Pustaka

Menjadikan Masjid sebagai Pusat Kesejahteraan Masyarakat

Senin, 3 Januari 2022 | 16:00 WIB

Menjadikan Masjid sebagai Pusat Kesejahteraan Masyarakat

Rasulullah saw menjadikan masjid sebagai sentra aktivitas kemasyarakatan, bukan sekadar tempat ibadah.

Secara etimologi atau lughawi, masjid memang dapat diartikan sebagai tempat sujud. Namun secara istilah atau terminologi, masjid tidak sekadar bermakna tempat sujud, melainkan tempat beribadah. Bila melihat Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata itu berarti rumah atau bangunan tempat beribadah orang Islam.


Sejak mula ada, masjid memang multifungsi. Fungsi utamanya memang untuk ibadah. Namun perlu digarisbawahi, bahwa ibadah tidak dapat diartikan sempit menjadi shalat. Lebih dari itu, ibadah terbagi menjadi dua, yakni ibadah mahdah dan ghairu mahdah. Jenis ibadah pertama memiliki hubungan langsung dengan ibadah, seperti shalat ataupun haji. Sementara jenis ibadah kedua tidak memiliki kaitan secara langsung dengan Allah swt, tetapi lebih erat hubungannya dengan manusia.


Rasulullah saw menjadikan masjid sebagai sentra aktivitas kemasyarakatan, bukan sekadar tempat ibadah. Di dalamnya, Rasulullah juga menyampaikan pesan-pesan keagamaan yang menunjukkan fungsi edukasi. Di situ juga, ia bertemu dengan para sahabatnya menjalin keakraban. Bahkan, Masjid Nabawi menampung orang-orang Ahlussuffah, yaitu orang-orang yang tidak berkeluarga dan berharta, menurut pengertian yang disampaikan Abu Hurairah.


Hal tersebut menunjukkan bahwa masjid memiliki fungsi dan tujuan pendiriannya yang sangat luas. Tidak sekadar menjadi persinggahan bagi orang-orang yang hendak menunaikan kewajibannya terhadap Allah swt sebagai Muslim, tetapi juga memposisikannya sebagai wahana bagi orang-orang yang berkebutuhan, bukan hanya spiritual tetapi juga intelektual, hingga finansial.


Hal itulah yang digambarkan Adang Wijaya dalam bukunya yang berjudul Masjid Insight. Melalui bukunya ini, ia mengajak semua orang untuk terlibat dan ambil bagian dalam pengelolaan masjid. Pengelola yang dimaksud bukan hanya sebagai pengurus, tetapi juga sebagai jamaah yang aktif berkegiatan hingga terlibat donasi.


Ia mengawali tulisannya itu dengan satu adagium yang disampaikan Kanjeng Sunan Gunung Jati, yaitu ingsun titip tajug lan fakir miskin, saya titip masjid dan fakir miskin. Wasiat penting ini disegarkan oleh penulis dalam konteks kekinian. Artinya, masjid harus dikelola dalam tujuan memberikan kesejahteraan manusia di bidang spiritual, pengetahuan, hingga kebutuhan sehari-hari. Dalam hal ini, ia memberikan contoh pengelolaan masjid yang sangat baik, seperti Masjid Darussalam Cibubur, Masjid Az-Zikra, Masjid Andalusia, Masjid Raya Pondok Indah, hingga Masjid Jogokaryan.


Masjid-masjid yang disebutkan di atas memiliki pemasukan yang luar biasa melimpah melalui sedekah, zakat, infak, hingga wakaf. Pun penggunaannya atau penyalurannya untuk kesejahteraan masyarakat juga sangat deras hingga milyaran. Demikian juga pendidikannya, masjid-masjid tersebut menyediakan sarana untuk mengembangkan intelektualitas generasi Muslim.


Jika kita kembali kepada adagium Kanjeng Sunan Gunung Jati, ada dua kata kunci dalam wasiat salah satu dari sembilan wali penyebar Islam di Jawa itu, yakni titip tajug dan titip fakir miskin. Elemen kehidupan tentu sangat banyak. Akan tetapi, Wali yang juga dikenal dengan Syarif Hidayatullah itu hanya memfokuskan pada dua hal tersebut saja. Bukan tanpa sebab mengingat dua hal tersebut cukup mewakili berbagai elemen kehidupan lainnya.


Masjid tidak saja menyimpan domain keagamaan, tetapi juga memberikan fungsi sosial. Hal tersebut mengingat masjid juga menjadi tempat bertemu masyarakat karena adanya jamaah dan pengajian. Hal terakhir, pengajian hingga didirikannya lembaga-lembaga pendidikan mulai tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi, menunjukkan bukti bahwa masjid berfungsi sebagai wadah pendidikan.


Dari sini, kita penting melihat bahwa kehidupan keagamaan bermula dari masjid ini. Oleh karena itu, salah satu langkah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kita bisa mulai dari perbaikan pengelolaan masjid. Dengan begitu, masjid yang saat ini berjumlah lebih dari 800 ribu di seluruh Indonesia, kesejahteraan masyarakat sekitarnya akan lebih mudah untuk terwujud.


Peresensi Syakir NF, redaktur NU Online


Identitas Buku

Judul        : Masjid Insight: Menjadi Sahabat Masjid dalam Memberdayakan Umat

Penulis     : Adang Wijaya

Tahun       : 2021

Penerbit   : Expose

ISBN        : 978-602-7829-59-6