kira-kira ya potongan kayak Kiai Matin Syarqowi ini lah, kira-kira, rata-rata kayak begini dulu, dan beredar di sekitar masjid-masjid, pondok-pondok pesantren, madrasah-madrasah, itu orang-orang NU. Beredarnya ngerubung pondok, ngerubung masjid, ngerubung pengajian-pengajian, itu kan orang-orang NU.


Sekarang mungkin bisa lebih luas dari itu. Kalau 56,9 persen penduduk Indonesia mengaku orang NU, ini sampean tangkap 10 orang di jalan, insyaallah yang 5 ngaku NU [Hadirin tertawa dan tepuk tangan] dan mereka beredar di berbagai tempat yang mungkin sebelumnya tidak terbayang; di pasar-pasar, di terminal-terminal, di jalanan, di kantor-kantor, di gedung-gedung tinggi – bekerja di bidang-bidang yang sama sekali baru.


Sekarang ini kita punya – di dalam kepengurusan NU, di dalam lingkaran kerja PBNU itu – ahli program developer digital terbaik di Indonesia. Sampean dulu waktu Covid (memakai) Peduli Lindungi itu, yang bikin anak ini, namanya Faqihuddin Arif, usianya baru 28 tahun. Kita sekarang punya ahli cyber security terbaik di Indonesia, yang selama ini mengerjakan security digital untuk TNI-Polri, bahkan untuk Peruri, dan lain sebagainya, namanya Muqorrobin, mungkin (usianya) baru awal 30. Ini bidang-bidang yang Kiai Matin ngelamun saja, tidak pernah membayangkan kerjaannya kayak apa, sudah tidak kepikir sama sekali.


Ini NU, yang menjadi tanggungan kita bersama sekarang ini. Belum lagi, perubahan dunia secara keseluruhan memang luar biasa. Begitu cepat perubahan-perubahan terjadi, dan begitu besar bentuk-bentuk perubahannya. Maka ini tantangan yang luar biasa bagi kita semua.


Transformasi organisasi

Ketum PBNU Gus Yahya Cholil Staquf saat menyampaikan pidato arahan dalam Pembukaan Konfercab IV NU Kota Serang, pada 24 Agustus 2024. (Foto: akun Facebook Yahya Cholil Staquf)

Untuk itu, Bapak Ibu sekalian, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama telah mencanangkan tiga matra untuk transformasi organisasi. Kenapa? Karena dalam menghadapi tantangan-tantangan yang seperti ini mau tidak mau kita harus berorganisasi dengan cara baru. Tidak bisa lagi berorganisasi di NU ini dengan cara seperti biasanya. Itu tidak cukup. Cuma gradak-gruduk menghidupkan sound system nanti orang kumpul sendiri, misalnya begitu. Selama ini kan begitu kita. Kita tidak bisa lagi begitu.


Kita harus berorganisasi dengan cara baru, karena yang kita hadapi adalah kenyataan-kenyataan baru, tantangan-tantangan baru. Maka PBNU mencanangkan transformasi organisasi. Transformasi itu artinya mengembangkan model organisasinya ini sedemikian rupa, sehingga nanti mampu bekerja untuk menghadapi tantangan-tantangan baru itu. Transformasi ini mencakup tiga matra, tiga dimensi, tiga bidang.


Yang pertama adalah mengenai tata kelola organisasi, bahwa organisasi ini harus dikelola dengan cara yang lebih baik. Dan untuk itu, pertama-tama, yang dilakukan adalah memastikan bahwa pengurus-pengurus organisasi ini, personel-personel yang menjadi pengurus, yang didaftarkan, yang mendapatkan SK, yang tercantum di dalam SK kepengurusan, ini sungguh-sungguh valid, tidak ada nama yang abal-abal, sungguh-sungguh ada orangnya. Kalau sudah sungguh-sungguh ada orang-orangnya, nanti diurus kemudian supaya dia sungguh-sungguh ada kerjaannya. Jadi pengurus itu jangan cuma ngeloni SK saja.


Jadi, harus dipastikan mulai dari pusat sampai ke ranting, bahwa ini orangnya beneran, MWC ini MWC yang betul-betul ada orangnya, cara pembentukannya valid, tidak asal pokoknya, rekayasa, atau dengan cara yang seenaknya sendiri. Tidak boleh. Harus dibentuk dengan cara yang valid, mekanismenya itu valid. Makanya nanti Konferensi Cabang ini harus dikerjakan dengan tata cara yang benar, supaya hasilnya valid. Kemudian pengurusnya, orangnya, juga valid. Itu pertama-tama.


Yang kedua, kita buat satu rancangan tatanan organisasi secara menyeluruh. Itu sebabnya kita berkali-kali mengadakan Konferensi Besar, sampai sekarang sudah empat kali. Padahal menurut AD/ART, Konferensi Besar itu sekurang-kurangnya dua kali dalam satu periode. Ini baru setengah periode kita sudah selenggarakan empat kali Konferensi Besar. Untuk apa? Untuk menetapkan berbagai macam Peraturan Perkumpulan yang menjadi dasar aturan untuk tata kelola.


Maka saya kira untuk konferensi ini, Pak Sarmidi, mungkin lebih diperlukan penekanan kepada sosialisasi dari sekian banyak peraturan yang ada, karena ini penting supaya nanti cabang Kota Serang ini tidak bikin aturan sendiri yang tidak sesuai dengan keseluruhan aturan yang sudah ditetapkan di tingkat pusat. Ini soal tata kelola.


Dan yang ketiga, kita punya agenda digitalisasi. Sekarang ini kita sedang membangun satu sistem digital untuk mengerjakan urusan-urusan organisasi secara digital, supaya tidak lagi pakai kertas. Mulai awal Agustus kemarin saya sudah tidak lagi tanda tangan surat pakai pulpen. Sudah tidak. Kenapa? Karena kita sekarang sudah punya namanya Digdaya Persuratan. Kayak begini ini, digitalisasi Data dan Layanan NU untuk persuratan [Gus Yahya menunjukkan aplikasi dalam gawainya]. Sekarang sudah berlaku di PBNU. Kita tinggal download, pencet. Di sini nanti ada surat yang harus ditandatangani, pencet. Mana suratnya, kalau ada. Ini kebetulan tidak ada. Ada surat masuk dan lain sebagainya, sekarang sudah pakai ini. Dan saya sudah kasih deadline kepada tim digital kita bahwa ini harus sudah sampai ke cabang-cabang pada bulan Desember yang akan datang.


Jadi, bulan Desember nanti cabang-cabang sudah harus pakai itu semua, dan kita wajibkan semua personel pengurus untuk men-download aplikasi itu. Kita kasih deadline kalau seminggu belum download kita coret dari SK, supaya semua orang pakai itu semua, karena ini sangat membantu efisiensi organisasi. Ini nanti akan kita kembangkan menjadi macam-macam, karena nanti semua data, semua layanan NU secara nasional akan masuk dalam sistem digital itu – termasuk banom-banom sekarang kita gabungkan semua jadi satu. Ini digitalisasi. Matra yang pertama, terkait dengan tata kelola ini, menyangkut tiga hal, yaitu validasi kepengurusan, konsolidasi aturan-aturan, dan yang ketiga digitalisasi.


Yang kedua adalah pelatihan kader, supaya kader-kader yang jadi pengurus, yang mengerjakan tugas organisasi ini ada standar kemampuannya. Kalau pemerintah itu kan tidak semua orang bisa langsung jadi pegawai negeri begitu saja, ada tesnya, ada pendidikannya, ada standarnya. Kita juga begitu, harus ada standar jadi pengurus ini, jangan sembarang orang. Nanti (kalau) sembarang orang jadi pengurus, disuruh, dikasih tugas, tidak jalan. Maka kita buat sistem kaderisasi.


Di samping yang sudah ada di banom-banom, di tingkat NU kita bikin kaderisasi berjenjang, mulai dari PD-PKPNU, PMK-NU, dan ini sebentar lagi, insyaallah tahun depan, kita mulai AKN-NU atau Akademi Kepemimpinan Nasional NU. Insyaallah. Maka tugas yang paling dekat nanti dari pengurus cabang Kota Serang ini adalah menyelenggarakan pelatihan-pelatihan kader. Ini tugas yang paling dekat. Apakah PD-PKPNU ataupun PMK-NU.


Strategi khidmah pengurus NU

Matra yang ketiga adalah strategi khidmah. Kita ber-NU ini kan untuk berkhidmah. Strategi khidmahnya seperti apa supaya khidmahnya NU ini terasa manfaatnya bagi warga dan juga bagi masyarakat luas, supaya orang orang di pasar-pasar, di pesantren-pesantren, di madrasah-madrasah, di terminal-terminal, di jalanan, di kantor-kantor, itu sehari-hari mereka merasakan NU punya manfaat buat mereka. Jangan sampai NU ini, sampean punya kantor, punya SK, punya macam-macam, tapi orang tidak merasakan apa-apa dari manfaatnya NU. Jangan sampai NU ini wujuduhu ka'adamihi, itu jangan sampai. Harus terasa betul wujudnya NU itu, manfaatnya apa. Ini butuh strategi. Maka kita bangun strategi khidmah.


Kita sudah punya rencana strategis nasional. Nanti bisa disosialisasikan dan mungkin bisa disinkronkan program-program cabang dengan strategi nasional itu. Kita atur nanti caranya.


Tapi ada satu lagi yang sangat strategis juga, adalah apa yang kita canangkan sebagai Gerakan Keluarga Maslahat NU atau GKMNU, bahwa kita akan menyelenggarakan khidmah langsung untuk keluarga-keluarga dengan segala hajatnya. Keluarga itu punya hajat ekonomi, punya hajat pendidikan, punya hajat kesehatan, punya hajat macam-macam, punya hajat pengasuhan anak, punya hajat merukunkan suami istri, dan lain sebagainya. Semua hajat keluarga ini kita sediakan khidmahnya yang kemudian kita sebut sebagai Gerakan Keluarga Maslahat NU.


Kita sudah membentuk satgas nasional dan sudah kita bentuk satgas-satgas sampai ke tingkat desa di sejumlah provinsi. Saya tidak tahu di Banten ini sejauh mana. Sudah, ya? Alhamdulillah. Menurut laporan terakhir yang saya terima, kita sudah punya satgas sampai di tingkat desa untuk tujuh provinsi di seluruh Indonesia, dan masih sedang diteruskan. Sekarang kita sudah punya personil Satgas – dari tujuh provinsi itu – tidak kurang dari 116.000 personil Satgas GKMNU. Dan keluarga-keluarga yang sudah menjadi partisipan yang ikut serta dalam program GKMNU sudah lebih dari 2 juta keluarga di tujuh provinsi. Ini akan kita jadikan sebagai model khidmahnya NU ke depan.


Bapak Ibu sekalian yang saya hormati.

Semoga yang saya sampaikan ini bisa memicu imajinasi, memicu khayalan Bapak Ibu sekalian mengenai bagaimana NU masa depan ini harus kita kembangkan. Dan dari sini saja, saya kira, semua orang sudah bisa membayangkan bahwa pasti ada banyak pekerjaan. Ini memang waktunya saya memenuhi janji. Dulu sebelum muktamar saya sampaikan kepada cabang-cabang bahwa saya mencalonkan diri menjadi ketua umum ini untuk melamar pekerjaan. Pekerjaannya sudah saya jelaskan, dan kalau cabang-cabang memilih saya dan saya jadi ketua umum beneran, saya bilang, maka insyaallah cabang-cabang akan lebih sibuk, lebih capek, lebih pusing. Sekarang waktunya saya memenuhi janji. Jadi kalau ada cabang mengeluh, “Sekarang jadi cabang kok sulit, banyak sekali urusannya ini.” Saya akan bilang, “Rasakan akibatnya.”


Kalau butuh pasti ada

Tapi jangan berkecil hati, karena, pertama, NU itu adalah fadlun minallah, keberadaan NU ini adalah karunia Allah, dan NU ini dijadikan ada oleh Allah subhanahu wa taala itu sebagai atsarun nubuwah. Maka sebetulnya orang berkhidmah di NU itu tidak akan mengalami kesulitan. Di NU itu, apa pun, asalkan memang perlu, pasti mudah. Kalau memang perlu pasti mudah. Perlu itu artinya fardhu. Fardhu itu artinya wajib. Itu pasti mudah, tidak mungkin sulit. Itu tidak mungkin.


Seperti haji itu. Haji itu yang wajib-wajib tidak ada yang sulit, pasti mudah. Tawaf itu sulitnya apa, cuma jalan muter-muter Ka'bah saja, kok. sa’i, tidak ada yang sulit. Apalagi wukuf, wong cuma, bahasa Jawanya itu, thenguk-thenguk. Wukuf itu cuma berhenti, begitu saja, itu namanya wukuf. Tidak ada yang sulit kalau wajib. Yang sulit itu pasti tidak wajib. Mencium Hajar Aswad itu susah sekarang, tapi kan tidak wajib. Makanya kita ber-NU itu begitu, kalau perlu pasti mudah, kalau sulit berarti tidak perlu. Kalau tidak perlu, tidak usah dipikir. Kalau perlu pasti mudah. Capek iya, capek memang iya, tapi mudah. Jadi sebetulnya ber-NU itu, apalagi menjadi pengurus itu, siap capek saja karena kerjaannya itu mudah, cuma bikin capek, karena yang perlu pasti mudah.     


Yang kedua, NU itu kalau butuh pasti ada. Kalau butuh itu pasti ada. Tidak mungkin NU butuh kok terus tidak ada, itu tidak mungkin, mustahil. Apalagi kok NU, kecoa itu saja, kalau butuh pasti ada. Wa mā min dābbatin fil-ardli illāalallāhi rizquhā (QS. Hud: 6). Jadi, NU itu kalau butuh pasti ada. Kalau tidak ada berarti tidak butuh, tidak usah dipikir, karena kalau butuh pasti ada.


Kalau kita punya banyak rezeki ini-itu ini-itu, ya jangan terus buru-buru berbangga diri, karena, pertama, rezeki itu kita belum tentu butuh. Yang namanya rezeki itu oleh Allah diberikan bighairi hisab. Bighairi hisab itu tidak pakai variabel. Gusti Allah itu kalau memberi rezeki itu sudah tidak pakai hitungan, tidak pakai pertimbangan, sebab musabab, dan lain-lain tidak ada, diberi begitu aja. Makanya jangan heran ada orang goblok-goblok kelakuannya, bejat, kaya raya. Orang yang alim shaleh kayak Pak Kiai Matin kok begini-begini terus dari dulu, ya jangan heran. Gusti Allah itu ngasih rezeki tidak pakai perhitungan, kok. Dan banyak rezeki, kadang-kadang sering kita itu diberi rezeki padahal tidak butuh. Kalau itu yang terjadi, jangan buru-buru bangga, karena walaupun kita tidak butuh, kita tetap harus mempertanggungjawabkan. Jadi harus kita ciptakan kebutuhannya, supaya rezeki ini termanfaatkan untuk sesuatu yang memang sesuai dengan syariat.


Kita ber-NU seperti itu. Jangan, misalnya, belum apa-apa sudah spaneng kepengin punya kantor. Sebelum berpikir punya kantor, pikirkan dulu kebutuhannya apa. Kebutuhan apa yang membuat kita butuh kantor? Kalau butuhnya belum ketemu, ini namanya, logikanya, mantiknya, tidak urut, nanti salah-salah. Kayak orang mimpi kepengin punya mobil, misalnya, tapi tidak tahu mobilnya itu kalau punya mau dipakai apa.


Ada cerita di satu daerah yang di situ ada perkebunan kopi yang sukses, panen besar-besaran. Kalau panen itu, karena banyak uang, lalu beli segala macam; beli kulkas, beli AC, dibawa pulang. Padahal di situ belum ada listrik. Kulkasnya buat menyimpan baju. Ini kan celaka, kalau begini. Nanti saya dengar PCNU Tangerang ini sedang membangun kantor, ini jangan telat, pikirkan, kantor itu buat apa nantinya, supaya jelas kita ini.


Ini, Bapak Ibu sekalian, prinsip-prinsip tentang bagaimana kita mengembangkan NU ke depan.


Alhamdulillah, saya bersyukur sekali sebagai ketua umum ini karena saya merasa bahwa saya tidak salah memilih tim kerja di PBNU. Semua teman-teman di PBNU alhamdulillah bekerja dengan baik, dengan penuh semangat, sehingga pekerjaan-pekerjaan bisa terlaksana dengan sebaik-baiknya. Saya berharap bahwa nantinya PCNU Kota Tangerang ini juga akan membentuk tim yang tidak kalah baiknya dengan tim PBNU. Insyaallah. [Hadirin tepuk tangan].


Mari bersama-sama kita mulai Konferensi Cabang IV Nahdlatul Ulama Kota Serang, dan membukanya dengan bacaan Ummul Kitāb. Semoga Konferensi Cabang ini bisa berlangsung dengan lancar, dengan baik, membuahkan hasil-hasil yang sungguh bermanfaat dan berkah untuk Nahdlatul Ulama. Amin. ‘Ala hadzihin niyah, Alfātihah.


Dengan ini, Konferensi Cabang IV Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kota Serang tahun 2024 dinyatakan secara resmi dibuka. [Gus Yahya mengetuk palu tiga kali, diikuti tepuk tangan hadirin].


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.

Wassalāmualaikum wa rahmatullāh wa barakātuh.