Kesehatan

Keistimewaan Puasa Syawal Menurut Ilmu Kesehatan

Kamis, 27 April 2023 | 11:30 WIB

Keistimewaan Puasa Syawal Menurut Ilmu Kesehatan

Puasa Syawal .(Ilustrasi: NU Online)

Umat Islam memiliki keistimewaan karena mendapatkan kemurahan Allah untuk dilipatgandakan pahala amalannya. Ketika puasa Ramadhan diikuti dengan puasa sunnah 6 hari di Bulan Syawal, maka pahalanya dinilai dengan puasa setahun penuh. Hitung-hitungan amalan ini sudah banyak dibahas melalui matematika sederhana sehingga umat Islam yakin dengan janji Allah yang menjamin kemurahan pahala.


Setelah panen pahala di Bulan Ramadhan, umat Islam berlebaran dan dilarang berpuasa pada tanggal 1 Syawal. Oleh karena itu, berbagai makanan dapat masuk ke dalam tubuh manusia termasuk yang mungkin membahayakan bagi tubuhnya. Selain bermanfaat sebagai sumber nutrisi tubuh, makanan telah diketahui dapat menimbulkan berbagai risiko terhadap kesehatan bila dikonsumsi tidak dengan hati-hati.


Efek dari konsumsi makanan tidak hanya muncul dalam sehari setelah seseorang itu makan. Apalagi seiring dengan berlalunya Ramadhan, pola makan kaum muslimin sangat mungkin berubah drastis. Dari yang semula terbiasa berpuasa rutin setiap hari menjadi rutin makan dari hari ke hari. Frekuensi makan juga bisa berubah dari 2 kali sehari menjadi 3 kali sehari atau bahkan lebih.


Semasa Bulan Syawal masih berlangsung, diharapkan ada antisipasi saat perubahan pola makan itu belum terlalu lama terjadi. Pada saat itulah dianjurkan puasa sunnah 6 hari di bulan Syawal sebagai model adaptasi tubuh manusia agar tidak terlalu drastis berubah. Selain memberikan kesempatan bagi tubuh untuk mengubah polanya dengan perlahan, ternyata puasa sunnah 6 hari memang bisa membekali umat Islam dengan berbagai manfaat khusus.


Mengapa puasa sunnah di Bulan Syawal melibatkan hitungan 6 hari? Apakah ada hikmah khusus hitungan 6 hari tersebut dalam perspektif kesehatan? Apa yang terjadi pada tubuh setelah umat Islam berpuasa 6 hari di Bulan Syawal?


Menurut para ahli, pelaksanaan puasa dapat memberikan efek penguatan sistem kekebalan tubuh orang yang mengamalkannya. Hal ini terjadi karena dengan berpuasa, sel darah putih yang merupakan sel yang berperan penting dalam sistem pertahanan tubuh akan meningkat. 


Sebagaimana yang telah diketahui oleh umum, sel darah putih dapat diibaratkan sebagai tentara yang menjaga tubuh manusia dari berbagai penyakit. Seperti halnya sel lain yang hidup, maka sel darah putih bisa memperbanyak diri sehingga dapat menunjang imunitas. Ternyata, ketika seseorang berpuasa 6 hari, sel darah putih akan berhasil memperbanyak diri dengan baik dan dapat diamati setelah 6 hari puasa berlalu.


Menurut penelitian di University of Osaka, Jepang, saat orang berpuasa memasuki hari ketujuh, jumlah sel darah putih akan meningkat, pada hari pertama sampai keenam tidak ditemukan peningkatan seperti itu, tetapi pada hari ketujuh terjadi penambahan dengan sangat cepat. Peningkatan sel darah putih secara otomatis meningkatkan kekebalan tubuh. Sel ini melindungi dari radang yang ada, sehingga banyak penyakit radang yang sembuh dengan berpuasa, seperti radang tenggorokan, radang hidung, dan lain-lain (Mustamir, 2007, Rahasia Energi Ibadah untuk Penyembuhan, [Yogyakarta, Penerbit Lingkaran: halaman 241]).


Penjelasan tentang hari ketujuh saat imunitas meningkat relevan dengan khasiat puasa 6 hari di bulan Syawal. Oleh karena itu, hendaknya kaum muslimin tidak melewatkan kesempatan ini sebagai sarana meningkatkan imunitas. Sekiranya bisa dilakukan berturut-turut, maka puasa Syawal 6 hari akan sangat optimal. Namun, apabila tidak bisa berturut-turut, manfaatnya tetap dapat memberikan bekal imunitas yang cukup untuk menghadapi bulan-bulan berikutnya.


Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh Wei dan timnya yang berasal dari University of Southern California berkolaborasi dengan salah satu institut kanker di Milan. Dalam penelitiannya, ada 100 sukarelawan sehat yang dilibatkan dan menjalani puasa intermitten dengan durasi atau lama waktu yang mendekati waktu puasa Syawal. Meskipun tidak sama persis dengan puasa Syawal, tetapi hasilnya mirip dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Osaka.


Dia mengatakan bahwa diet yang diatur seperti puasa bekerja sebagian besar dengan mengaktifkan sel induk darah, yang memperkuat kemampuan tubuh untuk memproduksi sel darah putih yang melawan infeksi. Itu terjadi bukan selama siklus puasanya tetapi ketika makan normal dilanjutkan. Pengaturan waktu puasa ini juga mempromosikan proses pembersihan sel yang disebut autophagy. Pada proses autophagy, sel memakan bagiannya sendiri yang rusak dan selanjutnya digantikan oleh komponen fungsional yang baru (Wei dkk, 2017, Fasting-mimicking diet and markers/risk factors for aging, diabetes, cancer, and cardiovascular disease, Science Translational Medicine, 9: halaman 1-12).


Jika dikaitkan dengan puasa Syawal dan hasil penelitian sebelumnya di Osaka, penelitian Wei dan timnya sama-sama membuktikan bahwa puasa dengan jumlah hari tertentu ternyata berefek jangka panjang. Setelah orang yang berpuasa dengan jumlah hari tertentu, yaitu 5-7 hari, kemudian menghentikan puasanya, barulah efek terhadap kesehatan muncul dan bisa dirasakan. Hal ini sangat relevan dengan puasa Syawal yang berjumlah 6 hari karena masuk dalam rentang 5-7 hari sebagaimana penelitian tersebut.


Lebih lanjut hasil penelitian Wei dan timnya tersebut mengungkapkan kemungkinan puasa dapat meningkatkan peluang umur panjang. Hal itu dijelaskan sebagai efek positif berupa pencegahan terjadinya berbagai penyakit yang terkait dengan usia lanjut maupun proses penuaan. Apabila risiko dari penyakit seperti diabetes, kanker, dan penyakit kardiovaskular (jantung serta pembuluh darah) dapat dicegah, tentu hal ini akan meningkatkan usia harapan hidup seseorang.


Berdasarkan manfaat yang banyak dari puasa Syawal sebagaimana yang telah diuraikan, maka selayaknya kaum muslimin mengamalkan semampunya. Apabila ada yang memiliki kesempatan berpuasa 6 hari berturut-turut, maka akan sangat optimal manfaatnya bagi kesehatan. Namun, apabila kesempatan dan kemampuan yang ada kurang dari itu, tentu berapapun jumlah puasa Syawal yang dapat dilakukan tetap bermanfaat untuk kesehatan. Wallahu a’lam bis shawab.


Ustadz Yuhansyah Nurfauzi, apoteker, pegiat kajian farmasi, anggota MUI Cilacap.