Nasional

Tiga Sebab Penghambat Persaudaraan Kemanusiaan menurut Quraish Shihab

Rabu, 18 September 2019 | 10:00 WIB

Tiga Sebab Penghambat Persaudaraan Kemanusiaan menurut Quraish Shihab

Prof HM Quraish Shihab berbicara pada Forum Titik Temu hasil kerjasama Nurcholish Madjid Society, Gusdurian, dan Ma’arif Institute di Jakarta, Rabu (18/9). (Foto: NU Online/Husni Sahal)

Jakarta, NU Online
Prof HM Quraish Shihab mengemukakan tiga sebab utama yang sangat berpotensi menghambat lahirnya persaudaraan kemanusiaan. Tiga sebab itu ialah kesalahpahaman tentang ajaran agama, emosi keagamaan yang berlebihan, dan peradaban umat manusia dewasa ini.
 
Prof Quraish mengemukakan hal itu saat memberi sambutan pada Forum Titik Temu yang diselenggarakan atas kerjasama Nurcholish Madjid Society, Gusdurian, dan Ma’arif Institute di DoubleTree Hilton Hotel Jakarta, Rabu (18/9). 
 
 
Pertama, kesalahpahaman tentang ajaran agama. Menurutnya, kesalahan itu menjadikan sementara orang menduga persaudaraan seagama bertentangan dengan persaudaraan sekemanusiaan. Padahal, agama tidak mengajarkan pertentangan itu.
 
“Manusia adalah ciptaan Tuhan. Pencipta selalu mencintai ciptaannya,” kata penulis Tafsir Al-Misbah ini.
 
Kesalahpahaman tentang ajaran agama, lanjut dia, bisa mendorong seseorang menutup diri dan memutuskan hubungan dengan kenyataan, dan kenyataan itu tidak bisa dihindari. 
 
“Kesalahpahaman tentang agama menjadikan sementara orang mengira bahwa paham kebangsaan yang menetapkan hak dan kewajiban yang sama dalam kewarganegaraan itu bertentangan dengan ajaran agama,” terang mantan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
 
Dikatakannya, kesalahpahaman juga menjadikan sementara orang enggan membantu pihak yang berbeda agama. Bahkan, melarang walau menyampaikan ucapan basa-basi. Ia mengatakan, menutup diri merupakan perbuatan yang tidak bermanfaat.

Baca juga: Forum Titik Temu Terilhami Majelis Reboan Gus Dur-Cak Nur
 
“Yang kita butuhkan adalah bagaimana hubungan itu kita hadapi dan kelola sehingga tidak menciderai nilai-nilai agama. Tidak juga menjadikan kita lupa bahwa kita bersaudara sekaligus berse-udara. Udara yang tercemar dampaknya menimpa kita semua,” terang ayah presenter kondang Najwa Shihab ini.
 
Kedua, emosi keagamaan yang berlebihan. Dia mengatakan, emosi tersebut sering mengundang orang yang berpengetahuan sekalipun bersikap tidak adil. Bahkan, mereka mengucapkan kalimat-kalimat yang justru bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri. Persoalan itu terjadi di belahan dunia timur dan barat, tidak terkecuali di Indonesia.
 
Emosi yang Lahirkan Cinta
Menurut Guru Besar emeritus UIN Jakarta ini, seharusnya emosi itu dapat diarahkan sehingga melahirkan cinta yang merupakan inti ajaran agama-agama. Ihsan dalam agama Islam dan dalam konteks hubungan manusia, kata dia, memandang orang lain adalah diri sendiri.
 
“Dengan cinta, kita dapat berhubungan harmonis. Bahkan, menyatu walau kita berbeda agama atau pikiran. Karena itu, ketika akal manusia mendiskusikan tentang wujud Tuhan, akal berselisih. Tetapi, pengamal-pengamal agama yang mendasari pengamalan agamanya dengan cinta, (mereka) bertemu dan bergandengan tangan,” tuturnya.
 
Ketiga, peradaban umat dewasa ini. Dia mengatakan, peradaban telah memberi sumbangan yang sangat berarti bagi kemanusiaan dalam bidang material. Tetapi, dalam saat yang sama harus juga diakui bahwa peradaban menjadi pincang karena mengabaikan sisi ruhaniyah manusia. Peradaban yang ada disebutnya tidak adil.
 
Kakak kandung Alwi Shihab ini lantas mengemukakan berbagai makna adil. Pertama, adil bisa bermakna keseimbangan. Perhatian peradaban dewasa ini terhadap alam dan manusia tidak seimbang. Adil juga dimaknai dengan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
 
Menurut dia, di antara ketidakadilan terjadi dalam hal makanan. Organisasi Pangan dan Pertanian Sedunia (FAO) menyebut sisa makanan yang terbuang di Eropa dalam setahun dapat memenuhi kebutuhan  pangan 200 juta manusia. Begitu juga sisa makanan di Amerika Latin yang dapat mencukupi 300 juta manusia.
 
“Adil juga bermakna memberikan setiap orang haknya dengan cara yang benar dan secepat mungkin. Saya ingatkan kembali agar siapapun berlaku adil kepada orang lain, sekalipun berbeda agama, suku, pandangan politik, atau lainnya,” pungkas Quraish Shihab.
 

Pewarta: Husni Sahal
Editor: Musthofa Asrori