Warta

Ideologi Transnasional, Ancaman Lain Disela-Sela Bencana

Ahad, 23 September 2007 | 10:12 WIB

Bengkulu, NU Online
Bencana berupa gempa bumi yang menimpa propinsi Bengkulu pada hari Rabu (12/9) telah mendatangkan kerusakan fisik bagi penduduk Bengkulu, termasuk yang dimiliki dan dikelola oleh Nahdliyin seperti masjid, musholla, madrasah dan pesantren. Dalam situasi seperti ini, terdapat kelompok ideologi transnasional yang menawarkan berbagai bentuk bantuan untuk memperoleh simpati warga NU.

Salah seorang ustadz dari Ponpes Darunnajah di Bengkulu Utara menuturkan tak selang beberapa lama setelah terjadinya gempa, anggota DPR RI dari salah satu partai yang menggunakan label Islam mengunjungi Ponpes itu. Ia datang sambil memperkenalkan diri sebagai anggota sebuah partai sambil membawa bantuan. Namun sayangnya, pengasuh pesantren tak begitu menaruh simpati. Baginya, sudah menjadi tugas anggota DPR untuk memperhatikan nasib rakyat, terlepas dari partai apapun.<>

Di pesantren yang sama, juga datang tawaran terapi untuk terapi pemulihan psikologi dari sebuah kelompok pengajian masjid dari sebuah universitas terkenal di Bandung, tapi begitu ditunjukkan beberapa judul kitab yang dikaji di pesantren tersebut seperti Bulughul Maram dan Riyadhus Sholihien, mereka mundur secara halus.

Upaya perebutan pengaruh atas warga NU kini tak lagi dikota-kota besar saja. Pengurus NU di Kabupaten Mukomuko, yang merupakan daerah paling ujung di Bengkulu, melaporkan saat ini sudah ada masjid yang dulu dikelola oleh dan dengan cara NU kini sudah berpindah tangah. Jika tak hati-hati, ancaman tersebut semakin nyata dengan menumpang bantuan dibalik bencana.

Upaya untuk meraih simpati masyarakat melalui kepedulian bencana ini memang berlangsung secara sistematis. Meskipun Islam sendiri melarang ummatnya untuk bersikap riya’ atau menunjukkan amalan yang kita lakukan, seperti dikiaskan Rasululah, kalau tangan kanan beramal, tangan kiri jangan sampai tahu, tapi pemberian bantuan untuk korban bencana saat ini telah menjadi ajang untuk kampanye bagi parpol dan pencarian dukungan bagi kelompok-kelompok tertentu.

Sebuah koran lokal bahkan menyediakan lembaran khusus berupa ”Pariwara” atau iklan dalam format berita foto untuk menginformasikan kegiatan peduli bencana. Duh, bagaimana nasib dunia ini ketika pemberian bantuan untuk korban bencana diiklankan. Masih adakah nilai ketulusan atas pemberian bantuan tersebut?

Di lapangan pun perebutan klaim atas pemberian bantuan juga berlangsung cukup seru. Ini terjadi terutama di posko-posko independen yang dibentuk oleh masyarakat. Partai tertentu bersedia memberikan bantuan asal bendera dan logonya dipampang di posko tersebut. Tak kekurangan akal, pengelola posko pun bersedia mencopot bendera partai sebelumnya ketika ada kelompok lain yang menawarkan bantuan.

Bantuan dan rasa peduli kepada korban bencana memang sudah menjadi kewajiban sesama. Tetapi, upaya menarik simpati dengan cara-cara yang kasar dibalik uluran tangan bukanlah sesuatu yang elok. Masyarakat sendiri tampaknya tak terlalu peduli dari mana datangnya bantuan itu, bagi mereka, yang penting bisa memenuhi kebutuhan hidup. (mkf)


Terkait