Nasional MUNAS KONBES NU 2023

Begini Sikap dan Bentuk Ideal Relasi Ulama dengan Umara Hasil Munas NU 2023

Kamis, 21 September 2023 | 17:15 WIB

Begini Sikap dan Bentuk Ideal Relasi Ulama dengan Umara Hasil Munas NU 2023

Sidang Pleno Munas dan Konbes NU 2023 di Asrama Haji Jakarta, 18-20 September 2023. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Salah satu hasil Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) adalah soal sikap dan bentuk ideal relasi ulama dengan umara. Hasil ini telah ditetapkan menjadi putusan Munas Alim Ulama setelah sebelumnya dibahas di Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah. 


Koordinator Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah KH Abdul Moqsith Ghazali menjelaskan bahwa ulama dan umara merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Hal tersebut dikutipnya dari pernyataan Imam Ghazali yang menyebut pemerintahan atau kekuasaan dengan agama laksana saudara kembar. 


Kiai Moqsith kemudian menjelaskan beberapa sikap ulama dalam menghadapi umara atau pemerintah.

 

Tiga sikap ideal ulama kepada umara

Pertama, para ulama senantiasa memberikan nasihat kepada para penguasa dengan cara yang lembut. 


Kedua, wajib bagi para ulama untuk selalu menyampaikan pesan-pesan agama dan nilai-nilai moral untuk dijadikan bekal dan pedoman para pemimpin dalam menentukan kebijakan dan regulasi yang berorientasi pada kemaslahatan. 


Keempat, para ulama saat menghadapi penguasa adalah menjaga muru’ah atau integritas.


Tiga sikap ideal umara ketika menghadapi ulama

Pertama, umara harus senantiasa berkonsultasi dengan para ulama untuk mewujudkan keadilan. 


Kedua, pemerintah harus meminta fatwa dan pandangan para ulama, baik terkait masalah agama, maupun yang berkaitan dengan masalah kebangsaan, apalagi negara Indonesia berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.


Ketiga, pemerintah hendaknya memiliki rasa rindu ingin melihat wajah ulama dan mendengarkan nasihat-nasihatnya.


Bentuk ideal relasi ulama-umara

Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah juga telah menetapkan bentuk ideal relasi ulama dengan umara. Berikut lima bentuk ideal relasi itu:


Pertama, al-mu’awanah ala al-‘adli wa as-shalah atau saling tolong menolong dalam merealisasikan keadilan dan kebaikan. 


Kedua, al-muwazanah bayna al-mashalih wa al-mafasid. Artinya, ulama memerankan fungsi sebagai penasihat keputusan pemimpin saat dihadapkan pada beberapa pilihan kebijakan.


Ketiga, al-‘alaqah al-jadaliyyah fi ta’yid al-akhir wa taqwil al-i’wijaj, yakni hubungan dialektis antara ulama dan umara. Jika kebijakan dan regulasi yang ada berorientasi pada kemaslahatan dan kebaikan maka para ulama akan mendukungnya, tapi jika kebijakan umara dianggap melenceng atau bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan, maka para ulama akan mengkritisi dan memberikan masukan-masukan yang proporsional. 


Keempat, al-musa’adah ‘ala imarah al-bilad wa al-kaun yaitu membantu pemerintah dalam memelihara dan memakmurkan negara dan alam semesta. 


Kelima, al-muhafadzah ‘ala at-ta’yusy as-silmi, yaitu bekerja sama dalam menjaga kehidupan saling berdampingan yang penuh kedamaian.


Bentuk dan sikap ideal relasi ulama-umara yang dibahas di Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah ini telah ditetapkan menjadi keputusan Munas Alim Ulama NU pada sidang pleno penetapan hasil sidang komisi, di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, pada Selasa (19/9/2023). Draf hasil putusan tersebut diserahkan kepada pimpinan sidang yaitu Wakil Ketua Umum PBNU H Amin Said Husni.