Dzulhijjah, muktamar akbar manusia sejagat bersebut haji capai puncaknya. Setelah hari tasyriq rampung, jamaah haji berangsur-angsur pulang ke negaranya masing-masing. Hampir-hampir ketika ditanya tentang Tanah Suci, semua jamaah haji terbersit perasaan sedih dan berat hati meninggalkan kota yang tidak bakal dijejak oleh fitnah dajjal. Setiap jamaah sepulang dari dua kota suci: Makkah dan Madinah, tersembul kerinduan mendalam untuk kembali lagi dan beribadah selama mungkin.
Membaca buku ini, terpantik kerinduan mendalam bercita untuk lekas menunaikan haji --atau setidaknya berumrah. Terpapar banyak keterangan bersumber dari hadits ataupun keterangan laku Sahabat (atsar) yang merujuk bagaimana uraian keutamaan-keutamaan lokus Makkah-Madinah. Sama-sama menunaikan shalat, tetapi bila dilaksanakan di Masjidil Haram bakal menuai seratus ribu pahala keutamaan ketimbang shalat di masjid lain. Sekadar melihat Ka’bah pun mendapat ganjaran; padahal Ka’bah sendiri hanya ada di Makkah.
Begitupun dengan mengecup hajar aswad, thawaf, wukuf serta sa’i. Selain berpahala, semua amalan tersebut hanya bisa dilakukan di Makkah. Di Madinah, para jamaah bisa berziarah ke pusara Nabi Muhammad saw. Makam beliau yang berada di dalam Masjid Nabawi juga berdekatan dengan raudlah; tempat mustajab berdoa. Di dua kota suci tersebut, terdapat banyak situs bersejarah yang bisa dicecap nilai historis maupun sebagai lokus permenungan.
Baca Juga
Bila Wartawan Naik Haji
Simaklah semisal Jabal Uhud; bukit yang menjadi saksi bisu Pertempuran Uhud. Para jamaah dapat menziarahi makam para syuhada. Napak tilas berikut merujuk ke Jabal Rahmah; bukit yang dianggap sebagai tempat pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa yang telah lama digunakan sebagian jamaah sebagai tempat berdoa memohon jodoh dan kelanggengan rumah tangga.
Boleh jadi parameter-parameter seperti itulah yang membuat para jamaah merasa tidak bosan ingin berhaji atau berumrah lagi dan lagi. Di samping dorongan pahala, orientasi lainnya adalah terciptanya “sensasi” kekhusyukan beribadah di “tanah asal” (tempat kelahiran Islam) yang dirasa lebih afdol dan kekhusyukan macam itu sulit diwujudkan di tempat lain.
Buku terjemahan ini juga memuat sejumlah hadits Nabi Muhammad Saw yang kiranya dapat menjadi cerminan kontemplasi aktualisasi hari ini. Setelah laku hijrah Nabi Muhammad Saw /pasca-Fathul Makkah, Nabi Saw dalam beberapa riwayat disebut hanya berhaji sekali (halaman: 21).
Ketika ditanya oleh Sahabat perihal berapa kali seseorang berkewajiban berhaji, Nabi Muhammad Saw menjawab: hanya sekali seumur hidup. Dari sinilah buku ini menyajikan perimbangan: di satu sisi seperti amat menyorongkan umat agar sesering mungkin berumrah dan berhaji, tetapi di sisi lain tersirat untuk meneladani laku Baginda Nabi Muhammad Saw tersebut.
Pensyariatan kewajiban haji sendiri pada tahun 6 H. Namun, Nabi Muhammad Saw baru bisa berhaji pada tahun 10 H --dan tahun berikutnya beliau wafat. Dengan kata lain, berarti Nabi Muhammad Saw punya kesempatan berhaji lebih dari sekali. Jarak Makkah dan Madinah pun tak sampai lima ratus kilometer. Toh, Nabi Muhammad Saw dan para Sahabat nyatanya lebih disibukkan oleh sorongan pelbagai urusan ibadah sosial macam menyantuni kalangan papa dan anak yatim korban perang.
Termuat juga di buku tersebut hikayat “haji gagal” Abdullah bin Mubarak. Berniat berhaji dengan membawa segala perbekalan, tatkala di tengah perjalanan, Abdullah menjumpai perempuan yang saking melaratnya sampai memakan bangkai binatang. Abdullah lantas memberikan semua bekalnya dan mengurungkan niat berhaji (halaman: 58).
Baca Juga
Haji dalam Sastra Sunda
Pesan moral hikayat yang melegenda tersebut adalah perihal arti penting kesalehan ritual-individual seyogianya mampu merembes pada kesalehan sosial. Maka, sepulang berhaji idealnya kerinduan terhadap Makkah-Madinah kiranya bisa diganti dengan kerinduan untuk senantiasa berpunya ghirah besar atas problem sosial-keumatan.
Meski demikian, buku tersebut kukuh berjalan di relnya sendiri: berorientasi ritual-formalistik yang terkata bertolak belakang dengan buku-buku bertema haji dengan orientasi kesalehan sosial. Dengan artian, buku ini memang hanya menyibak dalil-dalil keutamaan haji-umrah. Sembilan puluh persen isi buku hanya menyajikan hadits maupun atsar.
Sayang beribu sayang, tak banyak uraian Imam Zaenul guna mengomentari maksud sebuah hadits yang teranggap butuh keterangan. Padahal, tak sedikit hadits yang membutuhkan keterangan penjelas. Uraian penjelas urgen disematkan lantaran terdapat hadits yang terkesan kontradiktif. Semisal hadits keutamaan bangunan Ka’bah: “Ka’bah diciptakan di bumi dua ribu tahun sebelum bumi. Kemudian, bumi dibentangkan darinya” (halaman: 2). Lantas terbabar dengan riwayat lain bahwa Ka’bah dibangun pertama kali oleh Nabi Adam (halaman: 12).
Di tengah rata-rata lama antrean haji mencapai belasan hingga puluhan tahun, memang perlu diwujudkan aturan berupa pembatasan haji sekali seumur hidup. Bujet haji –dan umrah yang dilakukan berkali-kali oleh orang-orang berduit dalam konteks Indonesia saat ini (kondisi perekonomian umat dan lama antrean) bisa kemudian dialihkan untuk kegiatan sosial seraya memberikan kesempatan mereka yang belum berhaji-umrah.
Pun, haji-umrah berkali-kali oleh orang-orang berkocek tebal dikhawatirkan pula terjebak sekadar pada pemenuhan hasrat nafsu. Dengan kata lain, jangan sampai ibadah haji-umrah masuk dalam istilah haji pengabdi setan yang pernah viral pada zamannya dan menjadi kritik sosial yang keras perihal fenomena ke tanah suci berkali-kali.
Data buku:
Judul: Rindu Melangkah ke Tanah Suci
Penulis: Imam Zainul Abidin Mar’i
Penerbit: Tinta Medina, Surakarta
Cetakan: Juli, 2014
ISBN: 978-602-257-931
Peresensi: Muhammad Itsbatun Najih, Nahdliyin Kudus
Terpopuler
1
Soal Tambang Nikel di Raja Ampat, Ketua PBNU: Eksploitasi SDA Hanya Memperkaya Segelintir Orang
2
Meski Indonesia Tak Bisa Lolos Langsung, Peluang Piala Dunia Belum Pernah Sedekat Ini
3
Cerpen: Tirakat yang Gagal
4
Jamaah Haji Indonesia Diimbau Tak Buru-buru Thawaf Ifadhah, Kecuali Jamaah Kloter Awal
5
Pentingnya Kematangan Pola Pikir dan Literasi Finansial dalam Perencanaan Keuangan
6
Jamaah Haji Indonesia Bersyukur Tuntaskan Fase Armuzna
Terkini
Lihat Semua