Warta

AS Sebabkan Konflik di Irak

Selasa, 3 April 2007 | 11:36 WIB

Bogor, NU Online
Amerika Serikat (AS) dan pendudukan tentaranya merupakan sebab utama terjadinya konflik di Irak. Konflik berkepanjangan di negeri Seribu Satu Malam itu, terutama pascakejatuhan Saddam Husein, jelas bukan karena adanya perbedaan antar-sekte Islam; Sunni dan Syiah.

“Siapapun tidak ingin negaranya dijaga oleh pasukan asing,” kata Asisten Politik Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI) Ezzat Kamil Muslim di sela-sela pertemuan ulama se-dunia dalam Konferensi Rekonsiliasi Irak yang digelar di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (3/4).

<>

Menurut Ezzat, kelompok Sunni dan Syiah hanyalah bagian dari perbedaan pandangan dalam Islam. Tetapi, secara substansial keduanya tidak ada perbedaan. “Keduanya sama-sama Islam,” tegasnya.

Hal itu terbukti saat OKI mengadakan pertemuan dengan kedua petinggi kelompok tersebut di Mekah pada bulan Ramadan lalu. “Mereka bisa bertemu dan menyatakan kesediaannya untuk membangunan masa depan Irak bersama,” ungkapnya.

Karena itu, tambah Ezzat, yang perlu dibicarakan pada Pertemuan Ulama Sunni-Syiah dalam pertemuan dua hari yang difasilitasi Pemerintah Indonesia adalah menyangkut kedatangan tentara AS. “Kami usulkan ada statemen baru dalam pertemuan ini, yaitu penegasan segera adanya penarikan pasukan asing di Irak,” tegasnya.

Selain itu, Ezzat menambahkan, negara-negara yang tergabung dalam OKI menyatakan menolak pengembangan nuklir untuk tujuan militer. Namun, pihaknya akan mendukung pengembangan teknologi tersebut untuk tujuan damai.

Ia menyampaikan hal itu saat dimintai pendapatnya soal dukungan Indonesia terhadap Resolusi 1747 DK PBB sebelum melakukan pertemuan informal antardelegasi di Ruang Hotel Salak, Bogor. “Negara-negara muslim tidak ada satu pun yang mendukung pengembangan nuklir untuk senjata militer,” katanya.

Namun demikian, Ezzat mengatakan tidak akan mengomentari soal dukungan Pemerintah Indonesia soal resolusi yang memberikan sanksi tambahan kepada Iran itu. “Kalau soal ini sudah menjadi otoritas pemerintah Indonesia. Saya tidak berhak berkomentar,” ungkapnya.

Ezzat juga enggan saat ditanya mengenai pembatalan beberapa delegasi ulama Syiah dan Sunni pada pertemuan yang digagas pemerintah Indonesia. “Saya tidak melihat sejauh itu (pembatalan) akibat dukungan sanksi kepada Iran,” tukasnya. (rif/mkf)