Internasional

7 Kardinal Papabile: Sosok yang Berpeluang Besar Terpilih Gantikan Mendiang Paus Fransiskus

NU Online  ·  Kamis, 8 Mei 2025 | 15:30 WIB

7 Kardinal Papabile: Sosok yang Berpeluang Besar Terpilih Gantikan Mendiang Paus Fransiskus

Kapel Sistina. (Foto: Vatican News)

Jakarta, NU Online

Pemungutan suara pertama dalam Konklaf telah berlangsung di Kapel Sistina, Vatikan pada Rabu malam (7/5/2025). Vatican News melalui akun X nya menulis sekira pukul 21.00 waktu setempat, asap hitam mengepul dari cerobong asap Kapel Sistina, menandakan tidak ada paus terpilih pada pemungutan suara pertama oleh 133 kardinal elektor.


Para kardinal yang menginap di Casa Santa Marta akan kembali hari ini ke Kapel Sistina untuk melakukan pemungutan suara dua kali sehari. Mereka dikarantina dari segala informasi dunia luar, menjalani hari-hari tanpa gawai, agar fokus dalam pemilihan bapa suci umat Katolik berikutnya.


Hasil Konklaf akan menentukan arah gereja Katolik di masa depan dengan dua kemungkinan; paus berikutnya melanjutkan reformasi progresif seperti Paus Fransiskus atau para kardinal akan kembali ke konservatisme teologis. 


Seluruh kardinal elektor memiliki peluang terpilih sebagai paus berikutnya. Namun, ada beberapa nama yang muncul sebagai Kardinal Papabile, yaitu mereka yang memiliki potensi besar terpilih menjadi pengganti mendiang Paus Fransiskus.


1. Matteo Maria Zuppi (Bologna)

Uskup Agung Bologna Italia ini diangkat sebagai Kardinal pada Oktober 2019 oleh Paus Fransiskus.


Sekarang ia termasuk di antara para kardinal yang sering disebut oleh para pengamat Vatikan sebagai kandidat untuk menjadi paus. Sebagai seorang pendeta dan uskup, ia menganut visi pastoral pelayanan yang serupa dengan Paus Fransiskus. Banyak yang mengharapkan ia akan melanjutkan visi Paus Fransiskus jika terpilih.


New York Times menulis, Zuppi memiliki banyak kesamaan dengan mendiang Sri Paus. Ia sering bersepeda keliling Bologna saat sudah menjadi uskup agung, mirip seperti Paus Fransiskus yang gemar naik bus saat menjadi uskup agung Buenos Aires. Ia juga tinggal di rumah bagi pendeta yang sudah pensiun di Bologna, seperti Paus yang memilih tinggal di Casa Santa Marta alih-alih di Istana Apostolik Vatikan.


2. Luis Antonio Gokim Tagle (Manila)

Kardinal Tagle (dibaca Tag-leh) adalah Uskup Agung Manila Filipina yang ditunjuk oleh Paus Benediktus XVI menjadi kardinal pada tahun 2012.


Kardinal berusia 67 tahun ini sering dijuluki Fransiskus Asia karena misinya sejalan dengan jejak reformis Paus Fransiskus . Pengamat Katolik Juliet Izon menulis opininya di Vogue Chito (panggilan favorit Tagle) dikenal karena karyanya bagi kaum miskin, ia vokal menentang perubahan iklim, dan ia menyerukan agar Gereja mengubah sikap menghakiminya terhadap ibu tunggal, orang yang bercerai, dan komunitas queer. Saat Konklaf 2013, Tagle disebut-sebut juga menjadi kandidat kuat yang akan terpilih sebagai paus.


Jika Tagle terpilih, ia akan menjadi paus dari Asia pertama dan paus kedua yang lahir di luar benua Eropa. 


Namun, Tagle menuai kritik karena dinilai kurang vokal dalam perang narkoba dan kasus pelecehan seksual oleh pemuka agama di negaranya.


3. Pierrbattista Pizzaballa (Yerusalem)

Pizzaballa merupakan Uskup Agung Yerusalem yang lahir di Italia. Ia pindah ke Yerusalem sejak tahun 1990. Pengalamannya di daerah penuh konflik dan ketegangan disebut-sebut menjadi modal besar untuk kepausannya. Salah satunya, saat ia menawarkan diri sebagai sandera untuk ditukar dengan kebebasan anak-anak Israel yang diculik sejak serangan 7 Oktober 2023 lalu, meskipun tawaran itu tidak digubris.


Saat ini, Pizzaballa berusia 60 tahun, ia terbilang muda di kalangan kardinal elektor lainnya. New York Times menulis, beberapa kardinal dan anggota hierarki Gereja Katolik Roma lainnya khawatir bahwa Kardinal Pizzaballa mungkin terlalu muda untuk jabatan tersebut. 


Sebelumnya, Paus Yohanes Paulus II terpilih pada usia 58 tahun dan menjabat selama 26 tahun. Prospek kepausan lain yang berlangsung selama seperempat abad atau lebih telah membuat beberapa kardinal yang akan memilih paus berikutnya berpikir ulang.


4. Peter Erdo (Hungaria)

Kardinal Erdo telah menjadi pendeta di tengah komunisme yang terjadi di negaranya. Berbeda dengan kardinal sebelumnya yang mungkin terpilih karena sejalan dengan jejak reformis Paus Fransiskus, Erdo berpotensi terpilih sebagai paus yang mengembalikan nilai konservatif gereja Katolik.


Melansir New York Times beberapa kalangan konservatif mendukung Kardinal Erdo dengan keyakinan bahwa ia akan mengembalikan gereja ke masa Yohanes Paulus dan Benediktus XVI, serta mengakhiri ide-ide progresif Fransiskus.


5. Peter Kodwo Appiah Turkson (Ghana)

Kardinal Turkson adalah kardinal pertama kelahiran Ghana yang diangkat oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 2003. Sama seperti Tagle, ia juga merupakan kandidat kuat paus pada Konklaf 2013 yang akhirnya memilih Jorge Mario Bergoglio sebagai bapa suci umat Katolik dengan nama Paus Fransiskus.


Seperti banyak kardinal dari Afrika, ia cenderung konservatif. Namun, Kardinal berusia 76 tahun ini menentang kriminalisasi hubungan gay di negara-negara Afrika termasuk negara asalnya, Ghana.


Jika ia terpilih sebagai paus, ia akan menjadi Paus Afrika pertama dalam 1500 tahun berlalu.


6. Kardinal Jean-Marc Aveline (Marseille)

Berbeda dengan beberapa kardinal sebelumnya yang memiliki kecenderungan progresif atau konservatif, Kardinal Aveline dinilai sebagai sosok yang mampu menjembatani perbedaan.


Kardinal Aveline merupakan uskup agung Marseille, Prancis yang sering dijuluki sebagai Paus Yohanes XIV karena kemiripan fisiknya. 


Teolog Prancis Jean-François Colosimo menyebut Kardinal Aveline bukanlah seorang yang progresif maupun konservatif, tetapi seseorang yang dapat berbicara, mendengarkan, dan membangun jembatan sambil tetap teguh pada identitasnya sebagaimana ditulis oleh New York Times. 


Kardinal berusia 66 tahun ini berpotensi terpilih sebagai paus karena berhasil memadukan keterbukaan Fransiskus terhadap dialog dengan pengetahuan teologis yang mendalam. Mungkin juga


Namun, ada pula kemungkinan lain yang mungkin menghalangi langkahnya karena konklaf tidak lagi hangat bagi para kandidat Perancis sejak abad ke-14 karena seorang paus Prancis memindahkan kepausan ke Avignon di Prancis selatan.


7. Kardinal Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo (Jakarta)

Kardinal Suharyo merupakan Uskup Agung Jakarta, Indonesia yang diangkat sebagai kardinal pada tahun 2019 oleh Paus Fransiskus.


Dibanding nama kardinal lainnya, Suharyo mungkin tidak terlalu populer di kalangan internasional. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan ia terpilih sebagai paus karena jika melihat pada konklaf sebelumnya Paus Fransiskus yang terpilih juga bukan kandidat populer.


ABC News Australia menyebut nama pria berusia 74 tahun ini hampir tidak pernah disebutkan secara publik menjelang Konklaf yang mungkin karena Kardinal Suharyo tidak pernah bercita-cita menjadi Paus, meskipun dikenal karena pendiriannya yang terus terang dan progresif di Indonesia.


Misalnya, saat pemerintah Indonesia berencana memberikan izin pertambangan kepada organisasi keagamaan, ia menolak gagasan tersebut dengan mengutip hukum gereja yang melarang percampuran agama dengan bisnis.


"Saya tidak meminta izin pertambangan atau izin membangun tempat ibadah, saya hanya ingin negara menjalankan tugasnya dengan baik," ujarnya saat itu.


Pada kesempatan lain, Kardinal Suharyo mengatakan bahwa, "terpilih menjadi Paus bukanlah soal ambisi, juga bukan karier yang terus maju, justru sebaliknya."


"Jika ada yang bermimpi menjadi Paus, maafkan saya karena mengatakan ini, tetapi mereka bodoh," sambungnya.